Chereads / Love 360° / Chapter 3 - Chapter 3 - Anak Misterius (?)

Chapter 3 - Chapter 3 - Anak Misterius (?)

"Kak, berhenti sebentar dong. Adek mau beli sesuatu di mart dulu nih."

"Oke, bentar ya Dek."

Kakakku memperlambat laju motornya dan segera menepikan motor ninja yang gede itu ke tepi kiri.

"Kak mau nitip gak? Adek haus mau beli minuman, Kakak mau es krim atau minuman? Biar sekalian Adek beliin."

"Es krim aja Dek, yang rasa strawberry."

"Oke sip."

Aku segera pergi ke minimart untuk membeli minuman dan es krim, saat baru menginjakan kakiku di lantai mart dan hendak menyentuh gagang pintu, Aku melihat ada Seorang Anak kecil yang tengah menangis sesenggukan di dekat pintu mart.

Berbagai macam pertanyaan muncul dalam hati sanubariku, apa Anak ini tersesat? Apa Dia ditinggalkan? Atau Dia sedang menunggu Orang tuanya di sini? Tanpa pikir panjang lagi, Aku segera menghampiri Anak itu lalu berjongkok di depannya.

"Dek, Adek kenapa nangis di sini?" Tanyaku pelan dengan suara lemah lembut.

"Aku mau jajan... Hiks..."

Anak kecil berjenis kelamin Perempuan itu mengucek-ngucek matanya dan terus menerus merengek. Aku memutar kepalaku ke kanan dan ke kiri demi mencari sosok Seseorang yang kuduga sebagai Orang tuanya, namun ini aneh, Orang-orang di sekitarku tampak tak peduli dengan keberadaan anak ini.

"Ya sudah, Adek mau jajan kan? Yuk ikut Kakak ke dalam, Kakak juga mau jajan nih."

Bocah kecil yang kutafsir berumur antara 6 sampai 7 tahun itu berhenti menangis, Dia terdiam sebentar lalu meraih tanganku. Aku menuntunnya masuk ke dalam mart, dengan riangnya Dia berlarian kesana-kemari menyomot setiap jajanan.

"Hei Dek, santai saja! Jangan lari-larian nanti jatuh loh."

Aku mengambil minuman jus rasa mangga dan es krim rasa strawberry, segera saja Aku menuntun kembali Anak itu dan menuju kasir.

"Adek jajannya udah segitu aja?" Tanyaku padanya ketika sudah dihitung oleh Mbak kasir.

Anak itu hanya mengangguk, Dia mengambil berbagai macam jajanan yang jika ditotal senilai 67 ribu rupiah. Sementara jajananku dan Kakakku saja hanya 10 ribu saja, tapi tak apa lah. Yang penting Dia gak akan nangis lagi karena kelaparan kan?

Aku menggandeng kembali tangan mungil anak itu sambil menenteng dua kresek jajanan. Setelah keluar dari mart, kuberikan sekantong jajanan miliknya lalu berniat untuk bergegas pergi ke tempat di mana Kakakku parkir tadi. Namun Anak itu mencegahku dan menarik-narik tanganku, mau tak mau Aku berbalik melihatnya lagi dan mendengarkan apa yang ingin Dia katakan.

"Maaf Dek, Kakak harus pulang. Dan Kakak juga gak bisa bawa Adek bersama Kakak, ntar bagaimana kalau Orang tuanya Adek nyariin lagi ke sini?"

"Bukan, bukan itu Kak."

Anak itu merogoh sakunya mengambil sesuatu, Dia menyuruhku lebih menunduk lagi dan juga menyuruhku untuk tutup mata. Aku bisa merasakan sedikit rasa dingin yang melingkari leherku.

"Sudah Kak, itu hadiah dari Adek. Kakak jaga baik-baik yah, jangan sampai hilang. Kalau hilang nanti urusannya jadi ribet, Kakak juga pasti akan kesulitan."

Saat membuka mata, Aku terkejut bukan kepalang ketika mendapati sebuah kalung liontin batu merah ruby terkalungkan di leherku yang jenjang. Sepertinya kalung liontin ini terbuat dari batu mulia asli dan sangat mahal, tapi bagaimana bisa Anak itu memberikannya padaku?

"I-ini punya Ibumu yah? Kenapa dikasihin ke Kakak?"

"Itu bukan punya Ibuku, Aku gak punya Ibu ataupun Ayah! Mereka jahat! Udah ninggalin Aku sendirian di sini!"

