"Haidar." Agnes nyoba ngebangunin anak cowoknya yang lagi tidur di kursi belakang sambil meluk beberapa camilannya persis seperti bayi.
"Haidar Abimanyu..." Agnes kembali menepuk pelan lengan Haidar supaya bangun karena mereka udah sampai di rumah neneknya di Bandung.
"Kertarajasa." suara serak Haidar ngelanjutin perkataan bundanya yang tadi manggil namanya.
Agnes tersenyum lalu mengelus kepala Haidar, "Bangun, kita udah sampai dirumah Eyang."
Haidar ngucek kedua matanya lalu meletakkan camilannya dan melihat kerumah Eyang utinya yang udah lama banget nggak dia kunjungi setelah 1 tahun yang lalu.
Tok tok tok
"Haidar ayo buruan turun bantuin ayah ngeluarin koper."
Cowok itu noleh ke ayahnya yang lagi ngajak bicara lewat jendela mobil yang kacanya masih ketutup itu, "Akhh ayah, Haidar capek." ujarnya sambil memijit bahunya sendiri guna meyakinkan sang ayah bahwa dia memang lagi capek.
Ayah Hendri menghela napasnya lalu membuka pintu itu dan menarik paksa Haidar buat keluar dari dalem mobil, "Kamu ini udah gede juga jangan kayak anak kecil." Hendri ngeliat Haidar yang lagi masang muka melas, "Kalo dikit-dikit ngeluh dikit-dikit ngeluh, gimana mau nikah. Calon istri kamu juga nggak bakalan mau kali sama kamu yang males-malesan gini."
Mendengar perkataan dari ayahnya membuat Haidar langsung menegakkan bahunya, "Siapa juga yang males-malesan." ujarnya lalu memasang muka melasnya lagi, "Tapi aku bener-bener capek tau yah-"
"Kalo kamu yang tinggal duduk dibelakang sambil ngemil aja bilang capek gimana sama ayah yang nyetir dari Solo ke Bandung. Udahlah sekarang kamu bawa tuh barang-barangnya ke dalem ayah udah keluarin dari dalem bagasi, ayah mau parkirin mobil dulu." ujar ayah Haidar panjang lebar yang hanya diangguki oleh Haidar.
Setelah membawa koper sama barang-barang itu ke dalem rumah neneknya Haidar langsung disambut sama ibu dari bundanya itu, "Haidar cucuku. Naon wartos?(Gimana kabarnya?)."
Haidar langsung nyium punggung tangan Eyangnya, "Sae Eyang, kabar Eyang sendiri gimana?."
Eyang Utinya Haidar ngulas senyum mendengar cucunya bicara menggunakan logat jawa, "Eyang baik-baik aja cah bagos (anak ganteng)."
Haidar yang baru aja dipuji ganteng langsung besar kepala, "Eyang, mas Rendy udah dateng?."
Eyang Uti nuntun Haidar buat masuk kedalam rumahnya menuju ke ruang tamu dimana sepupu Haidar sedang duduk disana, "Om sama tantemu lagi jemput mas Rendy ke bandara, mungkin ini lagi dijalan."
Haidar ngangguk, "Kalau gitu Haidar ke Joko dulu ya Eyang."
"Ehmm iya, Eyang nyiapin makanan dulu ya sama bundamu."
Haidar ngangguk lagi terus duduk dideket Joko adeknya mas Rendy, Haidar emang deket sama cowok yang umurnya cuma selisih 2 tahun sama dia itu.
"Lagi main apaan?."
Joko yang sedari tadi lagi sibuk main PS langsung boleh pas ngedenger suaranya Haidar, "Lho! Mas Haidar." panggilnya setengah kaget.
Haidar nyengir, "Halo."
"Wihh Mas, lo kapan ada disini. Pakdhe sama Budhe mana?."
Haidar ngelepas kemeja flanel motif kotak-kotak itu lalu melemparnya pada bahu sofa menyisakan kaos putih polos yang sekarang Haidar pakek, "Gue baru aja dateng sih kalo Bunda sama Ayah sekarang lagi sibuk sama Eyang. Lagi main apa?."
Joko ngelirik TV terus ngasihin stik yang biasa dia gunain buat main game ke Haidar.
Haidar yang mendapat stik itu menatap Joko bingung, "Mau ngapain?."
"Kita battle lah, lama nggak main PS bareng. Gue ada game baru bang, mumpung lo ada disini jadi gue ajakin lo battle."
Haidar yang merasa tertantang segera melepas topinya dan duduk dilantai dengan bahu yang bersandar pada sofa, tidak lupa Haidar ngebukain semua toples berisi makanan itu sebelum bermain game sama Joko.
"Lo kesini kok nggak bawa calon sih bang?."
"Calon apaan?." sahut Haidar tanpa menoleh pada Joko.
"Calon istri lah yakali calon pembantu."
"Kok lo ngegas sih."
"Ya lo lemot banget-Akhh!." pekik Joko saat Haidar sengaja menendang kakinya.
