"Apa Kau sekarang mulai jadi gila?!"
"A-apa? Kenapa bertanya seperti itu padaku?"
"Kurasa Kau jadi Orang yang berbeda semenjak pingsan akibat tertimpa si Lilis, katanya berat badanya itu sangat aduhai sekali, rumornya sih seberat gajah." Raven mendecakkan lidahnya sambil sesekali menggelengkan kepalanya pelan.
"Be-berat katamu?!" Pekikku dengan suara yang terdengar sangat cempreng.
"Duh biasa aja kali! Kenapa Kau bertingkah seperti Cewek PMS?" Raven mengerutkan keningnya sambil mengusap-usap dagunya heran.
"Ck, seharusnya Kau tak mendengarkan saran dariku waktu itu! Jadi sekarang terima akibatnya jika Dia berubah."
Ugh bodo amat, Aku juga gak paham dengan apa yang sedang dibicarakan olehnya. Lebih baik Aku pergi ke kelasku saja!
"Hei mau kemana?!" Kata Raven ngegas sambil menengkas kakiku hingga membuatku tersandung, untung saja Aku bisa menjaga keseimbangan jadi tidak jatuh terjerembab.
"Mau ke kelas, jam istirahat kan hampir habis."
Bukannya ini sudah jelas kalau Aku akan ke kelasku? Separah apa Aku terjatuh dan pingsan sampai-sampai sadar saat jam istirahat kedua hampir berakhir. Dan juga dari mana Orang ini dapat julukan soft boy? Padahal dilihat dari kelakuannya sekarang, Dia jauh lebih cocok dengan julukan rascal boy!
"Bercandamu yang garing itu membuatku ingin menonjokmu, Kau ini pura-pura pikun yah?! Itu kan bukan arah menuju kelas Kita! Yang Kau tuju itu adalah kelasnya si Lilis!"
"Ah benar, Tapi kan Aku gak tahu di mana kelasnya si bajingan Rhys itu. Soalnya Aku tak pernah diizinkan untuk mengikutinya sampai ke kelasnya."
JTAKKK!
"Sadarlah bodoh! Aku tahu Kau sangat bucin terhadapnya, tapi jika Kau berkelakuan seperti ini... Imagemu akan hancur berkeping-keping gara-gara jadi stalker mesum!"
"Phacckk!"
Aku meringis sambil mengusap-usap kepalaku yang dijitak oleh Raven, apa katanya tadi? Apa Dia sedang membicarakanku? Tidak, tidak mungkin! Orang yang Rhys bucinin itu sudah pasti tunangannya kan?
"Dahlah, ayo balik ke kelas." Kata Raven lesu sambil menyeretku dengan menarik kerah bajuku.
Entah kenapa Aku merasa deja vu?
SRRGG~
Raven membuka pintu geser kelas yang terasa asing bagiku, dari atmosfer yang berada di sekitar sini, Aku bisa merasakan hawa kemalasan dari sekelompok Orang-orang penghuni kelas berantakan bak kapal pecah.
Raven sudah melangkahkan kakinya dan memasuki kelas, namun Aku masih terdiam mematung di bibir pintu akibat terlalu shock melihat pemandangan serampangan kelas yang rata-rata muridnya Laki-laki semua.
Ada yang sedang bercanda satu sama lain sambil mengayunkan tinjunya ke muka masing-masing, ada yang sedang tidur ngorok sambil selonjoran di atas dempetan meja, ada yang berkumpul dan menonton sesuatu diponselnya sambil menutupi hidungnya yang mimisan (?).
Apa ini benar-benar sebuah kelas?! Ini jauh berbeda sekali dengan kelasku yang adem ayem dan terasa damai! Ini malah jauh lebih mirip dengan medan perang! T-terus Aku harus bagaimana? Apa yang harus kulakukan?! Aku kan gak tahu gimana Rhys berinteraksi dengan teman sekelasnya!
"Sedang apa Kau? Cepat masuk." Suruh Raven padaku sambil berjalan santai menuju Orang yang sedang tertidur.
"O-oh? Oke."
Yeah, paling tidak Aku bersyukur karena ada salah satu yang kukenal. Segera saja Aku berlari kecil ke arahnya, saat Aku ingin bertanya di mana bangku milik Rhys, Raven mengayunkan lengannya dengan cepat seperti ingin memukulku.
Sontak saja itu membuatku takut sampai membuatku memejamkan mata secara refleks.
PATS!
Huh? Bukannya Dia mau memukulku? Barusan kan ada suara yang terdengar keras, kalaupun Aku dipukul tapi kok kenapa Aku gak merasa sakit yah?