"Tapi tetap saja—"

"Ih Kakak mah ngotot mulu, udah terima saja sebagai rasa terima kasih dari Adek. Dadah Kakak! Ingat, jangan di hilangin yah! Pokoknya jangan sampai lepas dari leher Kakak!"

Aku menggenggam liontin itu sambil memandangi punggung anak kecil yang kian menjauhiku, Dia terus melambaikan tangannya meskipun tak menatapku secara langsung.

"Baiklah... Aku akan menjaganya, siapa tahu Dia datang kembali kepadaku suatu hari nanti untuk mengambilnya lagi."

~~~

"Hm... Hm... Hm..."

Setelah selesai mandi dan makan malam, Aku asyik tidur-tiduran sambil membaca manhwa di ponselku. Di lantai dekat tempat tidurku, Aryan sedang asyik main game dan sesekali mengobrol denganku.

Dia selalu bermain di kamarku seperti ini sesaat sebelum jam tidur sejak dari ulang tahunku yang ke-17, mungkin tadinya ingin menghiburku sejenak tapi malah keterusan.

"Kak, kok mau sih dijemput sama Kak Ramdan. Mulai besok, Aku yang jemput Kakak aja oke—"

BRAKKK!

"Ya ampun Kak Ramdan! Bikin kaget aja!"

Aku terperanjat dan sedikit meneriakinya saking terkejutnya ketika Ramdan masuk sambil membanting pintu kamarku ketika mendengar perkataan Aryan tadi. Sementara Aryan dengan kalemnya terus menggerakkan jari-jari tangannya memainkan game online.

"Hei Aryan mana bisa begitu, Padahal Aku kan yang secara resmi dimintai Lilis untuk menjemputnya setiap hari mulai dari tadi dan untuk seterusnya!"

"Apaan sih gak jelas, Aku juga bisa kok menjemput Kak Lilis. Jangan serakah dong."

"Memangnya Kau mau menjemput Lilis pakai apa coba hah?!"

"Ya... Itu pake mobil jemputan."

"Hahaha payah, bagaimana ya? Lilis kayaknya lebih suka dijemput pakai motor, sementara Kau kan belum punya SIM dan masih di bawah umur."

"Itu..."

Ugh apa-apaan Mereka ini?! Kenapa Mereka mendebatkan sesuatu yang tak berguna di kamarku?! Hei! Aku kan ingin istirahat!

"Aryan, Kak Ramdan. Sudah dong jangan bertengkar, Lilis capek nih mau istirahat."

"Adek capek?!"

"Kakak capek?!"

"T-tunggu, hei—"

Aryan melemparkan ponselnya ke sembarang arah dan langsung merebut ponselku, Dia membaringkanku secara paksa dan menutupi mataku dengan telapak tangannya. Sementara Kak Ramdan menyelimutiku dengan selimut tebal hingga membuatku merasa seperti seekor ulat bulu.

"Ih apa-apaan sih Kalian?! Kok mengerjaiku seperti ini?!"

"Udah jangan berontak mulu Dek, ntar kalo Adek jatuh dan tulangnya patah gimana? Udah Adek bobo cantik aja ya. Met bobo~"

"Adek belum ngantuk Kaaak~ Aryan lepasin tanganmu! Aku gak bisa lihat nih!"

"Ssshh~ Kakak bobo oh Kakak bobo~ kalau tidak bobo nanti digigit kebo~ 🎶"

"Ini pemaksaan! Lepasin Aku!"

Aku bergeliut-geliut ingin lepas dari selimut yang kurang nyaman ini, ingin rasanya Aku meneriaki Mereka berdua dan mengumpatinya, namun amarahku tiba-tiba lenyap saat mendengar suara nyanyian Aryan yang menyanyikan lagu nina bobo dengan suaranya yang falseto gitu.

"Oke Aku akan diam, asalkan singkirkan tanganmu dulu Aryan. Aku gak nyaman!"

Aryan perlahan menyingkirkan tangannya dari mataku, manik matanya yang warnanya persis sama seperti milikku itu menatapku dengan polos. Aku juga melirik Kakakku yang kini tengah bersender di tembok kamarku, Dia menatapku seperti biasa dengan tatapan hangatnya yang penuh akan kasih sayang.

"Selamat malam Kak Ramdan, selamat malam Aryan." Kataku sambil tersenyum lebar pada Mereka berdua.

Aku merasa aman jika bersama dengan keluargaku, keluargaku adalah sekelompok Orang-orang yang kuberi peringkat nomor 1 dalam menyayangiku.

Kalian pasti bertanya-tanya kenapa Kakakku sampai sebegitu gilanya dalam menaruh perhatian padaku, itu karena sebuah kejadian besar yang pernah terjadi padaku dan hanya Kakakku saja yang mengetahuinya.

Waktu itu Aku masih berumur 5 tahun, Ayahku dan Ibuku pergi bersama Aryan yang masih balita ke luar kota untuk mengantar Ibuku mencari lowongan pekerjaan memasak catering. Saat itu keluargaku masih hidup dalam keadaan berkecukupan, tak seperti sekarang yang kondisi finansial dan martabat yang sudah berlimpah ruah.

Kakak dan Aku tinggal berdua di rumah karena katanya Ibu dan Ayah akan pulang sore nanti, Kak Ramdan mengajakku jalan-jalan di sekitar tempatku tinggal. Waktu itu tempatku tinggal ini masih berupa kampung, bukan perkotaan seperti saat ini.

Karena merasa haus, Kakakku menyuruhku diam sebentar untuk membelikanku minuman.

