Chereads / Dear Adam (Indonesia) / Chapter 23 - Cinta yang Diuji

Chapter 23 - Cinta yang Diuji

"Tak selamanya berjalan indah dalam ikatan sebuah cinta. Butuh perjalanan dalam jalan yang tidak rata, semakin diuji akan semakin kuat."

*

Sinar mentari sudah menerobos masuk ke celah-celah jendela kamar. Suasana masih diselimuti duka yang mendalam. Apalagi, kepergian Rania Medina tanpa sebuah jejak.

"Kamu di mana sayang? apa kamu nggak rindu dengan anak-anak kita?" ujar Haqi menatap baby Husein sambil merindukan wanita yang jadi ibu dari anak-anaknya.

Senja tak pernah lagi datang semenjak kepergian Rania Medina dalam hidup Haqi. Dia tetap gigih dan setia untuk cintanya. Walaupun semuanya masih terbilang abu-abu.

Setiap malam panjang, Haqi selalu mendoakan istrinya, agar tetap baik-baik saja.

Ujian kehidupan begitu dadakan, mereka baru saja bahagia, namun berubah jadi sedalam-dalamnya duka. Haqi mengendong Husein buah cintanya bersama Rania.

Punggung belakang Haqi masih terasa nyeri. Bahkan, sedikit bergerak masih merasa sakit dan perih, tapi tidak seperih hatinya kehilangan istrinya.

Sudah hampir dua bulan Rania belum saja ditemukan, ia tak akan berhenti mencarinya, karena hanya Allah yang tahu dimanapun istrinya berada.

Di balik sebuah pintu kamar, terlihat Ayass memperhatikannya, ia merasa pernah berada dalam posisi itu. Meskipun, status mantan istri yang kini melekat antara hubungannya dengan Rania.

Suara ketukan dari luar kamar,"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam," sahut Haqi dari dalam.

"Boleh aku masuk, Haq?"

"Masuklah, Yas."

Ayass melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar milik Haqi dan Rania. Ia pun disambut tangisan Husein.

"Anakmu kenapa, Bro?"

Haqi tersenyum, meskipun dipaksakan. Ia tidak ingin terlihat berduka di mata orang lain, cukup dia yang merasakan duka dalam cintanya.

"Apa dia rindu sama ibunya?" tanya Ayass.

"Iya, mungkin dia rindu sama ibunya," jawab Haqi.

"Oh, ya. Kamu lihat Khadijah tidak?" tanya Ayass.

"Oh, tadi dia izin sama aku, katanya mau ketemu sama dosennya. Buat nunda tesisnya," jawab Haqi. "Meskipun, aku mengatakan kalau dia harus tetap fokus untuk tesisnya, tapi dia bilang kalau nggak bisa fokus sebelum ibunya ditemukan."

"Kalau Hasan?" Tanya Ayass.

"Aku juga tidak melihatnya dari tadi pagi, Yas. Sepertinya dia akan mengikuti tes di kedokteran," jawab Haqi menatap Ayass.

"Ya, semoga aja, Bro."

"Bagaimana denganmu?"

"Mungkin aku akan mulai membuka usaha coffee shop bersama Ridwan, Bro. Bosen juga di rumah seharian tanpa melakukan apa-apa. Dan, aku akan mengubur profesi lamaku, "kata Ayass. "Bagaimana dengan pekerjaanmu?"

"Aku mungkin akan mulai praktek kembali minggu depan, karena aku tidak enak banget sudah lama tidak bekerja di Rumah Sakit."

"Anakmu bagaimana?"

"Biar Khadijah aja ayah yang mengurus Husein," ceplos Khadijah.

"Kuliahmu?" tanya Haqi.

"Udah tenang aja, Ayah. Karena Khadijah udah ajuin cuti, percuma aja di kampus, tapi pikiran masih saja di rumah, " lalu Khadijah mengambil ahli gendongan dari ayahnya. "Ayah, bolehkah?"

