Chereads / I Choose Basketball / Chapter 11 - Rainbow Cake

Chapter 11 - Rainbow Cake

"Baiklah, hari ini adalah waktunya untuk mencuci semua pakaian,"

Gadis yang tengah berkacak pinggang itu berdiri didepan ember hitam yang berisikan pakaian miliknya dan sang ibu. Padahal seperti yang dilihat sebelumnya, cuaca hari ini tidak seratus persen mendukung untuk bisa mengeringkan pakaian. Tapi, ya tetap Zara lakukan, karena sudah jadwalnya untuk mencuci.

Semua pakaian yang baru saja terendam air sabun, disisihkan sebentar, selagi dia akan bermain dengan ponselnya. Memang begitulah Zara, jika sudah ditinggal bermain ponsel, mungkin yang tadinya hanya akan merendam selama lima menit menjadi tiga puluh menit. Dan bahkan pernah sampai tertinggal karena Zara tertidur, membuat sang ibu yang akan menggantikannya untuk menyelesaikan semua cucian Zara.

Didalam kamarnya, dia medengar suara ketukan pintu rumahnya. Mengingat sang ibu sedang di toko, sudah pasti jika dirinyalah yang harus menerima tamu. Lantas. dia bangkit dari ranjangnya, dan berjalan menuju pintu utama rumahnya. Alangkah terkejutnya saat edua maniknya melihat presensi gurunya yang tersenyum.

"Eh, bapak. Selamat pagi, pak," sapa Zara.

Sedetik kemudian, Zara menyuruh gurunya itu untuk duduk disofa terlebih dahulu, dia akan memanggil ibunya, karena sudah sangat jelas jika yang dicari adalah ibunya. "Sebentar ya, pak. Saya panggilkan ibu saya," ucapnya yang berjalan dengan sopan keluar rumah menuju toko.

Beberapa langkah dari rumahnya, akhirnya Zara membuka pintu toko. Tak langsung menghampiri sang ibu, Zara justru berkeliling sebentar, melihat-lihat isi toko kue ibunya ini. Terkadang tingkah gadis ini memang tak bisa ditebak. Entah yang dilakukannya sengaja atau tidak, hanya Zara yang tahu.

"Sudah selesai mencucinya?" tanya sang ibu tiba-tiba.

Gadis itu menggeleng tanpa melihat kedua obsidian sang ibu. Dia membalikkan tubuhnya menghadap ibunya yang berdiri tepat dibelakang tubuhnya. "Justru karena Zara datang ke sini ingin memberitahu penyebab terhambatnya kegiatan mencuci Zara," Zara memberi jeda pada ucapannya. Dia mengambil salah satu permen yang berada dimeja kasir yang biasa digunakan untuk kembalian jika tidak ada uang pas. "Calon suami Mama sedang bertamu," sambungnya.

"Siapa?" tanya sang ibu.

"Mama lihat saja langsung,"

Sedetik kemudian, ibunya langsung melepas celemek yang dipakainya. Meninggalkan Zara yang masih berdiri didepan kasir sendirian. Sebenarnya wanita itu sedikit ragu dengan ucapan putrinya. Untuk sampai detik ini saja, sama sekali belum ada niatan dirinya untuk mencari seorang ayah sambung untuk Zara.

Dari depan rumahnya, dia melihat ada sepatu pantofel berwarna hitam yang tertata dengan rapi. Tak ada ekspektasi apapun dikepalanya, dia hanya melangkah masuk dan melihat seorang laki-laki yang dia kenal, yang tak lain adalah guru dari anaknya. Dirinya duduk pada sofa lain sembari menyapa laki-laki itu. Wah, perkejaannya bisa tertunda cukup lama jika tamunya adalah laki-laki yang menyukai dirinya.

Bertepatan dengan sang putri yang baru saja memasuki rumah, dengan perintah yang lembut, ibunda Zara menyuruh Zara untuk membuatkan minuman untuk gurunya. Dan nampak dilihat dari wajah putrinya, Zara justru semangat melihat ibunya berada diposisi saat ini.

Gadis itu melangkahkan kakinya menuju dapur guna membuatkan minuman untuk tamu ibunya, yang tak lain adalah gurunya sendiri. Dia bukan gadis yang kurang ajar, kok, meskipun di sekolah dia dengan guru itu sangat akrab.