Aku menunggunya tak jauh dari pinggir danau kecil, saat sedang menunggu Kakakku, Aku lihat ada segerombolan Anak Laki-laki yang berbisik-bisik sambil melihatku. Aku merasa biasa saja karena toh selama ini Aku memang selalu dipandangi begitu oleh Orang-orang karena rambutku yang kelihatan aneh, tapi ternyata kejadian kali ini sangat berbeda.

Aku melambaikan tanganku pada Kakakku yang sedang berlari menuju ke arahku sambil membawa dua buah minuman di tangannya, namun Aku sangat tercengang ketika mendapati diriku di dorong oleh salah satu Anak Laki-laki itu dengan sekuat tenaga hingga membuatku terjengkang dan masuk ke dalam danau yang cukup dalam untuk seusiaku. Jika seusia Kak Ramdan yang masuk, mungkin kedalamannya sekitar sampai pusarnya.

Aku mengepak-ngepak air danau dengan liar, mulut dan hidungku dipenuhi oleh air keruh bercampur lumpur hitam ke abu-abuan, paru-paruku terasa sesak dan nafasku terasa tercekat. Kakiku serasa ada yang menarikku ke dasar danau, mungkin itu hanya lumpur yang membuatku semakin terjerembab.

Saat kesadaranku kian mengabur, Aku merasakan air danaunya bergoyang dengan kencang. Tubuhku yang terasa berat dan lemas itu dipeluk dengan erat oleh seorang Anak kecil yang baru saja menginjak usia 10 tahun, yakni Kakakku. Kak Ramdan mengangkatku kembali ke atas dan menjauhi kawasan tepi danau, Aku terbatuk-batuk dengan keras memuntahkan cairan keruh air danau itu.

Aku menangis dengan kencang sejadi-jadinya, mataku terasa perih karena kemasukan air. Kakakku memelukku erat dan menenangkanku dengan suara yang bergetar, tubuhnya yang ringkih itu terasa gemetaran saat memelukku. Dia terus memelukku dan menghiburku dengan mengatakan kalau sekarang Aku akan baik-baik saja. Tangannya yang mengusapi wajahku itu terasa dingin membeku, wajahnya juga kelihatan pucat pasi. Bibirnya yang melontarkan kata-kata lembut itu terlihat bergetar, matanya pun berkaca-kaca.

Sejak saat itu, bukannya Aku yang trauma tapi malah Kakakku yang menjadi trauma terhadap genangan air yang cukup dalam, apalagi jika air itu keruh. Dia jadi sensitif sekali jika melihatku didekati oleh Laki-laki asing, apalagi jika bergerombol. Hingga akhirnya, Dia jadi sangat overprotektif terhadapku dan terus memperhatikan keselamatanku sekecil apapun bahaya yang mengintaiku.

Adapun Aryan, Aku tak tahu alasannya kenapa begitu memperlakukanku dengan sangat overprotektif. Apapun alasannya, Aku tahu kalau Dia benar-benar menyayangiku. Ah... Aku sangat bersyukur bisa terlahir menjadi saudari Mereka berdua, Aku sangat menyayangi Mereka.

"Kak, sini deh. Lilis mau membisikkan sesuatu pada Kakak." Pintaku pada Kak Ramdan.

"Ngebisikkin apa Lis?" Tanyanya heran sambil mendekatkan telinganya di dekat wajahku.

Aku tersenyum tipis lalu mengecup pipinya dengan cepat.

CHUU~

"Lilis sayang Kakak, dah itu aja."

"Hkkk—"

Kak Ramdan terkejut sambil menjauhiku dengan memegangi pipi bekas dicium olehku, matanya yang berwarna coklat gelap itu membulat sempurna. Jujur saja, hal yang paling sulit dan sangat gengsi dalam sebuah keluarga itu adalah mengungkapkan rasa sayang pada sesama anggota keluarga.

"Kak Ramdan juga pergi tidur gih, Aryan Kamu juga ya."

"Hei Kak! Mana adil, kok Aku gak dikasih stempel penghargaannya juga?" Aryan menggerutu padaku sambil menggembungkan pipinya.

Ck, padahal Anak kecil yang dulunya memanggilku dengan cadel ini sudah remaja sekarang, tapi kok bisa-bisanya masih bersifat ngegemesin gini ya.

"Sini mana pipi gembulnya?"

"Nih." Aryan menyosongkan pipi sebelah kirinya mendekati wajahku.

Aku tersenyum sekilas lalu mendekatkan wajahku pada pipinya, namun saat hendak kucium, tiba-tiba ada tangan besar yang menghalangiku untuk mencium pipi Aryan.

"Eitss nggak boleh~" Sergah Kak Ramdan dengan suaranya yang terdengar mengejek.

"Ayo tidur Yan, dah malem nih." Kak Ramdan merangkul bahu Aryan dan membawanya keluar dari kamarku secara paksa.

"Eh Kak! Tunggu dulu dong! Hei!"

Aryan mencoba untuk memberontak namun tenaganya kalah dari Kak Ramdan, Kak Ramdan tak menghiraukan umpatan-umpatan yang keluar dari mulut bocah labil itu dan menutup pintu kamarku dengan pelan. Dari dalam kamar, Aku masih bisa mendengar kalau Aryan sekarang sedang meneriaki Kak Ramdan.

Gah... Akhirnya suasana kamarku tenang juga, ayo cepat tidur saja!

