Apa yang dilakukan gadis berambut sepinggang itu masih ada hubungannya dengan kegiatan akhir-akhir ini yang sedang ia sukai. Bahkan saking sukanya, ia mengabaikan beberapa temannya yang dengan jelas berada didepannya sedang mengerjakan tugas kelompok. Zara terlalu fokus dengan novel yang baru dia pinjam sebelum pulang sekolah tadi, hingga membuat Annette berbicara keras lantaran Zara tidak mendengarkan celotehan panjangnya dari tadi.
"Tugas Bahasa Indonesia itu sudah lewat, kenapa kau masih sibuk dengan novel, sih?! Tugas kelompok ini tidak ada hubungannya dengan buku bacaan!" kesal Annette.
Sadar dengan suara Annette, Zara segera menutup novelnya dan menghampiri ketiga temannya yang sedang duduk lesehan. Seperti tidak punya salah, Zara duduk dan mulai membantu kelompoknya mengerjakan tugas prakarya. Untungnya, sifat mengeyel Zara sedang tidak ada pada dirinya. Dia paham jika memang dirinyalah yang bersalah.
Empat remaja itu terdiam, mereka semua fokus dengan apa yang mereka kerjakan saat ini. Tugas prakarya membuat lampion benang cukup menyulitkan mereka, pasalnya kesulitan selama membuat ada pada balon yang mereka gunakan. Ini kesalahan salah satu anggota kelompok yang salah membeli balon dengan ketebalan yang sangat minim, membuat balon itu terus meledak ketika dililit dengan benang wol. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan juga semakin banyak, padahal ini sudah menjelang malam hari. Tersisa ada dua balon, mereka mengerjakan prakarya dihari itu juga hingga selesai. Usaha yang dibutuhkan pun juga lebih besar, sampai-sampai mereka bekerja dengan gerakan yang sangat pelan.
Total sekitar tiga jam waktu yang mereka lalui, dan saat ini keempat remaja itu menggunakan waktu yang tersisa untuk beristirahat sembari membersihkan sisa kotoran yang berserakan dirumah Annette. "Sudah, kumpulkan saja diplastik itu, biar aku yang membuangnya nanti. Kalian beristirahatlah," titah sang pemilik rumah pada ketiga temannya.
Masing-masing menghela nafas lega setelah semua tugas kelompok ini bisa terselesaikan dalam waktu satu hari saja—bahkan selesai kurang dari enam jam. Padahal tugas itu masih dikumpulkan sekitar tiga hari lagi, tapi memang lebih baik begini, jadi mereka tak perlu dikejar waktu untuk mengerjakan prakarya ini.
Dua anggota dari kelompok mereka lebih dulu berpamitan, ya Zara masih betah berada dirumah Annette. Dia masih bermain dengan ponselnya—terlalu lelah jika harus membaca novel. Tidak ada angin maupun hujan, tiba-tiba saja Annette melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat Zara menghentikan kegiatan bermain ponselnya.
"Aku penasaran, selama kau pindah disekolah kita saat ini, kau tak pernah menceritakan tentang sekolah lamamu. Memang, dimana kau bersekolah dulu?" tanya Annette.
Zara melihat Annette dari ekor matanya, dia terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya. "Untuk apa aku menceritakan sekolah lamaku? Letaknya jauh, kau tak akan mengerti," Zara menjeda kalimatnya, membenarkan posisi duduknya agar terasa lebih nyaman. "Dan alasan aku pindah ke sekolah yang saat ini, karena toko kue ibuku. Toko kue itu harus tetap hidup, karena itu ibuku mencari letak yang bagus untuk mendirikan tokonya. Ternyata, juga tidak terlalu jauh dengan jarak sekolah kita saat ini," ucap Zara lagi.
-
-
-
"Daa, aku pulang dulu,"
Zara akhirnya pamit dari rumah Annette setelah tiga puluh menit beristirahat disana. Sekarang sudah pukul setengah delapan malam. Sebenarnya Zara tidak terlalu takut untuk pulang sendiri dijam seperti saat ini. Dia tidak takut jika ada hal aneh yang berbau mistis yang mencoba mengganggu perjalanan Zara pulang. Dirinya hanya takut jika ada orang jahat yang akan mengganggunya.
