Bel tanda waktu pulang sekolah sudah berbunyi, proses belajar mengajar di sini selalu tepat berakhir dalam jam 15.30 sore. Murid-murid lain di kelasku sudah mulai berbaur dan pulang satu persatu, sementara Aku masih berdiam di kelas sambil merenungkan sesuatu.
"Hei, Kau mau nginap di sini hah?"
Oh itu Raven, padahal barusan Dia sudah pergi meninggalkanku keluar kelas sama seperti murid yang lain. Siapa sangka kalau Dia akan balik lagi ke sini dan menghampiriku, Dia duduk di mejaku dengan tampang innocentnya.
"Enyah sana, mukamu menjengkelkan." Sentakku kasar saking badmoodnya suasana hatiku sekarang.
"Hoho Kau ini ya—"
"Hei, ayo Kita bicara sebentar." Potong Seseorang yang tak lain adalah Rhys di dalam tubuhku.
"Li-lilis?" Ucap Raven gelagapan dan segera beranjak dari posisi duduknya yang kelihatan tak sopan itu.
Sambil melipat tangan di depan dada, dengan anggunnya Rhys menghampiriku secara natural. Entah kenapa sepertinya Dia lebih cepat beradaptasi dibandingkan denganku, Dia langsung mendudukkan di dirinya di kursi sampingku. Antara malu dan ingin ngakak, Aku menutupi pahanya yang ngangkang dengan jas seragamku lalu merapatkan kakinya.
"Pergi." Suruh Rhys tak tanggung-tanggung pada Raven yang masih cengo.
"Ah tapi, Aku tak bisa membiarkanmu sendirian dengan Rhys sekarang. Dia sedang dalam kondisi gangguan jiwa, jadi... Itu..." Jawab Raven malu-malu sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya saking gugup.
Apa-apaan eksperinya itu, kenapa wajahnya merah-merah saat melihat tubuhku yang dirasuki Rhys? Selama ini Aku tak pernah menyadarinya, apa tatapannya selalu seperti itu ketika menatapku? Apa jangan-jangan Dia jatuh cinta padaku setelah mengetahui kalau Aku tak suka lagi dengan Rhys?!
"Hei Raven."
"Apa?"
"Jangan salah paham, selama ini Aku hanya menganggapmu sebagai teman. Jangan jatuh cinta padaku, karena jika tak terbalaskan itu akan sangat menyakitkan." Tuturku selembut mungkin sambil menepuk-nepuk bahunya.
"Najis."
Raven menghempaskan tanganku lalu segera pergi meninggalkan Kami berdua di ruangan kelas yang sepi ini. Rhys menopang pipinya dengan manik mata merah hati itu bergulir kesana kemari untuk memastikan keadaan, sepertinya Dia takut kalau ada Orang yang akan mendengarkan percakapan Kami.
"Jadi, apa Kau tahu bagaimana ini bisa terjadi?" Tanyaku to the point.
"Hm entahlah, tapi sepertinya Kita saling bertukar tubuh setelah Kau jatuh dari tangkal jengkol. Sesaat sebelum pingsan, Aku mendengar suara Perempuan cekikikan."
"Hoho serem banget, apa mungkin kata Orang-orang tentang pohon gede yang dihuni oleh makhluk halus itu memang benar kah?" Bulu kudukku terasa berdiri ketika mendengar perkataan Rhys barusan.
"Hari gini masih percaya begituan, aneh."
"Ya terus? Apa Kau bisa menjelaskannya secara ilmiah kenapa Kita bisa bertukar seperti ini?! Aku gak merasa nyaman sama sekali jika berada di dalam tubuh Orang yang kubenci!" Keluhku sambil mengacak rambut kelam ini dengan emosi yang memupuk.
"Kau pikir Aku senang juga hah berada di tubuh lemah gak guna ini? Najis banget." Balas Rhys dengan ketus, Aku tak percaya Dia bilang kata-kata kasar seperti itu lewat mulutku.
"Kasar sekali Kau."
"Terserah."
Aku mendengus kesal dan menghela nafasku dengan kasar, kurang ajar sekali Dia berlaku seperti itu. Inilah yang semakin membuatku yakin untuk memantapkan hatiku agar move on darinya, di luar sana masih banyak Laki-laki yang lebih baik dari Dia!
"Tunggu." Ucapku tertahan ketika baru menyadari sesuatu.
Aku menunduk sedikit dan meraba-raba dada Perempuan di depanku ini lalu mengintip sesuatu dibalik seragam sekolah yang dipakai oleh tubuhku itu, tentu saja si Rhys secara refleks mendorongku untuk menjauhinya. Apa anehnya coba? Itu kan tubuhku, jadi wajar saja kan? Kenapa juga wajah milikku itu menjadi sangat merah?
"A... Apa-apaan sih Kau ini?! Kau gila ya?!" Pekiknya sambil menutupi dada dengan jas seragam tadi.