~~~

BRRMM~ BRRMM~ CKIITT.

Motor ninja warna merah milik Kak Ramdan berhenti di depan gerbang sekolah, Aku lupa kalau dulu Aku itu selalu pergi dan pulang dari sekolah dengan di bonceng oleh Rhys. Jadi mulai sekarang sepertinya Kakakku yang akan mengantar dan menjemputku, haha... entah kenapa Aku merasa menjadi bebannya saja, namun kenapa Kak Ramdan malah senang ya saat Aku memintanya untuk mengantar dan menjemputku?

"Sini Dek."

Setelah Aku turun dari motor, Kakakku melepaskan helm yang menempel pada kepalaku lalu merapikan poni rambutku yang acak-acakan. Dia juga memakaikan tas milikku yang Ia gendong tadi, kenapa Aku merasa kalau Dia itu lebih memperlakukanku seperti Putri kandungnya ya?!

"Kak, Kakak itu nganggap Adek kayak gimana sih? Adek kan udah gede Kak. Masa mau terus-terusan diperlakukan kayak gini sama Kakak?" Tanyaku penasaran.

Kak Ramdan tersenyum lebar sambil menepuk-nepuk pipi chubbyku, Dia kemudian mengelus kepalaku dihadapan murid-murid lain yang sedang memasuki gerbang sekolah.

"Apaan sih Adek, kata siapa Adek dah gede? Dimata Kakak, Adek itu masih kayak dedek bayi tau. Udah ah, Kakak mau berangkat ke kampus dulu ya."

Aku menyalami dan mengecup punggung tangan Kakakku, Kakak langsung melesat pergi setelah berpamitan. Aku bisa mendengar bisikan-bisikan murid Perempuan yang melihat kepergian Kakakku barusan, hehe lihat dulu dong seperti apa gantengnya Kakakku hingga membuat para Gadis-gadis terpesona dengannya walau dalam sekali pandang.

"Hei Lilis."

Panggil Seseorang yang tak lain dan tak bukan Rhys, sepertinya Dia menantiku di gerbang sini sejak dari tadi.

"Apa lagi?"

Jujur saja, Aku sudah muak tentang apapun yang berkaitan dengannya. Termasuk suaranya!

"Sejujurnya... Itu... Aku..."