Pagi-pagi sekali Arya sudah siap untuk menjajahkan dagangannya. Sesuai yang sudah ia janjikan, tujuan pertamanya adalah sekolah milik bagas. Biasanya Arya lebih dulu berjualan di depan Sekolah dasar. Tapi karena ada sesuatu yang ingin ia sampaikan dengan Bagas, sehingga Arya harus lebih dulu menuju ke sekolah SMA.
Arya mendorong terlebih dulu sepedahnya dari halam rumah ke jalan. Sesampainya di jalan, Arya langsung menaiki sepedah untanya dan mengayuhnya.
Tiiiiin....
Arya terkejut, ia mengerem sepedanya seacara mendadak, karena motor matic berhenti tepat di hadapanya.
"Selamat pagi Mas Arya!" Sapa si pemilik motor yang sudah menghalangi jalannya. "Pagi-pagi udah mau berangkat aja!" Ucap Dewi dengan bibir yang melebarkan senyum menggoda.
"Kamu toh Wi!"
Dewi menstandarkan motornya, ia turun dan berjalan setengah berlari mendekati sosok pria gagah itu.
"Ada apa Wi?" Tanya Arya, raut wajahnya datar, saat melihat Dewi yang sudah berdiri tepat di depan sepedahnya.
Di setang sepada Arya, jari-jari lentik Dewi bermain-main seperti sedang mengetik papan keyboard komputer. Matanya intes memandang wajah maskulin Arya.
Yang dipandang mengrenyitkan dahinya.
"Mas Arya pulang jam berapa nanti?"
"Nggak pasti Wi!" Jawab Arya, "ada apa?"
"Tadinya sih, aku mau ajak mas Arya jalan-jalan pagi ini, tapi berhubung mas Arya udah mau berangkat, ya udah nanti aja nunggu Mas Arya pulang!" Jawab Dewi, bibirnya tidak berhenti nyengir.
"Jalan-jalan kemana?"
"Ya kemana saja, aku kan lama nggak keliling kota!" Jawab girl band korea dadakan itu. "Sekalian ajak Adnan!" Imbuh Dewi.
Arya terdiam, nampak ia sedang berpikir. "Kita lihat nanti saja ya Wi!" Arya sebenarnya ingin menolak, hanya saja ia merasa tidak enak untuk menyampaikannya sekarang. Mungkin jika sepulang berkeliling, ia bisa menggunakan alasan 'capek' untuk menolaknya.
Dewi mendengus, "mau dong Mas!" Bujuknya. "Pake motorku!" Dewi melirik sekilas motornya, dan kembali lagi menatap Arya.
Begitupun dengan Arya, ia juga mengikuti gerakan Dewi melirik motor.
"Maaf Wi, kayaknya nggak bisa, pulang keliling aku harus ke sawah!" Akhirnya Arya menolak ajakan Dewi. Bukan apa-apa ia hanya tidak ingin ada gosip. Mengingat ia yang sudah berkeluarga dan Dewi masih sendiri. Apa kata orang nanti, terlebih dengan Arya yang sedang galau dengan kabar istrinya. Tetangga pasti bakal berfikir yang bukan-bukan.
Seketika senyum Dewi memudar, rasa kecewa tergambar jelas di raut wajahnya. Sejak dulu ia sangat susah menaklukan pria yang tidak banyak bicara itu.
Sosok pendiam yang ada pada Arya, itu yang membuat Dewi sangat penasaran. Dari jaman dulu mereka masih remaja, dewasa hingga kini Arya sudah berkeluarga.
"Udah mau siang Wi, saya permisi dulu!"
Dewi tersenyum meski dipaksakan, kemudian ia menggeser tubuhnya untuk memberi jalan lewat pada Arya.
"Assalamualikum" ucap Arya.
Dengan rasa malas Dewi menjawabnya lirih, "walaikumsalam"
Arya kembali menaiki sepedah untanya, berlalu meninggalkan wanita seksi yang belum lama pulang dari luar negeri itu.
Sedangkan Dewi dengan segala kekesalanya, ia hanya mampu memandang aksesoris yang tersusun rapih menutupi punggung kokoh milik Arya.
Setelah beberapa menit, jarak desa Arya yang memang tidak jauh dari kota, akhirnya Arya sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah SMA bagas. Setelah menstandarkan sepedahnya, ia mengambil kursi plastik tanpa sandran, yang ia ikat di boncengan sepedanya.
Arya duduk di kursi, sambil menunggu para pembeli, dan Bagas yang mungkin belum sampai di sekolah.
"Halo Mas Arya...!" Suara seorang remaja putra membuat Arya sedikit tersenyum meringis. "Kok tumbuen pagi-pagi sudah sampai sini?" Tanya Yance dengan gayanya yangcentil. Sebenarnya namanya Yanto, cuma karena nama itu tidak singkron dengan kelakuannya yang feminim, sehingga teman-teman lebih suka memanggilnya Yance. Anehnya, Yance sangat suka bahka tidak pernah marah dengan panggilan itu.
"Iya ni!" Arya yang masih tersenyum nyengir menjawab singkat.
Yance dan temanya yang berjenis kelamin asli perempuan, berjalan mendekati Arya.
"Mau cari apa dek?" Tanya Arya pada teman Yance yang bernama Nining.
"Mau cari Karet Jepang mas!" Jawab Nining "ada kan mas?"