Ayass hanya diam, lalu mengiyakan dengan tersenyum.

"Baby Husein, kita akan maen seharian, "ucap Khadijah.

"Ayah Haqi, ayah Ayass, Khadijah, kita sudah menemukan titik di mana ibu berada," cetus Hasan.

"Kamu serius?!" Haqi menatap Khadijah dalam tatapan kedua mata penuh dengan harapan.

*

Sera seharian bengong, ia makan sendirian di kantin kampus. Sebenarnya ia seneng, tapi agak malas kalau harus tanpa sahabatnya. Saudara dan bibinya yang dari Jakarta akan datang, ia akan benar-benar memiliki teman di apartemennya.

Kabarnya akan datang malam ini, kabar mengejutkan. Sera juga rindu akan kehadiran bibinya yang juga akhirnya datang juga, setelah sekian lama tak bertemu.

Saudara Sera memiliki kekurangan, tapi semangatnya yang membuatnya bahagia dengan saudaranya.

"Ehem,"

"Apa? kamu seneng lihat aku galau gini?"

"Yaelah, Ser. Kamu sensi banget? apa lagi dapet kamu?"

"Sok tahu banget kamu sich, Fab. Urusin aja cewek menye-menye mu!"

"Judes banget kamu, Sera."

"Bodoh amat! emang kamu siapa aku? pacar bukan, teman terpaksa!"

"Idih, omonganmu gitu amat, awas kamu jatuh cinta sama aku!"

"Idih, pede banget modelmu! sok cakep!"

"Yaelah, aku memang cakep pakai banget, Ser. Kamu aja nggak sadar ama pesonaku!"

"Pesona kamu mirip kentutku!"

"Anjay, kamu samain pesonaku yang bikin cewek - cewek terkiwir-kiwir, kamu samain sama kentut kamu yang bau bangke?"

"Bodoh amat!"

"Hilih hilih."

Sera mengaduk-aduk semangkok mie ramen dengan kesal dengan sikap Fabian yang bikin dia memang sudah jatuh cinta kepadanya sudah lama.

"Eh, mukamu kenapa manyun gitu?"

"Suka-suka aku, mau aku manyun atau enggak bukan urusanmu!"

"Galak amat kamu, Ser," goda Fabian.

"Terus masalah buat kamu? Enggak,kan?"

"Tapi, lihat muka kamu kelihatan serem kayak nenek sihir!"

"Bi...."

"Eh, bentar Khadijah nelpon."

"Ada apa? apa tante Rania?"

Fabian pun mencium Sera dengan tiba-tiba, agar nggak berisik. Sera melongo dan sangat shock, matanya terbelalak terkejut.

"Ya Tuhan apa aku mimpi?" batin Sera, setelah mendapatkan ciuman dadakan dari Fabian. "Ini sungguhan, dia cium aku?"

Sera merasa terbang tinggi ke langit biru. Ia merasa aliran darahnya mengalir deras. Jantungnya tak berhenti berdebar-debar.

Fabian sedang asyik menerima telepon dari Khadijah, setelah melakukan ciuman di bibir mungil milik Sera secara tiba-tiba.

Sera masih dalam lamunannya, ia tersenyum-senyum sendiri mengingat rasanya sebuah ciuman sekilas dari lelaki yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

"Loh, ke mana sich tengil?" Sera terlihat celingukan mencari ke mana Fabian yang menghilang seketika.

*

"Fabian...." rengek Khadijah.

"Apa yang terjadi, Dijah?"

Khadijah menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia tidak mampu berkata apapun.

"Aku sangat takut sekali jika terjadi sesuatu kepada ibuku."

Fabian hanya diam saja saat.

*

Suasana berbau obat-obatan, bahkan lalu lalang beberapa perawat dan dokter. Di mana lagi kalau bukan di Rumah Sakit.

