"Cah bagos, gimana kuliahnya lancar?." tanya tantenya Haidar yang bernama Anggun. Adek kandung bundanya Haidar.
"Alhamdulillah lancar, Tante."
"Udah ada rencana mau ngelanjutin kemana gitu nggak setelah kuliah?." imbuh Rendy.
"Baru juga semester satu Ren, masih lama dia lulus kuliahnya." ujar bunda Agnes mewakili Haidar.
Cowok bernama Rendy itu nyengir lalu menggaruk pipinya, "Hehe iya juga sih."
Haidar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sepupunya yang baru aja pulang dari luar negeri itu, "Eh bang." panggilan Haidar ke Rendy membuat atensi semua orang yang ada dimeja makan itu menatap kearahnya.
"Naon?."
"Lo kan dari Amerika nih, kok nggak bawa bule kerumah sih."
"Ya gimana, gue masih suka yang lokal jadi ya nggak terlalu suka sama yang bule. Apalagi cewek Jawa manis-manis kan mana bisa gue beralih ke bule." jawab Rendy santai.
Haidar mengangguk setuju, "Iya juga sih, apalagi cewek solo manisnya minta ampun sampai rasanya gue nggak bisa kalau nggak ngeliat dia sebentar aja. Ini aja gue udah kangen ngeliat wajah cantiknya " ujar Haidar dalam hatinya.
"Heh! Haidar kenapa kamu malah ngelamun." Agnes segera menepuk punggung tangan anaknya.
"Hehe enggak kok, Bun."
"Kapan coba Eyang punya cicit dari kalian bertiga." celetuk Eyang uti pada Haidar, Joko sama Rendy.
Joko yang merasa masih muda sendiri mengabaikan perkataan Eyangnya, "Mas Rendy sama mas Haidar tuh, Eyang. Kalo Joko masih lama." ujarnya sambil memasukkan sesuap nasi kedalam mulutnya.
"Eyang juga nggak minta cucu dari kamu kok."
Semua orang di meja makan itu tertawa kecuali Joko yang kini menekuk wajahnya karena kesal.
"Gimana nih, nggak ada niatan mau ngasih Eyang cicit?."
Haidar yang merasa ditatap sama Eyang Utinya langsung menghela napas, "Haidar masih lama Eyang, masih semester satu."
"Kalo kamu, Ren?."
"Ya di tunggu aja Eyang sampai aku ngenalin calon sama aku Eyang."
Eyang uti tersenyum, "Yaudah lanjutin makannya."
"Kalo Haidar gimana, udah punya pacar belum?." kini giliran ayahnya Joko yang nanyain Haidar.
"Dia nggak boleh pacaran dulu sama aku sama mas Henderi." serobot Agnes saat Haidar mau menjawab pertanyaan adik iparnya.
Mendengar itu Haidar langsung menatap tajam kedua orang tuanya, "Apa, kamu nggak terima karena ayah sama bunda ngelarang kamu buat pacaran?." ucap Agnes setengah menantang.
Haidar milih pasrah dan ngelanjutin makannya, "Ya gimana Haidar pengennya langsung nikah, ya nggak Dar?." cowok itu langsung noleh saat ayahnya nambahin omongan bundanya.
"Emang udah ada calonnya, cah bagos?." tanya Eyang uti.
"Udah Eyang, anak temen aku yang sebelah rumah." jawab Agnes enteng karena Haidar nggak kunjung ngejawab pertanyaan Eyangnya.
"Oh cah ayu anaknya nak Irene itu ya?."
Agnes ngangguk, "Iya, yang setiap hari dateng kerumah main sama Haidar waktu masih kecil."
Eyang Utinya Haidar manggut-manggut lalu melirik cucunya, "Bener cah ayu itu yang bakalan jadi calon istri kamu, Dar?."
Haidar melirik semua orang yang ada di meja makan itu sebelum menjawab pertanyaan Eyang utinya, "Ehmmm iya, Eyang."
Eyang utinya Haidar langsung meluk Haidar membuat semua orang disana kaget termasuk Haidar nya sendiri, "Eyang seneng banget kalo cah ayu itu yang jadi calon istrimu nanti, Dar. Dijaga baik-baik hubungannya sampai nanti lamaran ya." ditepuk bahu cucunya gemas lalu balik ke tempat duduknya.
Haidar cuma bisa cengar-cengir melihat respon Eyang utinya.
>
Carissa yang baru aja keluar dari kelasnya langsung pergi ke perpustakaan menyusul Raden.
Cewek itu udah senyum-senyum sendiri ngebayangin kalo hari ini dia bakalan dianter pulang sama Raden karena Raina nggak bisa pulang bareng cowok itu.
Sebenernya Carissa suka sama Raden tapi ya milih buat suka dalam diam gitu karena Carissa tahu Raden udah suka sama cewek lain yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Raina.
Carissa nggak mau kalo Raden sampai tahu perasaannya, cewek itu cuma takut kalo Raden ngejauh setelah tahu ternyata Carissa suka sama dia.