"Woi Yandi! Jangan lempar barang sembarangan dong!" Teriak Raven membuatku terlonjak kaget.
"Oh sorry, Gua tadi berniat ngelempar spidolnya ke si Fikar yang ngumpet di belakang si Rhys."
Tunggu, spidol? Aku mengerjapkan mataku beberapa kali ketika melihat tangan Raven yang tadi tergapai ke arahku sekarang memegangi spidol papan tulis, Orang yang siapa namanya tadi itu? Dia pergi mengejar Orang yang melempar spidol ke arahku sambil membawa senjata berupa sapu ijuk.
"Cih, ngelemparin benda seperti ini ke wajah Orang kan bisa bahaya. Bagaimana jika kena mata? Gak mikir-mikir panjang."
Aku jadi merasa bersalah karena sudah salah sangka terhadapnya, nah sekarang Aku harus gimana? Apa Aku harus pura-pura jadi Rhys dulu sejenak? Kalau ketahuan Kami berdua saling bertukar tubuh kan bisa-bisa memalukan, di tambah lagi mana ada yang akan percaya? Pasti Mereka semua akan menganggap Kami gila.
Benar, coba kuingat-ingat seperti apa tingkah laku dan kata-kata yang Rhys ucapkan padaku. Dia terkadang tertawa bak Orang kesurupan dan tersenyum kek Orang gila padaku walaupun irit bicara. Kalau Dia yang kayanya jengkel padaku memperlakukanku kayak gitu, sudah pasti kalau Dia memperlakukan teman-temannya lebih baik dariku kan?
*Sebenarnya Rhys itu terkekeh doang, cuman karena Doi jarang tertawa ataupun terkekeh jadi sekalinya Rhys tertawa, Lilis nyangkanya Dia kesurupan.*
"Ekhem... Ekhem..." Dehemku keras, namun ternyata tak ada yang peduli.
Oke, ayo semangat!
"Pffft..."
Mari Kita mulai dengan tertawa seperti yang Rhys tunjukkan padaku.
"Rhys?"
"Pffft... Buhahahaha... Buhahahaha!"
Saat Aku tertawa persis seperti yang Rhys lakukan, semua mata seisi kelas tertuju menatapku. Murid yang sedang tidur tadi jatuh dari meja dan nyungsep ke lantai, yang sedang pada gelut-gelutan berhenti dan memandangiku dengan takut-takut geli. Orang-orang yang sedang nonton sesuatu di ponsel secara serentak merunduk sambil menutupi telinga Mereka, bahkan Raven sekalipun...
PLUCK~
... Dia sampai menjatuhkan spidolnya dan berjalan mundur ke arah gerombolan murid-murid lain yang sudah seperti mati membeku itu.
Apa Mereka saking sukanya dengan suara tawanya Rhys sampai-sampai jadi seperti itu? Yah harus kuakui sih, Aku juga suka saat melihatnya tertawa. Ayo Kita tiru gaya bicaranya Rhys sebentar.
"Hei-hei, sedang nonton apa? Oh Kau nonton anime sampai hidungmu berdarah-darah gitu?"
Aku merangkul Orang yang sedang menonton anime di ponselnya itu, entah kenapa Dia gemetaran sekali saat kurangkul lehernya dengan sedikit bertenaga.
"Khhkk... To-tolong A... Ku..."
"Huh apa? Aku gak kedengaran?"
CRACKK!
"Uwaaakkkhh!"
Aku membalikkan wajahnya secara paksa hingga membuatku mendengar suara ranting yang patah. Suara apa yah?
BRUKH!
Anak yang kurangkul itu lepas sendirinya dari rangkulan hangat tanganku dan jatuh menyosor ke lantai. Semua murid yang tadi bersama Anak itu saling dorong-mendorong agar menjauh dariku. Ah kenapa? Padahal Aku kan ingin menyapa Mereka dengan ramah, sama seperti yang Rhys lakukan padaku?
"Hikks! Mamato-kun, pengorbananmu tak akan pernah Kami lupakan!"
"Kau Orang jahat! Kau sudah membuat Mamato-kun tergeletak tak berdaya, bagaimana bisa Kau jadi sekejam ini?! Hiks... Ore wa omae wo zettai ni wa yurusanai!" (*Aku tak akan pernah memaafkanmu!)
Teriak Seseorang tak terima sambil memeluk tubuh kaku Orang yang dipanggil Mamato itu, wajahnya dipenuhi oleh cucuran air mata dan ingus yang meler kemana-mana. Ugh... Memangnya apa salahku?!
"Bacot Kau Wibu! Si Mamat kan cuman pura-pura pingsan." Kata Orang yang membawa sapu ijuk dengan tenang sambil menusuk-nusuk perut si Mamat, secara ajaib Mamat segera terbangun dari tidur panjangnya.