Rania Medina sudah ditemukan dalam kondisi kritis. Haqi dan Ayass berhasil menyelamatkan nyawa wanita yang sama mereka cintai.

Pelaku penculikan Rania masih belum ditemukan, beruntung keadaan wanita itu masih bisa diselamatkan.

Pelaku sangatlah profesional hingga tidak ada jejak sidik jarinya. Hanya sebuah pesan singkat dari selembar tissue.

"AKU AKAN KEMBALI MEREBUT APAPUN YANG SEHARUSNYA MILIKKU! HAHAHA!"

"BAJINGAN! ITU PASTI KAMU!" geram Ayass yang mencium bau-bau pria psikopat itu.

"Yas, Husein?"

"Tenang saja om Haqi, dia aman bersamaku, "sahut Ridwan yang mengendong Husein.

"Wan, kok kayak ada yang bau?" Hasan mengendus-endus bau tidak sedap.

"Bau apaan sich? mungkin sampah di depanmu!" cetus Ridwan.

"Enggak, ini bau Husein buang air besar, "bisik Hasan.

Ridwan kaget kalau baby Husein sedang buang air besar. Mukanya terlihat tegang.

"Sob, kayaknya baby Husein seneng banget sama kamu, jadi kamu dikasih kenang-kenangan,"Hasan menahan tawa melihat ekspresi kesal Ridwan, karena benar, kalau baby Husein buang air besar.

"Yaelah, sayang. Kenapa kamu ngepup disaat tak tepat?" keluh Ridwan.

"Eh, sob. Gantiin pampersnya, sumpah aku nggak ada bakat untuk membersihin kotoran anak kecil seumur hidup.."

Baby Husein malah tersenyum melihat raut wajah Ridwan kesal karena Husein telah buang air besar di waktu yang tidak tepat.

*

Di sebuah ruangan ICU Rania Medina telah ditangani langsung oleh Haqi. Dia mengalami kondisi yang sangat kritis sekali. Bahkan Haki berusaha keras untuk bisa menyembuhkan istrinya.

Tindakan demi tindakan Haqi lakukan, kondisi Rania melewati fase kritis. Dia merasa sangat lega sekali ketika Rania sudah melewati masa kritisnya. Dia berharap jika Rania bisa membuka kedua kelopak matanya kembali.

Ayass juga ikut campur dalam memantau kondisi Rania. Sementara di ruang tunggu ICU beberapa keluarganya sedang menunggu disana. Mereka semua berdoa untuk kesembuhan Rania.

"Tiada ujian yang tak terlewati atas izinmu Ya Rabb, " batin Haqi.

Beberapa racun yang ada di tubuh Rania sudah dibersihkan, tinggal memulihkan keadaannya.

*

Naina merasa tidak yakin dengan keputusan dari Gerald mengenai dirinya untuk mengatakan langsung kepada putri kandungnya yang sedang menetap di Seoul.

"Apakah kamu yakin untuk memperkenalkan aku ke Sera sebagai ibu tirinya?"

Sera hanya tahu Naina adalah pelayan di rumah lamanya. Sementara dia menganggap Dahlia sebagai kakak perempuannya.

Gerald langsung meraih kedua tangan Naina lalu dia berkata, " Ibunya sudah pergi mungkin kamu bisa menggantikan posisinya sebagai ibu sambungnya. Kamu tidak usah khawatir mungkin dia akan marah tapi kamu harus tahu bagaimana caranya agar dia bisa menerimamu. "

Kemudian Gerald memeluk Naina," Aku yakin kamu bisa mengatasi keadaan seperti ini. Sera akan menerimamu seperti ibunya sendiri. "

Selama perjalanan Naina terus memikirkan, Bagaimana caranya bisa merebut hati dari seorang gadis remaja yang akan menjadi anak tirinya. Karena selama ini dia juga salah telah merebut suami dari ibunya.

"Mungkinkah Sera akan menerima penjelasanku dan memaafkanku?"

*