'Brengsek itu biar kuhaj- Hmph—'
Samar-samar, Aku mendengar Seseorang sedang mengumpat di dekat sini. Tapi di mana?
"Memangnya masalah buatmu hah? Itu kan tubuhku jadi wajar dong!"
"Orang gila! Kau tidak menganggapku ada di sini? Dasar mesum!" Teriaknya lagi, kali ini wajahnya (yang sebenarnya wajahku) sudah sangat merah, jauh lebih terang daripada rambut panjangku itu.
"Ck, ah sudahlah. Aku hanya mau mengecek benda milikku, Aku takut terjadi sesuatu."
"B-benda milikmu apaan? Dan hilang kenapa? Aku tak sembarangan menyentuh tubuhmu ya! Memangnya Aku ini kang grepe? Di-ditambah benda (?) Milikmu juga datar-datar aja tuh! Kayak jalan tol, jadi gak ada sesuatu untuk dipegang."
Aku menatap datar Rhys yang bicaranya sampai tergagap-gagap gitu, apaan sih Dia? Pikirannya kok mengarah ke sesuatu yang berbau mesum mulu, padahal Aku kan hanya mencari benda pemberian dari Anak kecil yang kemarin itu. Dan apaan pula jalan tol? Gak ada yang bisa di sentuh? Hah, Dia secara tak langsung menyindir dadaku yang rata?!
Woah, lihat ini siapa yang sudah jadi Orang mesum beneran.
"Dasar otak mesum, Aku kan cuman cari kalungku. Ternyata itu sudah hilang."
"O-oh kalung, kirain apa..." Rhys menjawabku sambil menundukkan kepalanya, sepertinya Dia sedang dilanda rasa malu yang sangat menyiksa.
"Saat Kau bangun dengan tubuhku, apa Kau melihatnya?" Tanyaku sambil kembali duduk di kursi.
"Tidak, kurasa kalungmu jatuh di tempat Kita pingsan."
"Hng, kalau Kita berdua pingsan saat itu. Terus siapa yang membawa Kita ke UKS? Apa mungkin Orang itu menemukan kalungku?" Aku sampai-sampai memijit pelipis saking pusingnya memikirkan apa yang sudah terjadi ini.
"Kata si Tiara sih, Raven yang temuin Kita."
"Raven? Aku sudah bersamanya sejak jam istirahat, tapi Aku yakin kalau Dia tak memiliki kalungku."
Rhys mengetuk-ngetuk meja, Dia sepertinya juga sama sepertiku bekerja keras memikirkan sebuah solusi. Lalu Kita harus bagaimana ya? Apa pertukaran tubuh ini ada hubungannya dengan kalung itu? Jika benar begitu, maka Aku harus segera menemukan kalungnya!
Namun jika mencarinya sekarang akan sangat susah, hari sudah mulai gelap dan Kakakku sudah pasti sedang menungguku di depan gerbang sekolah. Aku tak bisa memperlakukan tubuh ini seenaknya karena tubuh ini bukan milikku, terutama lagi Aku tak boleh mandi untuk beberapa hari kedepan!
"Sepertinya kondisi Kita akan terus seperti ini dalam beberapa hari kedepan."
"Sepertinya begitu." Rhys mengangguk setuju dengan pernyataanku.
"Oh iya Rhys, untuk beberapa hari kedepan tolong jangan mandi dulu yah! Awas kalau Kau mandi dan lihat tubuh polosku! Lihat saja jika Kau melakukannya, akan kupukul nanti!" Ancamku dengan seringaian lebar.
"Ma-mandi?! Ya-yang benar saja! Aku juga tak ingin melakukan itu! Untuk apa Aku harus membuat mataku sakit gara-gara badan triplekmu?!" Bantahnya tegas namun berlainan dengan ekspresi wajahnya.
"Ngomong apa Kau? Itu kan mataku!"
"Ma-maksudku pikiranku!" Serunya tak kalah sengit.
"Berhenti menampilkan ekspresi bodoh itu! Itu sangat menjijikkan!" Ujarku tak terima sambil menjomel pipi putih yang bersemu kemerahan, Aku merasa benci ketika melihat wajahku merona seperti itu. Apalagi jika sedang ada Rhys.
"Aghh hwepuaskwan waku!" (*Lepaskan Aku)
"Oh benar! Gawat!"
Aku baru teringat Kakakku! Segera saja kusambar jas seragam sekolah beserta tas pink milikku yang di bawa Rhys tadi, langsung saja Aku mengambil langkah seribu berlari secepat kilat menuju gerbang sekolah. Rhys yang berlari tertinggal jauh di belakangku berteriak-teriak mengatakan sesuatu yang tak jelas.
"Hei... Kau... .... Aku... .... tukar... ...."
Tak kupedulikan ocehannya dan bergegas menghampiri Pemuda jangkung dengan bahunya yang lebar sedang berdiri di samping motor ninja merah.
"Kakak! Kak Ramdan!" Pekikku girang sambil kulambaikan tanganku padanya.