"Semoga Mama tidak memarahiku ketika sampai rumah," harapnya saat melihat jam ponselnya.
Zara berani bersumpah jika saat ini jantungnya berdegup kencang memikirkan nasibnya ketika sampai rumah nanti. Besar kemungkinannya jika dia akan kena marah sang ibu. Zara juga tidak akan menampik jika ibunya akan marah karena dia yang pulang telat, ditambah dia lupa memberi tahu sang ibu jika akan mengerjakan prakarya dirumah Annette. Masih belum tahu, apakah ibunya akan percaya ketika Zara menjelaskan alasannya yang sebenarnya.
Tinggal beberapa meter lagi Zara sampai pada rumahnya, dari kejauhan seratus meter bisa ia lihat ada mobil hitam yang terparkir didepan toko ibunya. Entahlah, Zara tidak tahu siapa pemilik mobil itu, mungkin dia adalah pembeli roti dan kue ibunya. Semoga saja pembeli itu membeli jumlah yang banyak, agar suasana hati sang ibu juga bahagia dan mengurangi rasa kesalnya ketika melihat Zara pulang terlambat. Hingga sampai tepat didepan toko kue sang ibu, Zara mengambil nafas panjang sebelum membuka pintu kaca itu. Ibunya masih berbicara dengan pembelinya, gadis itu sempat melihat ke arah tangan sang pembeli. Tidak banyak yang dibeli, mungkin malam ini memang bukan keberuntungannya.
"Assalamualaikum," Zara berjalan mendekat ke arah dua wanita itu.
"Waalaikumsaam," ucap sang ibu dan pembeli bersamaan.
Gadis itu sempat terhenti sebentar ketika melihat ibunda Bara yang sedang berbincang dengan sang ibu. Sebagai anak yang memiliki sopan dan santun, dia mencium tangan kedua wanita dewasa itu. Disaat itu juga, Zara langsung diberikan pertanyaan perihal keterlambatan pulangnya.
"Kenapa baru pulang jam segini? Ini sudah terlalu malam untuk anak SMA pulang sekolah, apalagi kamu ini perempuan," ucap sang ibu.
Benar, 'kan, apa yang Zara katakan? Walaupun tidak terlihat terlalu marah, tapi nada bertanyanya sang ibu sedikit lebih tinggi dari biasanya. "Maaf, Ma. Zara lupa mengabari Mama, jika Zara tadi sedang mengerjakan tugas prakarya di rumah Annette," ucapnya dengan jujur.
Mendadak saja, tangan ibunda Bara mengelus pucuk kepalanya. Jika dari Zara yang sedang membaca keadaan, sepertinya ibunda Bara ini ingin menolong dirinya agar tidak dimarahi oleh sang ibu. Terbukti ketika senyuman hangat yang keluar dari wajahnya dan tutur lembur dari birainya, bisa membuat sang ibu juga ikut menampilkan senyuman hangat. "Anak remaja pasti begini, Bu. Mungkin karena mereka terlalu asyik bersama teman, jadi lupa mengabari ibunya yang khawatir. Hanya saja, lain kali tidak boleh terulang lagi," ucapnya bersamaan melepaskan tangannya dari kepala Zara. "Bara juga pernah seperti itu," sambungnya.
Wah, tidak ibunya, tidak anaknya, keduanya sama baiknya. Saat kalung Zara sempat hilang, Bara membantu dirinya terhindar dari amarah sang ibu, dia sampai rela berbohong hanya untuk melindungi Zara. Dan sekarang, ibunya juga membantu Zara menghindari amarah sang ibu. Sebenarnya memang belum tahu, apa ibunya akan marah ketika Zara menjelaskan yang sebenarnya. Tapi jika begini, Zara akan mengurangi perilaku jahilnya pada Bara, dan akan bersikap baik pada laki-laki itu. Bagaimanapun juga, dia memiliki utang budi pada Bara dan ibunya.
"Hehehe," tawanya kecil. "Iya, tante, Zara tidak akan mengulanginya. Maaf ya, Ma,"
"Ya sudah, sekarang kamu pulang ke rumah. Mandi, lalu setelah itu makan," titah sang ibu.
"Iya, Ma,"