Carissa yang baru aja di tinggal sama Raden langsung ngebuntuti cowok itu yang jalan lagi kearah motornya.
Bukannya tadi Raden laper dan ngajak dia buat makan mie ayam tapi kenapa cowok itu malah balik lagi.
"Raden, lo kenapa balik lagi si tadi katanya laper."
Raden langsung noleh ke belakang, "Lo nggak liat ada siapa didalem sana." ucapnya sedikit ngegas ngebuat Carissa heran.
Emang siapa sih yang ada didalem sampe ngebuat Raden emosi kayak gitu? pikir Carissa.
Carissa langsung celingukan kedalem warung itu dan menemukan oknum bernama Raina dan Gamma yang lagi makan bareng didalem warung.
Diliriknya malas cowok yang sekarang menekuk wajah karena kesal itu, "Jadi lo rela nahan laper karena ada Raina sama Gamma didalem.?"
"Lagian kenapa ada mereka disini sih."
"Emangnya kenapa kalo mereka berdua disini, ini warung makan umum kali jadi siapa aja boleh makan disini. Elonya aja yang lebay, mendingan kita gabung aja deh sama mereka berdua kayaknya pesenan mereka juga lagi dateng jadi kita masih bisa join sama mereka." ajak Carissa.
Raden langsung ngelepasin tangan Carissa yang narik tangannya buat diajak pergi, "Ogah ah, mendingan lo aja sana gabung sama mereka. Lebih baik gue nyari tempat makan yang lain aja." ujarnya sambil menyambar helm miliknya yang sengaja di taroh di spion motornya.
Carissa cepet-cepet nahan tangan Raden yang mau pakai helm, "Elo lebay banget sih, Jun. Mereka cuma makan bareng elah kenapa lo se-bete itu."
"Ya itu karena gue nggak suka Raina deket sama Gamma."
Langsung aja Carissa ngelipet dua tangannya didepan dada, "Terus ada hak apa lo buat marah kalo Raina sampe deket sama cowok lain, elo bukan siapa-siapanya Raina, Jun."
Wajah Raden langsung berubah pasi setelah mendengar perkataan Carissa, dia ngelirik cewek itu, "Makasih karena elo udah ingetin gue kalo gue itu bukan siapa-siapanya Raina jadi gue nggak berhak marah sama Raina kalo dia deket sama cowok lain. Ahaha lo bener banget."
"Jun, maksud gue nggak gitu."
Raden tersenyum tipis, "Lo tenang aja, gue nggak marah kok. Sekarang justru gue baru sadar karena omongan lo tadi." ujarnya lalu memakai helm dan naik keatas motor, "Ayok pulang, gue udah nggak laper lagi. Kalo elo laper kita cari warung makan yang lain aja."
Sebenernya Carissa nggak enak banget udah ngomong gitu sama Raden karena dia tau banget gimana kalo jadi Raden.
Seharusnya dia nyemangatin Raden biar bisa deket sama Raina bukannya malah bikin cowok itu patah semangat sebelum berjuang.
Meskipun hatinya juga sakit ngeliat cowok yang disukainya deket sama cewek lain tapi Carissa ikhlas kalo cewek itu adalah Raina, sahabatnya sendiri.
Dengan suasana yang udah nggak enak banget, Carissa cuma bisa nurut buat diajak cari makan di tempat lain sama Raden. Itung-itung nebus kesalahan karena mulutnya udah bicara sembarangan sama cowok itupun.
>
Setelah makan bareng keluarganya dan main game bareng Joko sama mas Rendy, Haidar langsung pergi ke kamar yang emang sengaja dibuatin khusus oleh Eyang utinya kalo sewaktu-waktu dia main kesana.
Cowok itu rebahan sebentar dikasur, "Kira-kira Raina udah pulang belum ya, apa gue telpon aja."
Digigit bibir bawahnya sebentar, "Tapi kalo Raina lagi dijalan gimana, kan bahaya."
Haidar udah tau kalo Raina biasa pulang bareng Raden, awalnya si dia nggak setuju karena rumah Raden tuh berlawanan arah sama rumah Raina jadi nanti cowok itu sendiri yang bolak-balik.
Tapi Rainanya mau ya Haidar bisa apa, suka-suka ibu negara.
Katanya gini, "Haidar, biarin aja Raden mau nganterin aku pulang. Nolak kebaikan orang lain itu nggak boleh loh jatuhnya dosa."
Haidar terkekeh mengingat akan hal itu, "Ya kalo sama Raden sih gue masih oke-oke aja."
Dinyalain ponsel miliknya yang bagian belakang ada kamera berjajar 3 itu, "Kalo diliat-liat sih Raden kayaknya suka sama Raina, yaiyalah orang dia sendiri yang bilang sama gue."
"Gue telpon nggak papa kali ya, udah jam 5 masa iya belum pulang si."