"Nah, Taiicho. Apa Kita harus mulai lagi ritualnya?" Orang itu mengayunkan sapu dengan lihai bak Seseorang yang memimpin marching band. (*Taiicho – Kapten)
"Heleh dasar brengsek Kau, Fikar! Ngatain Wibu ke Wibu! Dasar Wibu!"
"Hoho Kalian semua Wibu ya?" Tanyaku penasaran diselingi dengan senyuman kecil.
"Gulp... Kalian semua harus hati-hati! Oji-sama Kita sudah dirasuki oleh Zetsu hitam lagi makanya Dia jadi gak waras sama seperti kemarin." Komando murid Laki-laki yang tadinya ngorok dan ileran itu untuk menenangkan yang lainnya.
(*Oji-sama - Pangeran)
Mereka terlihat bersiaga saat melihatku sehingga membuatku seperti rusa yang terpojok oleh harimau dan sudah pasrah menanti ajal, Aku sedikit gugup saat masing-masing dari Mereka membawa sesuatu untuk dijadikan senjata dan menodongkannya padaku.
Ada yang mengangkat kursi, ada yang nodongin ujung gagang lap pel padaku dan lain sebagainya. Hanya Raven saja yang masih terdiam tak membawa barang-barang aneh yang Ia letakan di tangannya.
"Sok jadi karakter utama dalam anime ya? Mengkhayalnya cukup sampai di sini saja Wibu! Balik lagi ke realitas kehidupanmu yang jadi beban keluarga!" Teriakku tegas sambil menunjuki Mereka lalu mengacungkan jempolku ke bawah.
"Gah! Taiicho, sepertinya Kita tidak boleh menunda ritualnya lebih lama lagi!"
"Benar Taiicho, Oji-sama bisa-bisa kehilangan akalnya untuk selamanya!"
Apa katanya tadi? Kapten? Pangeran? Kayaknya Orang-orang yang ada di kelas ini gak ada yang masih waras kecuali si Raven.
"Beep... Beep... Roger! Minna-tachi!" (*Semuanya)
Aku menolehkan kepalaku pada Raven ketika barusan mendengar suaranya yang terkesan berwibawa, namun ternyata Aku malah menyesal setelah melihatnya. Ingin sekali kucolok mataku ini saat melihat Orang ganteng sepertinya juga sama gilanya dengan murid-murid yang ada di sini!
Kulihat Raven bilang 'Beep, beep' sambil menempelkan penghapus white board di telinganya. Tak lama kemudian, Dia menjauhkannya sebentar lalu memencet-mencet benda itu seakan-akan ada tombolnya saja.
"Minna-tachi!" Pekik Raven dengan suara kerasnya.
"Wakarimashita Taiicho!" (*Saya paham Kapten)
"A-apa ini?!"
Tubuhku gemetaran dan mundur beberapa langkah dari Mereka yang salah satu dari Mereka sedang melepaskan dasinya sendiri lalu tersenyum menyeringai melihatku.
Saat Aku melirik Raven untuk memintanya bantuan, Dia hanya mengigit ujung spidol tadi dengan dipegang jari tengah dan telunjuknya, lalu menghembuskan nafasnya lewat mulut. Seperti mafia yang sedang menjalankan tugas lalu merokok dengan santuy disela-selw waktu luang.
"Ikat Dia."
"A-apa?! Kalian gila?!" Pekikku tak percaya sambil memegangi tubuhku yang menggigil.
"Satu-satunya yang gila di sini adalah Anda, Oji-sama."
"Menjauh dariku brengsek! Jika Kalian sampai berani memperkosaku, Aku akan memenjarakan Kalian semua!"
PLUCK... BRUKK... WUNGG...
Berbagai macam benda yang di bawa semua Anak Laki-laki kelas ini berjatuhan menggelutuk ke lantai, termasuk spidol yang dipungut oleh Raven pun jatuh untuk kedua kalinya. Aku tak bilang sesuatu yang salah pada Mereka kok! Itu kan bagian dari mempertahankan diri.
"Huk... Hoekk! Okhhok-okhhok!"
Mamat menutup mulutnya dan berlari keluar kelas setelah mendobrak pintunya, sementara yang lain hanya menggumamkan sesuatu.
"Apa katanya tadi? Peroksa?"
"Perkosa katanya!"
"Najis amat, siapa yang mau memperkosanya coba? Kita kan masih normal."
"Taiicho tolong pukul wajahnya yang sok kegantengan itu untuk kebaikan Kami!"
