Hati Khadijah mulai berdetak lebih kencang sekali. Dia merasakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya karena pria itu mampu menggetarkan detak jantungnya.
Khadijah sudah berada di rumahnya. Dia masih mengingat kejadian tadi waktu di bus. Dia masih melihat senyuman terindah dari sosok pria yang selalu disebut dalam doanya.
Khadijah berusaha untuk mengatur pernafasannya sambil duduk di tepi ranjang kamarnya. Dia menatap sudut ruangan kamarnya dengan penuh perasaan berbunga-bunga karena dia merasa telah bertemu dengan sosok pangeran impiannya selama ini.
" Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta untuk yang pertama kalinya?"
Kemudian Khadijah mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang begitu sangat empuk sekali. Kedua matanya mulai menatap ke langit-langit kamarnya. Lalu dia mulai perlahan-lahan untuk memejamkan kedua kelopak matanya.
*
Mawar sedang melakukan sebuah pemotretan untuk sebuah brand ambassador make up yang cukup terkenal. Setelah selesai dia melakukan pemotretan lalu dia menemui Farhan, putranya.
Halo gantengnya bunda?!!"
Bocah laki-laki usianya masih balita, lucu mengemaskan. Bahkan senyumnya terlihat begitu sangat tampan sekali. Bocah laki-laki itu pun tersenyum ketika menatap Mawar yang telah usai melakukan pemotretan.
"Sayang, sini," Mawar mengiming-iming sebuah mainan mobil-mobilan.
Seseorang tiba-tiba melingkarkan kedua tangan pada pinggangnya. Mawar sungguh terkejut akan kehadirannya.
"Kau datang kembali? Apa nggak cukup kau berikan luka di masa laluku, Adrian?!" Tegas Mawar. "Mawar, kamu jangan pernah nangis atau baper, karena dia! Ingat semua ini bermula dari dia!" Batinnya lalu dia berusaha untuk memberontak agar Adrian melepaskan dia.
"Itu anakku?" Adrian menatap dan mengakui bahwa bocah laki-laki itu adalah anaknya.
"Nggak! Dia bukanlah anakmu! Karena aku tidak pernah sama sekali berharap kamu jadi ayah dari anak ini! Sudah cukup kamu mencampakkan aku dan anak ini, sebaiknya kamu jangan pernah menunjukkan wajahmu lagi dihadapanku! "
"Nggak salah maksudmu, War?" Adrian semakin mengeratkan pelukannya itu namun Mawar berusaha untuk memberontaknya karena dia tidak ingin terjerat dalam luka masa lalu bersama dengan Adrian.
"Dia anakku! kau tidak ada urusannya dengan baby Farhan!" Mawar mulai berteriak menatap wajah Adrian karena dia benar-benar sangat kesal sekali. Dia tidak ingin jika Adrian kembali untuk mengacak acak kehidupannya. "Aku tidak pernah menginginkan kamu hadir dalam kehidupanku karena aku sudah merasa bahagia walaupun tanpa dirimu!" Tegasnya.
"Wow, ingat semua itu, karena sumbangan spermaku! mana ada perempuan hamil tanpa sumbangan sperma dari seorang pria" tawa licik Adrian. "Kamu jangan bicara seperti itu karena dia juga anakku!"
"Semenjak kapan kamu menjadi ayah dari anak ini? "Mawar mulai mengangkat satu alisnya karena dia sangat kesal sekali dengan perilaku Adrian di masa lalu yang telah mencampakkannya. Bahkan dia sudah dikucilkan oleh keluarganya karena telah berbuat keburukan dengan mengandung anak dari pria brengsek itu.
"Anak ini tidak membutuhkan Peran ayah seperti kamu! Karena anak ini tidak membutuhkan pria tidak bertanggung jawab seperti kamu! Sebaiknya kamu cukup tahu diri dan jangan pernah kamu hadir dalam kehidupanku. " Mawar terlihat sangat berani sekali dengan cara menyikut tepat di perut Adrian. Kemudian Adrian melepaskan pelukan itu dari belakang.
"Kau mengusirku?" Adrian mengangkat satu alisnya sambil menatap kedua manik mata Mawar dengan sangat kesal sekali.
"Iya, kenapa? aku mengusirmu!" Mawar mulai menegaskan ucapannya kembali. Bahkan dia tidak ingin sama sekali bertemu dengan seorang pria brengsek yang mampu memporak-porandakan kehidupannya. Dia merasa jika pria itu menghancurkannya ketika dia dalam fase tidak baik-baik saja. "Aku tidak butuh siapapun untuk menjadi Peran ayah untuk anakku apalagi kamu!"