"Salah sendiri ngatain gue lemot, baru juga ketemu udah ngajak ribut wae."
Joko memilih diam tidak menanggapi perkataannya Haidar, "Jadi gimana bang, kok belum bawa calon istri buat dikenalin sama Eyang. Abang kan udah kuliah tuh."
"Ya emang lo pikir kalo udah kuliah langsung dapet calon istri, gila lo." Haidar ngelempar kacang gorengnya ke Joko.
"Atau jangan-jangan lo nggak laku bang."
Haidar langsung ngelempar stik mainan itu dan berdiri menantang Joko, "Lo kalo mau ngajakin gelud ayok sini, lama nggak ketemu lo makin nyebelin ya ternyata." cowok itu udah nyincing celana training adidasnya sedikit diatas mata kaki.
"Gue nyebelin gini juga karena ketularan elo kali."
"Eh Haidar kamu mau ngapain?!." teriak Agnes saat ngeliat anak cowoknya yang lagi masang posisi kuda-kuda, "Jangan berantem ih, kalian udah gede tauk."
Joko yang masih fokus sama gamenya noleh, "Mas Haidar tuh Budhe, dari tadi ngajakin Joko gelud mulu."
"Akhhhh bundaaa!!! Sakit! Sakit~." rengek Haidar saat bundanya ngejewer telinganya.
"Kamu ini ya udah gede juga masih aja ngajakin orang berantem-."
"Joko yang mulai duluan, Bun. Masa dia ngatain aku nggak laku." tunjuk Haidar pada Joko karena nggak mau bundanya salah paham sama dia.
"Lho! Joko sini kamu." panggil Agnes pada ponakannya itu, "Sini cepetan tante mau ngomong." Agnes udah masang wajah galaknya ditambah kedua tangan yang sudah berada dipinggang rampingnya.
Melihat itu Haidar masang muka songongnya karena dia yakin kalo bundanya pasti bakalan ngebelain dia, "Mampus lo." ucapnya dalam hati.
Joko berjalan mendekati budhenya itu, "Iya tante kenapa."
"Kamu tau nggak kalo mas Haidar mau nikah?."
Joko membulatkan kedua matanya, "N-nikah?!." cowok itu melirik Haidar yang masih memasang muka songongnya, "K-kok bisa."
Agnes tidak menjawab perkataan ponakannya itu namun merangkul pundak tegap Joko, "Iya, mas kamu ini mau nikah tapi ya Budhe sama Pakdhe belum ngebolehin kalo dia belum kerja. Jadi jangan ngatain dia nggak laku lagi ya."
"Mas, lo beneran mau nikah? Calon lo mana, kok nggak diajak kesini?."
"Eh calonnya Haidar lagi sibuk kuliah jadi ya nggak bisa ikut. Oh iya, Joko udah pernah ngeliat Raina belum sih, Dar?."
"Kayaknya udah deh, Bun."
"Ah mbak Raina yang rumahnya deket sama rumahnya Budhe itu bukan sih?."
Agnes nepuk punggung ponakannya bangga, "Nah itu inget, ya dia calonnya mas Haidar nanti."
Haidar menatap bundanya kaget, "Kok bunda bisa tau kalau nanti calon istri gue tuh si Raina?." tanyanya dalam hati.
"Nggak mungkin tante-."
"Apa yang buat lo ngomong nggak mungkin?!." sungut Haidar.
"Ya karna mbak Rainanya cantik jadi nggak mungkin dia mau sama lo mas."
"Wahhh nih anak bener-bener." Haidar langsung naikin lengan kaosnya sampai pundak memperlihatkan ototnya yang ehmm nggak lumayan besar sih. Tapi dia mukanya songong banget.
"Eh udah-udah." Agnes menahan anak cowoknya buat nggak berantem sama Joko, "Apa yang Budhe omongin ini bener, Joko."
"Tapi mbak Raina cantik banget loh Budhe, masa mau sama mas Haidar." Joko ngelirik Haidar, "Nggak mungkin."
"Terus kenapa kalo Raina cantik, lo pikir gue nggak ganteng apa?! Raina tuh udah jodoh gue."
Kini Agnes menatap Haidar, "Tumben Haidar semangat banget." gumamnya.
"Ya pokoknya jangan bilang kalau mas Haidar nggak laku, buktinya dia udah punya calon istri jadi kamu tunggu aja Raina dateng kesini buat ngenalin diri sama Eyang."
Haidar ngangkat dagu saat Joko melihat kearahnya, "Lo liat aja ntar, kalau Raina itu emang beneran jodoh gue." begitulah yang dapat Joko tangkap dari tatapan sepupunya itu.
"Tapi gue heran deh, kenapa bunda tadi bawa-bawa nama Raina sebagai calon istri gue. Apa bunda udah tau kalau sebenarnya gue suka sama Raina dan berniat ngajak Raina nikah suatu saat nanti?." tanya Haidar pada dirinya sendiri lagi.