"Mungkin dengan hubungan pertemanan ini suatu saat nanti lo bisa suka juga sama gue, Jun." gumam cewek itu.
"Ajun!." panggil Carissa begitu ngeliat Raden baru aja keluar dari dalem perpustakaan.
"Lho Raina mana?."
Pertanyaan Raden ngebuat senyuman di bibir Carissa luntur perlahan tapi cewek itu segera menutupinya dengan cengiran kudanya, "Hehe Raina udah pulang duluan, elo sih lama."
Mendengar itu Raden langsung mengerutkan keningnya, "Pulang duluan? Nggak biasanya Raina pulang duluan, dijemput atau-"
"Pulang bareng Gamma." potong Carissa.
Raden natap Carissa lalu tersenyum jail, "Elo bohongin gue ya."
Carissa mendengus, "Buat apa gue ngebohongin elo, sekarang lo cari Gamma deh kalo nggak percaya."
Raden ngerogoh saku celananya buat ngambil ponselnya sebelum ditahan sama Carissa, "Eh elo mau ngapain?."
"Mau nelpon Gamma buat mastiin kalo Raina lagi sama dia."
Persendian Carissa seolah lemas saat melihat Raden kelihatan khawatir banget sama Raina namun cewek itu masih berusaha menguatkan dirinya, "Segitu khawatirnya lo sama Raina, Jun." ucapnya dalam hati.
"Lo nggak percaya banget sih sama omongan gue, lagian buat apa sih gue bohongin elo. Raina emang udah pulang duluan sama Gamma."
Raden mendengus lalu memainkan kunci motornya, "Kok Raina bisa pulang bareng Gamma sih?." diliriknya cewek yang berdiri dihadapannya itu, "Ini pasti elo kan yang nyomblangin Raina sama Gamma, gue tau lo deket banget sama Gamma karena sering nyari event bareng maka dari itu lo ngejodohin mereka berdua." tuding Raden.
Carissa muter kedua matanya malas, "Kok elo nyalahin gue sih." ucapnya tidak terima.
"Terus gue nyalahin siapa. Kalo Raina sampe deket sama Gamma elo yang bakal gue salahin!."
Cewek itu masang kedua tangannya di pinggang rampingnya, "Salahin si Haidar lah, dia yang udah nyuruh Raina ngasih surat ijinnya ke Gamma. Karena Haidar mereka berdua bisa kenal dan sekarang pulang bareng. Gue cuma diajak sama Raina jadi gue nggak salah!." ucapnya lagi nggak terima karena Raden nyalahin dia atas kedekatan Raina sama Gamma.
Raden langsung ngegaruk rambutnya frustasi, "Jangan sampe Gamma juga suka sama Raina-"
"Emangnya kenapa kalo Gamma suka sama Raina, elo takut kesaing?."
"Itu elo tau."
Carissa cuma bisa tersenyum miris mendengar perkataan Raden, "Segampang itu elo ngomong kayak gitu didepan gue, Jun. Elo nggak mikirin hati gue yang sekarang lagi hancur?." ujarnya dalam hati.
Raden memutuskan buat langsung jalan ke parkiran ninggalin Carissa yang masih berdiri didepan perpustakaan.
"Lo ngapain ngikutin gue?." tanya Raden tanpa noleh ke belakang tempat Carissa jalan ngikutin dia.
"Lo nggak mau nganterin gue pulang gitu, Jun. Bis gue udah jalan 10 menit yang lalu."
Raden menghentikan jalannya lalu berbalik ke belakang, telunjuknya dia pakek buat nahan kening Carissa biar nggak nabrak dadanya, "Jadi dari tadi lo ngikutin gue karena pede mau gue anterin balik?."
Carissa langsung menggeleng, "Enggak-enggak, gue cuma minta lo anterin gue pulang hari iniiii aja. Yayaya." bujuk cewek itu sambil ngegoyangin lengan Raden ke kanan dan ke kiri.
Raden mencebikkan bibirnya, "Lo bareng Kenzo aja sana." tunjuknya pada Kenzo yang baru aja ngeluarin motornya dari parkiran.
"Ihhh ogah, lagian gue nggak deket banget sama Kenzo. Masa tiba-tiba gue minta dia anterin pulang sih."
"Ya terus kalau gue nggak mau nganterin lo gimana."
"Ajun lo tega sama gue?."
"Tapi gue mau cari makan dulu."
Carissa ngangguk semangat, "Boleh-boleh, kebetulan gue juga belum sempet makan siang tadi."
Raden ngelepas tangan Carissa di lengannya lalu jalan kearah motor matic dia dan ngelempar helm merah yang biasa dipakek Raina ke Carissa, "Pakek helm sendiri bisa kan."
Carissa cuma bisa senyam-senyum sendiri melihat Raden yang perhatian sama dia.
Ya kalau diliat-liat Raden nggak perhatian sama Carissa tapi cewek itu udah pedenya tingkat tinggi.