"Oh, gitu. Aku akan menuntut hak asuh anak kita, kecuali kamu mau menikah denganku," Adrian mulai mendekat ke arah Mawar. "Aku tidak akan pernah menyerah untuk bisa mendapatkan anak kandung ku. Ingatlah kalau aku berhak mendapatkan anakku. "
"Wow, sekarang kamu sudah tau tentang seorang anak yang ku lahirkan tanpa pria! hingga membuat hidupku terlantung-lantung. Ingat baby Farhan jijik sama kamu, Adrian!"
"Oh, namanya Farhan? tuch kata-katamu menjelaskan kalau dia juga anakku!"
Mawar terdiam dalam beberapa detik, "Iya, dia anakmu, tapi kamu sudah ku anggap mati!"
Pria itu berusaha mendekat ke baby Farhan hingga mendorong Mawar hingga terbentur ujung meja dan pingsan.
Pria itu adalah ayah baby Farhan, siapa lagi kalau bukan Adrian. Seorang anak pengusaha penyebab hancurnya masa-masa indah Mawar.
Adrian mulai mengendong Farhan, ia membiarkan Mawar dengan keadaan pingsan.
*
"Oma, oppa, ini cucu lelaki kalian."
Farhan memang bocah laki-laki yang mampu mencuri perhatian siapa saja. Lucu mengemaskan dengan pipi tembem, dan mata bulat.
"Beneran ini cucuku, nak?" tanya Adi Maulana.
Citra Kirana tersenyum melihat Farhan yang mengemaskan.
Adi Maulana telah meminta putranya segera memberi cucu lelaki untuk meneruskan garis keturunan darinya.
Adrian telah mengetahui, kalau Sekar memiliki masalah dengan rahimnya, ia tidak tahu kalau kedua rahim istrinya terpaksa diangkat.
Adrian mulai merahasiakan dari keluarganya tentang keadaan Sekar yang sudah divonis mengalami kemandulan. Ia pun akan mengambil jalan tengah untuk memadu Sekar dengan Mawar.
"Nak, kok bisa bocah ini cucu kita dan putra kamu, apa..."
"Pak, Bu. Maafin Adrian, karena sebelum menikahi Sekar...."
"Kamu menghamili anak orang?" timpal Adi.
"Iya, Pak. Ini Farhan hasil dari Mawar dan aku. Sungguh aku hanya ingin meminta maaf kepada ibu dan bapak mengenali kebodohanku seperti ini. "
"Kamu....."
"Pak, sabar toch," potong Citra ibunya.
"Sekar bagaimana, nak?"
"Bu, Pak. Sekar ikhlas kalau berbagi suami dengan Mawar..."
"Nduk...."
"Pak, Sekar sadar kalau nggak akan bisa kasih keturunan buat keluarga kita."
Farhan pun mulai menangis mencari Mawar. Tangisan mulai keras tidak berhenti. Seisi rumah keluarga Adrian mulai kewalahan.
Sekar berusaha menenangkan Farhan kenyataannya semakin keras suaranya.
Citra jadi ingat masa kecil Adrian yang memiliki kebiasaan sama, kalau tidak bisa tenang tanpa ibunya.
"Nak, kembalikan anak itu ke ibunya."
Adrian mengendong Farhan berusaha menenangkan, tapi malah tangisnya kencang.
"Ibu...Ibu..." ulang Farhan dalam isak tangisnya.
*
"Sepertinya kepalaku?"
Mawar merasa kepalanya sangat pusing sekali karena dia lupa tentang kejadian yang baru saja dialami. Ia mulai mengingat-ingat kejadian itu lalu dia mulai mencari kemana putranya yang tadi baru saja dia peluk.
"Astaga mana Farhan?"
Mawar teringat akan kejadian satu jam yang lalu . Dia baru mengingat tentang Adrian Maulana. Pria yang berhasil membuat menghancurkan kehidupannya saat itu. Pria itu datang kembali untuk mengambil bagian dari kehidupannya yang terpenting.
"Ingin ku bunuh kau Adrian!" Geram Mawar dalam hatinya. Iya tidak terima sama sekali karena putranya telah dibawa oleh pria sialan itu. Dia akan mencari kemanapun pria itu membawa putranya karena dia tidak ingin kehilangan putranya. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu membawa anakku! Karena kamu tidak berhak untuk menjadi ayah untuk anakku! "
Mawar berusaha bangkit ketika kepalanya masih terasa sedikit pusing. Dia mengingat kalau Adrian telah memukulnya saat itu hingga dia tidak sadarkan diri sama sekali.
"Jika saja hukum di dunia membunuh tidak masalah, maka akan ku bunuh kau, agar merasakan bagaimana terluka parah!" ledakan amarah Mawar begitu boombastis. "Duaaar!" seperti ledakan yang terkumpul bak bom waktu seketika.