Setelah berpikir lama akhirnya Haidar nelpon Raina tapi nomer cewek itu nggak aktif ngebuat Haidar mengerutkan keningnya heran, "Nggak biasanya nomer Raina nggak aktif, biasanya aktif kok."
Haidar masih berpikir positif dan mencoba menghubungi nomer Raina sampe beberapa kali ngebuat dia frustasi sendiri.
"Ini aneh sih, nggak biasa kayak gini loh. Raina lo kemana."
Haidar langsung turun dari kasur dan jalan ke belakang pintu, "Apa gue telpon bunda Iren aja ya."
Tut-
"Assalamu'alaikum Haidar"
"Wa'alaikumsalam bunda"
"Tumben kamu telpon bunda, ada apa? Oh iya, kalian udah sampai di Bandung?."
"Iya bunda kita udah sampai di Bandung maaf telat ngabarin."
Diseberang sana Iren tersenyum, "Nggak papa kok, syukur deh kalo kalian sampai dengan selamat sampein salam bunda ke keluarga Eyang utimu ya. Oh iya kenapa kamu telpon bunda? Mau nanyain Raina ya, dia belum pulang nih tumben banget sampe lewat jam 5 gini-"
"Loh?! Raina belum pulang bun?!."
"Iya, mungkin ada jam tambahan kali jadi pulangnya telat. "
"Nggak mungkin bun, biasanya kalo ada jam tambahan dikasih tahu dulu sebelumnya."
"Oh gitu ya, yaudah bunda telpon Raina dulu ya."
"Nggak usah bun, Haidar tadi udah nelpon Raina kok." sahutnya.
"Terus Raina gimana, kok nggak bilang sama bunda kalo pulangnya telat."
Haidar ngegigit jari jemarinya cemas, dia takut bunda Iren bakalan khawatir kalo sampe tau nomer HP Raina nggak aktif. Dia harus nyari jawaban yang tepat nih.
Namun sebelum Haidar mau nyeletuk bunyi bel dirumahnya Raina kedengeran lewat sambungan telponnya, "Itu mungkin Raina, bun."
"Oh iya, bentar ya bunda bukain pintu dulu. Jangan ditutup dulu telponnya." pesan Iren pada Haidar sebelum dia jalan ke depan dan bukain pintu.
"Loh Raden kok kamu sendirian, Rainanya mana?." tanya Iren langsung, karena biasanya Raina bareng Raden.
"Assalamu'alaikum, Bunda." sebelum menjawab pertanyaan bundanya Raina cowok itu memilih untuk salim dulu itung-itung biar dinilai calon mantu idaman.
"Wa'alaikumsalam, Raina nya mana?."
Raden mengernyitkan keningnya, "Loh, bukannya Raina udah pulang dari tadi ya, Bun. Raden kesini mau ngasih buku paketnya Raina yang ketinggalan di kelas tadi."
"Emangnya Raina nggak pulang bareng kamu?."
Cowok yang memakai setelah hoodie berwarna mocca dilengkapi celana panjang serta memakai kacamata bening itu menatap bunda Raina takut, "Enggak bunda, emangnya Raina nggak bilang kalo pulang bareng-"
"Eh bentar-bentar tadi tante lagi telponan sama Haidar, bentar ya nak. Kamu duduk dulu aja."
Raden langsung duduk dikursi yang ada diteras rumah Raina "Iya, Bun."
Iren langsung nempelin ponselnya ke telinga, "Halo Haidar, kamu masih disana kan."
"Iya bunda, gimana Raina udah pulang?."
"Aduh ini gimana ya, Dar. Raina belum pulang nih yang barusan dateng itu Raden, dia kesini malah nyariin Raina katanya mau ngasih buku Raina yang ketinggalan dikelas."
Diseberang sana Haidar langsung ngambil posisi duduk, "Loh?! Biasanya Raden yang nganter Raina pulang Bun terus kalo nggak sama Raden, Raina pulang sama siapa?."
Iren melirik Raden yang lagi nyimak pembicaraannya dengan Haidar, bundanya Raina itu emang sengaja me-loudspeaker supaya Raden bisa denger suara Haidar diseberang sana.
"Raina pulang sama Gamma, Dar." sahut Raden.
"Apa?!! Kok bisa sama Gamma!." sentak Haidar diseberang sana ngebuat Raden sama bundanya Raina kaget.
"Gue telpon di hp lo aja deh, nggak enak sama bunda. Bunda, Haidar tutup telponnya dulu ya Assalamu'alaikum-TUT." cowok itu langsung nutup telponnya tanpa nunggu bundanya Raina ngejawab salamnya.
Tidak lama kemudian ponsel Raden bunyi dan udah bisa dipastikan kalo yang nelfon itu Haidar.
"Tante, Raden pamit ke depan dulu ya. Ada telpon dari Haidar."
Iren cuma bisa ngangguk, mungkin ada hal penting yang mau Haidar bicarain sama Raden maka dari itu Iren nggak banyak nanya.