Chereads / I Choose Basketball / Chapter 12 - Donat

Chapter 12 - Donat

Ini sudah pukul tujuh kurang lima belas menit, tapi kenapa kelasnya masih sepi saja? Tunggu, hari ini tak ada jadwal menuju laboratorium, 'kan? Iya, memang, jam pertama adalah mata pelajaran Biologi. Semua tas temannya juga tidak ada, Zara hanya yakin jika temannya pasti belum ada yang tiba di kelasnya lebih dulu.

Zara menaruh tasnya dan hanya diam terduduk sembari bermain dengan ponselnya. Tidak ada kegiatan lain yang bisa dia lakukan pagi ini, kecuali bermain ponsel. Menghabiskan waktu lima belas menit hanya dengan berdiam diri, akan terasa lebih lama. Sudah pasti sifat alamiah manusia akan muncul, yaitu bosan.

Andai kedua temannya itu sudah datang lebih awal, Zara juga tak akan bermain dengan ponselnya. Tentu saja dia akan memilih bercerita bersama Annette dan Cleo. Meskipun dia tahu Annette akan berisik jika sedang bercerita, setidaknya dia tak merasa kesepian.

Karena merasa bosan bermain ponsel, akhirnya Zara memilih untuk keluar kelas. Tidak sepenuhnya keluar, dia hanya berdiri didepan pintu untuk melihat keadaan sekolahnya yang semakin lama semakin ramai akan siswa dan siswi yang memasuki kelasnya masing-masing. Jika dilihat dari jam tangannya, memang sudah tinggal lima menit lagi untuk pelajaran pertama segera dimulai. Kalau begini, memang dasar satu kelasnya yang malas sekolah.

"Oh," Zara terkejut ketika melihat kapten tim basket tengah berjalan. Cukup kagum dengan caranya membawa tas hitam itu, yang hanya menggunakan satu bahu. "Pagi, kapten," sapanya.

Hal itu membuat Sadam berhenti seketika tepat dihadapan Zara. Jujur saja, dia sedikit terkejut ketika menyadari sapaan Zara. Tidak biasanya Zara akan menampilkan senyum secerah itu. Sebagai balasannya, Sadam hanya mengangguk kecil dan tersenyum singkat.

"Pagi juga, Zara," Sadam membalas sapaan gadis itu.

Karena laki-laki itu pikir tak akan ada topik pembicaraan lagi diantara keduanya, Sadam berencana untuk kembali melangkahkan kakinya menuju kelas. Tapi, baru satu langkah maju, suara Zara kembali memasuki rungunya.

"Tali sepatumu terlepas," ucap Zara.

Kalimat itu adalah kalimat candaan yang sama ketika Zara bertemu dengan Bara dilapangan basket kala itu. Gadis itu belum menyadarinya sama sekali, dia masih terfokus untuk mengerjai Sadam.

Laki-laki itu sampai menundukkan kepalanya, untuk memastikan kebenarannya. Bola matanya menatap sebentar pada kedua sepatunya. Dia sadar jika sepatunya itu tidak bertali. "Tapi sepatuku tidak bertali," ucapnya dengan intonasi yang terdengar kelewat lembut.

"Bahkan, aku tidak melihat sepatumu saat mengatakannya," akunya sembari melipat kedua tangannya didepan dada.

Entah ekspresi apa yang harus Sadam tunjukkan setelah Zara berkata jujur. Satu hal yang baru saja Sadam sadari jika Zara adalah gadis jahil yang sering mengerjai orang disekitarnya. Mungkin dilain kesempatan, Sadam yang akan berganti mengerjai Zara.

Sadam hanya mendengus kecil, dia tidak marah ataupun kesal. Dia tengah memutar otak ketika melihat gaya Zara yang merasa sangat hebat. "Kalau begitu, rokmu juga terlihat merah. Apa kau sedang dalam periodemu?"

Buru-buru Zara melihat pada rok belakangnya. Demi terumbu karang, Zara terlihat sangat panik. Sampai dia melihat tak ada yang salah dengan roknya, dengan cepat dia memberikan tatapan tajam untuk Sadam, dan mendengar kalimat yang laki-laki itu lontarkan.

"Bahkan, aku tak bisa melihat rok bagian belakang milikmu,"

Ya ampun, rupanya Sadam langsung membalas kejahilannya tadi terhadap laki-laki itu. Untung saja Sadam itu adalah laki-laki tampan, mungkin jika tidak, sudah Zara lontarkan banyak sumpah serapah untuknya.

"Pergilah ke kelasmu," ucap Zara yang lebih dulu meninggalkan Sadam.