Kurang dari lima menit, akhirnya Zara keluar dari dapur membawa penampan berisi satu gelas minuman berwarna untuk gurunya itu. "Silakan, pak," ucapnya sembari meletakkan minumannya.

Tidak meninggalkan sang ibu sendirian, Zara akhirnya terduduk tepat disamping ibunya. Mendadak, dia melihat ada tas coklat yang dibawa gurunya dan diletakkan tepat disebelah kaki laki-laki itu. Seketika kepalanya memiliki ide.

"Bapak darimana mau kemana?" tanya Zara.

"Dari rumah, sengaja ingin datang ke sini," jawab guru itu dengan senyuman yang terarah pada ibunda Zara.

"Wah, berarti tas yang bapak bawa, untuk Mama saya, dong?"

Astaga, Zara ini gamblang sekali jika bicara, membuat sang ibu sampai menepuk pelan pahanya karena terlalu lancang. Tapi, untuk Zara sendiri tidak masalah, karena merasa sangat dekat dengan gurunya. Saat ini, dirinya malah tertawa kecil, seperti tidak ada yang salah dengan apa yang dia ucapkan beberapa detik lalu.

Guru itu sontak terkejut, dia mengambil tas yang tadi disebutkan Zara dan meletakkannya di atas meja. Tas itu juga didorong mendekat ke arah ibunda Zara. "Oh iya, Zara benar," guru itu menjeda ucapannya, dirinya menarik nafas sebelum melanjutkan ucapannya. "Ini saya bawakan kue pelangi, atau Bahasa Inggrisnya rainbow cake," sambungnya.

Layaknya mesin canggih, dua kepala wanita disana menengok bersamaan dan saling bertukar pandang. Arti dari pandangan itu sendiri sudah jelas mengartikan kebingungan yang terjadi saat ini, lantaran isi dari tas itu adalah salah satu jenis roti yang sama halnya dijual di toko miliknya. Terjadilah senyum kecanggungan diantara Zara dan ibunya.

-

-

-

"Lain kali tidak boleh seperti itu, ya," tutur sang ibu.

Sepulangnya sang guru dari rumah mereka, Zara melanjutkan kegiatan mencucinya. Mungkin sudah sekitar hampir satu jam pakaiannya direndam dengan air sabun. Tapi, sekarang sudah selesai, bahkan sedang dijemur oleh Zara di halaman belakang rumah mereka.

"Iya maaf, Ma. Zara 'kan tidak tahu jika isi dari tas itu adalah rainbow cake," ucap sang putri.

Sesaat keheningan menemani mereka, Zara masih menjemur, sedangkan ibunya tengah memotong sayuran yang akan dimasak sebagai menu sarapan mereka. Tadinya Zara pikir topik tentang gurunya itu sudah berakhir, rupanya sang ibu masih melanjutkan rasa penasarannya yang ditumpahkan dengan sebuah pertanyaan pada Zara.

"Memangnya, gurumu itu tidak tahu jika Mama memiliki toko kue?"

Menghentikan kegiatannya sebentar, Zara berjalan menuju sang ibu, dan duduk dikursi dekat ibunya. "Menurut Zara, seharusnya dia sudah tahu. Toh, dia datang ke sini bukan hanya tadi saja. Mungkin, dia tidak tahu jenis kue apa saja yang kita jual," jelas Zara menurut pemikirannya.

"Mung—" ucapan ibunya terputus karena disela lebih dulu oleh Zara.

"Atau karena cinta itu buta? Yang dilihat dan diperhatikan oleh Pak Agus, hanya Mama seorang," ledeknya yang segera menjauh dari sang ibu, takut jika ibunya akan membalas kejahilannya itu dengan melempar batang sayur.

"Astaghfirullahaladzim, Zara. Sudah, lanjutkan saja menjemurnya. Kebiasaan sekali menggoda Mamanya," ucap sang ibu.

Memang dasar Zara. Entah, apa diluar sana ada juga yang sering meledek ibunya seperti Zara ini atau tidak. Meskipun begitu, ibunya tidak pernah menganggap serius ucapan Zara yang semacam itu. Sudah tahu bagaimana sifat putri semata wayangnya ini. Ibarat kata, jika tidak menggoda ibunya, tidak akan merasa puas. Senang, memiliki anak seceria Zara ini, setiap harinya bisa dijadikan obat lelah.