"Dia pikir Dia itu ganteng apa? Tunggu, memang kenyatannya ganteng sih. Tapi bukankah itu sangat keterlaluan huh?! Dia kepedean dan merasa Kita akan jadi Gey karena tampangnya?"
T-t-tunggu! Aku kan sedang berada dalam tubuh Rhys! Tentu saja akan aneh jika Aku bilang begitu! Oh my... Arghh! Kenapa?! Kenapa?! Kenapa Aku sebodoh ini?! Uwaah, malunya sampai ke ubun-ubun!
GRAB!
"Huh?"
Aku yang sedang menutupi mukaku dengan kedua tangan kekar ini pun segera menoleh ketika ada tangan lain yang mencengkeram bahuku, Aku terjengkang ke lantai saking kagetnya melihat wajahnya yang sangat mengerikan. Dalam 2 tahun terakhir ini... Aku tak pernah tahu kalau Raven bisa berekspresi semenakutkan ini!
"Omae wa mo... Shindieru!"
"G-gyaaaa!"
•••
PLASSHH! PLASSH!
"Bleh, bleh... Dasar Kau bau jigong!"
"Salah Kau sendiri yang kesurupan begitu, Aku kan hanya melakukan ritual menyemburmu jika Kau sudah tersenyum seperti tadi."
Aku membasuh muka ini dengan air mengalir, Raven yang menungguku sambil menyenderkan badannya di dinding kamar mandi itu masih cekikikan ketika mengingat kejadian ritual aneh yang Dia lakukan padaku tadi.
Aku segera mengelap mukaku dengan mengelapkannya pada kupluk hoodienya Raven, tentu saja kelakuanku itu membuat sang pemiliknya mengumpatiku. Ah tunggu, sepertinya ada sesuatu yang mengalir dari perutku dan memaksaku untuk mengeluarkannya.
"Raven, Aku ingin pipis."
"..."
"Raven~" Rengekku padanya karena tak tahu harus berbuat apa.
"Bego, kalau mau pipis ya pipis sendiri aja! Memangnya Kau Anak kecil?!" Katanya frustasi sambil memukul-mukul tembok.
"Itu masalahnya, Aku gak tahu gimana caranya. Gimana dong, apa Kau mau membantuku?"
Aku bicara jujur, Aku kan gak tahu gimana cara pipisnya Seorang cowok! Dan... Dan meskipun Aku tahu, itu akan jadi pelecehan seksual kan jika Aku menyentuh barangnya tanpa seizin pemiliknya? Apalagi Aku ini masih anak polos yang tak tahu apa-apa jika berkaitan dengan R-19.
Bukannya menjawab ataupun membantuku, Raven menarik nafasnya dengan cepat seperti seekor banteng yang sedang mengamuk sambil memelototiku. Aku sedikit takut jika saja Dia terus memelototiku seperti itu, bisa-bisa matanya copot nanti.
"Kau! Kau... Lakukan seperti biasanya saja! Ya ampun, bisa gila Aku." Gertaknya dengan nyengir tapi tak terlihat seperti Orang nyengir pada umumnya.
"Lakukan seperti biasanya? Baiklah jika Kau bilang seperti itu, Aku akan melakukannya."
"Kenapa Kau memberitahuku itu? Buruan dah, biar Kita cepat kembali ke kelas."
Aku membuka resleting celana abu ini lalu memelorotkan celananya sampai dengkul, tak lama kemudian Aku berjongkok dan mulai buang air kecil.
Seperti yang Raven bilang, Aku buang air kecil sama seperti yang biasanya kulakukan. Tapi kenapa kok Dia jadi bengong gitu, wajahnya jadi terlihat lebih tua dari biasanya. Seperti Orang depresi saja!
"Apa lihat-lihat? Jangan ngintip, itu dosa!" Tegurku sambil merentangkan tangan besar ini untuk menutupi bagian bokong yang terpampang.
BANGG!
Jantungku serasa mau copot ketika melihat Raven dengan gilanya menghantamkan kepalanya pada pintu kamar mandi, setelah itu Dia merogoh saku celananya dan mengobrol dengan Seseorang lewat ponselnya.
"Halo rumah sakit jiwa, tolong jemput Aku sekarang. Sepertinya Aku akan jadi Orang gila dalam jangka waktu dekat."
"Tunggu, apa benar Kau jadi gila?" Tanyaku heran.
"Ah tidak tunggu, maksudku adalah tolong jemput salah satu Anak sekolahan SMA Haurkuning 03 yang jadi gila gara-gara gebetannya move on darinya. Aku tak peduli lagi dengannya, jadi tolong bawa saja Dia."
"Apa?! Dasar brengsek!"