Sisa lima menit bel sekolah akan berbunyi, yang menandakan jam pelajaran akan segera dimulai. Seluruh kelas segera terisi penuh oleh para murid yang sengaja datang dengan sisa waktu yang cukup sedikit. Itu dapat dibuktikan dengan cara berjalan mereka yang sangat santai dan tenang karena tidak khawatir akan telat. Tak terkecuali Annette. Gadis itu memang tak pernah khawatir saat tiba disekolah dengan sisa waktu lima menit.

Ketiganya kini hanya terdiam saja, karena memang tak ada topik apapun yang sedang ingin dibahas. Cleo yang sibuk dengan mainan slime yang dia bawa, Zara yang memilih untuk bermain ponsel, dan Annette yang akan sibuk merapikan penampilan. Ketiga gadis itu memang memiliki dunianya sendiri.

"Kalian sudah tahu atau belum?" suara Annette mendadak memecahkan atensi Zara dan Cleo dari benda yang mereka bawa. "Beberapa hari lalu, siswa yang bertengkar itu adalah laki-laki bisu itu," lanjutnya.

"Laki-laki bisu?" tanya Zara dan Cleo bersamaan.

Annette mengangguk, dia menutup cermin kecil yang selalu dia bawa didalam tasnya. Lantas menatap kedua sahabatnya secara bergantian sebelum kembali melanjutkan ceritanya.

"Iya. Teman sekelas Yohan," jawabnya.

Butuh beberapa detik untuk Zara mengetahui siapa siswa yang Annette maksud. Kepalanya sudah membayangkan satu wajah yang tak asing baginya. Lagipula, yang Zara tahu tentang laki-laki bisu dan teman sekelas Yohan, hanyalah Bara. Dan dari situ, Zara baru menyadari luka yang Bara dapatkan, dan sikap Bara dihari itu. Pasti ada hubungannya dengan perkelahiannya yang membuatnya berkata menyakitkan pada Zara.

"Kau serius?" Zara kembali bertanya untuk memastikannya.

"Sejak kapan aku memberi informasi palsu? Yohan sendiri yang menceritakannya padaku,"

Mungkin aku yang salah karena mengganggu ketenangannya—batin Zara.

-

-

-

Bus baru saja berhenti di halte dekat rumahnya, Zara bergegas turun dari sana dan berjalan menuju rumah. Andai tadi menerima ajakan Annette untuk membeli jajanan yang sedang dicari banyak orang, saat ini pasti masih berada disana. Zara sedang tidak ingin pulang telat, dua juga belum meminta izin pada sang ibu. Tidak ikut Annette saja sudah sangat sore untuk sampai rumah, lantaran ketika perjalanan tadi, sempat terjadi adanya kecelakaan lalu lintas membuat keadaan jalan sedikit macet.

Tunggu dulu, dia akan mampir ke toko kue sang ibu sebentar. Mendadak Zara ingin memakan sesuatu yang manis untuk mengembalikannya staminanya yang hilang. Mungkin dia akan mengambil cokelat batangan yang diletakkan dilemari pendingin.

"Tidak ingin mengambil lagi?" tanya sang ibu ketika melihat Zara berhasil mengambil cokelat dan roti yang dia inginkan.

"Sudah cukup, Mama. Zara pulang dulu," jawabnya.

Baru keluar dari pelataran toko sang ibu, mendadak langkahnya terhenti ketika ada yang mencegahnya. Gadis itu cukup terkejut, jantungnya saja berdetak cukup cepat. Bibirnya sampai tertutup rapat ketika melihat Bara berada didepannya. Wah, ada kepentingan apa laki-laki itu datang?

Beberapa detik keduanya hanya saling diam dan bertukar pandang. Akhirnya, Bara lebih dulu memutuskan pandangannya, dan mengulurkan tangan kanan yang membawa bungkusan. "Aku minta maaf, jika ucapanku saat itu menyakitkanmu. Aku benar-benar tak tahu," ucapnya.

Zara seperti sedang melakukan adegan disalah satu drama saja. Sebenarnya merasa geli juga berada diposisi seperti ini, tapi rasa itu dia abaikan ketika melihat bungkusan yang Bara arahkan padanya. Bukan ingin menolak, hanya saja bungkusan yang Bara bawa berasal dari toko ibunya. Nama sang ibu terpampang jelas di kardus itu.

"Kau tak ingin memaafkanku?" dia menjeda ucapannya sebelum mengerutkan dahinya dengan tatapan kebingungan. "Memang aku tak mengetahui apa yang kau suka. Tapi, karena aku pikir kau adalah seorang perempuan, jadi kuberikan donat ini untukmu. Sebagai ucapan permintaan maafku," sambungnya.

Gadis itu mengigit bibir bawahnya, "B-bukan begitu. Tapi, kau membeli donat ini di toko ibuku," balasnya yang justru melihat Bara membelalakkan kedua matanya.