"Ada dek!" Arya menunjuk pada arah di mana ia menaruh benda yang dicari oleh Nining, seraya berkata, "Kalo Ikat rambut di sebelah situ!"
Nining dan Yance berjalan mengitari bagian belakang sepedah Arya.
"Aaauu... copot!" Yance berteriak, karena pada saat berjelan kepalanya terbentur kayu yang digunakan untuk menyusun dagangan Arya.
"Apa si Ce?" Nining memukul lengan Yance sambil melotot, "kamu sih meleng!" Ucapnya, karena Nining melihat Yance tidak berhenti memandang Arya saat berjalan ke arah yang ditunjuk Arya.
Semantara Arya hanya tersenyum maskulin, sambil menggelang-gelengkan kepalanya.
Beberapa saat kemudian satu demi satu, anak anak remaja putri ramai mendatangi dagangan Arya. Arya terlihat sibuk meladeni berbagai macam pertanyaan yang ditujukan padanya.
"Ning ini bagus deh!" Ucap Yance sambil menunjukan jepit rambut berbentuk bunga dengan ukuran besar.
Nining yang sedang memilih-milih benda yang ia cari melirik pada jepetan itu, "terlalu rame, aku nggak suka!"
Yance memanyunka bibirnya, "bagus Ning, jadi pingin manjangin rambut, biar tiap hari bisa beli sama mas Arya!" Ucapnya sambil melirik Arya yang sedang sibuk melayani pembeli.
Nining menaru jari telunjuknya di atas kening, dan menggeser sedikit, "dasar seteres!" Ucapnya.
Sementara di pinggir jalan, tidak jauh dari sepedah Arya yang sedang di kerumuni anak-anak berseragam putih abu, terlihat sebuah mobil mewah baru saja diberhentikan oleh pengemudinya.
Di dalam mobil, terlihat ibu Ratna sedang membuka kaca mata hitam yang ukuran lensanya habir menutupi sebagian wajah cantiknya. Bibirnya tersenyum simpul, dan matanya tidak berkedip melihat senyum Arya yang sedang sibuk dikerumuni para siswi.
"Assalamualaikum" salam dari Bagas pun tidak dengarnya oleh wanita elegan itu.
"Bu..!" Bagas menaikan nada suaranya, "Assalamulaikum!" Ia juga mengulang salamnya.
"Eh... iya!" Ibu Ratna tersentak, ia mengulurkan tangan kanannya, yang kemudian di sambut oleh Bagas. "Walaikumsalam" ibu Ratna menjawab namun pandangannya tetap tertuju pada pria gagah itu. Arya.
Dengan wajah yang ditekuk, Bagas turun dari mobil setelah ia mencium punggung tangan ibunya. Menyampirkan tas gendong di sebelah pundaknya, kemudian Bagas berjalan menghampiri sosok Arya.
Saat sudah berada di dekat Arya, bagas hanya diam dan berdiri mematung. Entah kenapa hatinya berdebar kencang, saat melihat senyum Arya yang terus mengembang sambil meladeni para pelanggannya. Ia tidak langsung mengahampiri Arya, karena tidak ingin mengganggu kesibukannya.
Namun Arya tiba-tiba saja menyadari kehadiran Bagus saat sekilas menoleh padanya.
"Adek-adek tunggu sebentar ya!" Pamit Arya, kepada para rema putri itu. Kemudian Arya berjalan menerobos kerumunan rema putri itu, untuk mendatangi Bagas. Rasa kecewa langsung tergambar di raut wajah mereka.
"Udah dari tadi dek?" Sapa Arya saat ia sudah berdiri tepat di hadapan Bagas.
Bagas mencoba menetralkan debaran dadanya, yang semakin mengencang saat Arya menyapanya. "Barusan mas!" Jawabnya. "Oia katanya ada perlua sama saya?" Tanya Bagas mengingat prihal SMS yang dikirim Arya semalam.
"Iya dek...!" Arya menoleh pada pohon pesar dan rindang, yang letaknya tidak terlalu jauh dari mereka berdiri. "Kita ngobrol di sana saja!" Usul Arya sambil menarik pergelangan tangan Bagas.
Yang ditarik jantungnya seperti mau copot, bulu kudugnya seakan berdiri saat tangan kasar Arya mencengkeram pergelanganya.
Aski tarik tangan itu sempat membuat para sisiwi yang melihat menatap heran. Terlebih dengan Yance, ia langsung memicing kan bibirnya melihat Arya dan Bagas yang terlihat akrab. Tanda tanya besar muncul di otaknya.
"Memangnya ada sih mas?" Tanya Bagas saat mereka sudah berada di bawah pohon akasia yang rindang.
Terlihat tangan Arya merogoh saku kemejanya, dan mengambil sesuatu di dalam sana. Ia kembali menarik pergelangan tangan Bagas, sambil menempelkan amplop di telapak tangan Bagas. "Maaf dek, sepertinya ini kebanyakan, saya udah ambil sesuai dengan nilai barang-barang yang rusak kemaren, dan sisahnya aku kembalikan saja"
"Tapi kami ikhlas kok mas!" Bagas berusaha mengembalikan amplop itu namun Arya tetap menolaknya.
Adegan saling dorong ulur amplop itu membuat Ibu Ratana yang dari tadi masih berada di mobil merasa penasaran.
Ibu Ratna membuka pintu mobil, ia berjalan dengan anggun menghampiri Arya dan Bagas.