Mawar segera meninggalkan apartemen dan mencari ke mana bajingan itu berada. Dia menginginkan untuk menghempas dan menendang Adrian ke planet Pluto. Karena dia sudah cukup jelas sekali dengan kehadiran pria yang bernama Adrian yang mampu menghancurkan seluruh kehidupannya. Dia juga menjadi tercampakkan dari keluarganya karena telah hamil diluar nikah. Semua itu ulah dari Adrian Maulana.
"Ingat aku memang Mawar yang pernah merekah, kini akan ku tancapkan duri-duri hingga membuat luka dalam kehidupanmu yang tak terlupakan! Mawar sekarang tak semudah yang kau petik, lalu kau injak dengan seenaknya. Ingatlah Mawar sekarang akan mengunakan duri-durinya. Dan, kau tak bisa mengambil apapun!"
Kepalan kedua tangan Mawar yang menandakan siap untuk memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.
"Takkan ku biarkan kau mencabut kembali kehidupanku."
Tatapan mata bak elang siap menerkam.
*
Pelukan hangat di sore hari, dua insan saling memadu kasih. Tanpa disadari seseorang memperhatikan dari jauh dalam tatapan begitu sangat dekat sekali.
"Kau wangi sekali, sayang" ucap Haqi sambil mengendus aroma dari Rania. Dia merasakan jika perempuan itu adalah perempuan yang paling cantik yang pernah dia temui. Dia juga merasa begitu tenang ketika dekat dengan perempuan tercantik di dunianya.
Rania Medina hanya mampu tersenyum dalam sebuah pelukan hangat dari Haqi, suaminya. Lelaki yang mampu menyempurnakan ibadahnya dihadapan Allah semata. Dia merasa lebih tenang ketika bersama dengan lelaki yang menjadi imam dalam keluarga kecilnya. "Kehidupanku begitu sempurna ketika aku bersama dengan kamu seutuhnya. Kamu adalah bagian dari kehidupanku yang takkan pernah bisa aku gantikan dengan yang lain. Bagiku, kamu adalah lembaran buku yang tidak akan pernah habis untuk aku tulis semua tentang kamu," batinnya.
"Aku sungguh rindu sekali dalam situasi seperti ini, memelukmu, mencumbumu, serta melakukan hal-hal romantis," Haqi mulai membisikan sebuah kata-kata nakalnya di telinga Rania dengan sedikit mendesah.
"Mas, tumben kok jadi manja sekali?" Balas Rania dengan nada yang begitu sangat lembut sekali sehingga melumpuhkan seluruh saraf-saraf dalam kepala Haqi.
Haqi tersenyum, "Manja untuk ibu dari anak-anakku itu tidak apa-apa." Dia makin mengeratkan pelukannya lalu memutar badan Rania sambil jemari tangannya mulai membelai lembut kearah wajah cantik Rania.
"Gombal banget kamu, mas," Rania mulai tersipu malu ketika mendengar kata-kata manis dari seorang Haqi yang terbilang sungguh langka.
"Mas, itu nggak pernah gombal, tapi ....." kemudian Haqi mulai mencumbu bibir Rania yang begitu sangat manis sekali. Sehingga membuat Rania tidak bisa berkata apapun untuk melanjutkan balasan dari kata-kata seorang Haqi yang terkenal dingin. "Hmmmpt."
Rania dan Haqi melepaskan tautan bibir mereka berdua ketika mereka berdua kehabisan oksigen.
"Tapi apa?" Lanjut Rania menatap kedua mata Haqi.
"Tapii..."
Belum selesai Haqi untuk menjelaskan sebuah alasan yang telah diucapkan. Ia mendengar suara ketukan dari luar kamarnya berulang kali.
"Ayah, bunda! cepet buka pintu!"
Terdengar suara Khadijah dengan panik. Mereka segera meraih gangang pintu "Cklek!"
"Ada apa, nak?"
Khadijah terlihat begitu sangat panik sekali. Dia terlihat nafasnya begitu tidak beraturan sama sekali.
"A-YAH," Khadijah berusaha untuk mengatur pernafasannya. Dia seolah terlihat begitu sangat panik sekali. Kedua matanya terlihat begitu sangat nanar sekali.
"Kenapa?"
Khadijah memberikan sepucuk surat. Tanpa dia sadari air matanya pun menetes membasahi kedua pipinya. Lalu dia memeluk ayahnya begitu sangat erat sekali seakan dia tidak bisa untuk menerima sebuah kenyataan yang ada di dalam surat tersebut.
"Nak...."
"Ayah."
Haqi memeluk menenangkan hati putri tirinya. Sedangkan, Rania membuka perlahan-lahan isi sepucuk surat.
*