Kak Ramdan yang menoleh ke arahku gara-gara namanya di panggil pun segera tersenyum lebar dan langsung menghidupkan motornya, Dia juga sudah menaiki motor plus memakai helmnya bersiap untuk menungguku naik lalu berangkat.
PUKKK~
Kunaiki motor Kakakku yang sangat kurindukan ini dengan hati berbunga-bunga, kupakai helm yang disodorkan Kakakku yang memberikannya tanpa menoleh dulu padaku sedikit pun, mungkin karena Dia sudah yakin itu adalah Aku. Kulingkarkan tanganku di pinggangnya dan menyandarkan kepalaku pada punggungnya.
Aku melihat ada Tiara dan Raven yang sedang duduk berjongkok berdua di sisi gerbang memandangiku dengan pelototan, tunggu... lagi? Kenapa Mereka kembali menatapku seperti itu? Dan juga bukannya Mereka sudah pulang dari tadi? Hmph bodo amatlah, terserah Mereka saja.
Kakakku terus-terusan membuat motor jadi bising namun Dia tak kunjung menancapkan gas, oh iya lupa! Biasanya Aku selalu bilang kalau Aku sudah siap untuk berangkat, huhu maafin Adekmu yang mulai pikun ini ya Kak.
"Ayo berangkat Kak, Adek udah siap nih." Kataku manja sambil menguyel-uyel kepalaku pada punggungnya.
Saat Aku bersuara seperti ini karena ini hal yang biasanya kulakukan ketika berbicara dengan Kakakku, tiba-tiba motornya di matikan oleh Dia.
CKESKESKES...
"Loh Kak, kok motornya di matiin sih? Adek kan mau pulang." Protesku sambil memukul-mukul punggungnya pelan, ini tingkah lakuku yang kata Kak Ramdan sangat menggemaskan.
Kak Ramdan memutar sedikit kepalanya lalu segera melepaskan helmnya, manik coklatnya melotot padaku. Urat-urat kecil terlihat menjeplak di dahinya, rahangnya juga menjadi mengeras.
"Lah Elu siapa anjir, Lu bukan Adek Gua!" Bentaknya keras.
Gasp! S-siapa ini? Apa Dia benar-benar Kakakku? Kenapa nada dan cara bicaranya beda sekali? Kenapa? Kenapa? Kenapa Dia jadi kasar begini?
Kak Ramdan melepaskan helmku secara paksa, Aku terkejut ketika melihat pantulan diriku di kaca spion motor. Ah benar, saat ini Aku kan bukan dalam penampilan Lilistia Atyati Adiknya Ramdan Alamsyah. Lalu kenapa Kak Ramdan tadi tersenyum padaku?
"Kak!"
Panggil Seseorang yang terdengar semakin mendekat. Oh rupanya tadi Kak Ramdan tersenyum itu tuh bukan padaku, tapi pada Rhys yang berlari di belakangku.
"Lis, siapa Dia?" Tanya Kak Ramdan sambil menunjukku dengan dagunya.
"Loh Kak, Dia kan... Ekhem... Rhys Haizal, teman Lilis dari kecil." Rhys menjawabnya dengan ragu-ragu, wajahnya dipenuhi oleh cucuran keringat.
"Oh, Anak kurang ajar yang berani-beraninya bikin Kamu nangis guling-guling di tanah itu gara-gara Dia ba—"
"Ah Kakak!" Jeritku panik sambil membekap mulut Kak Ramdan, jelas saja Kak Ramdan semakin kesal denganku.
"Woi bocah, turun Kau!" Gertaknya dibarengi dengan cengkeraman tangannya yang mencengkeram erat pergelangan tanganku.
"Siap bos."
Aku segera turun dari motor, perasaanku jadi kurang enak karena terus-terusan di pelototi oleh Kakakku. Rhys mencubit pinggangku lalu menyodorkan tas hitam miliknya, ah benar! Semenjak Aku jadi Rhys maka Aku harus berpenampilan sepertinya!
Segera saja kutukar tas pink milikku dengan tas hitam miliknya, Rhys menarik tubuhku ini supaya sedikit menunduk. Dia pun meniup telingaku sebentar membuatku menjadi bergidik lalu berbisik padaku.
"Idiot! Tubuh Kita kan tertukar, kok bisa-bisanya sih Kau ceroboh seperti ini?"
"Ya maaf, Aku kan masih belum terbiasa." Bisikku balik padanya.
"Beraninya Kau berbisik-bisik manja dengan Adik kecilku! Dek, ayo cepetan Kita harus pulang!" Interupsi Kak Ramdan membuat acara bisik-bisik Kami terganggu.
Kak Ramdan dengan hangatnya memakaikan helm pada Rhys, sikapnya berbeda sekali ketika Dia mencabut paksa helmnya dari kepalaku. Tunggu, jika Aku saja belum terbiasa dengan tubuh ini maka bisa saja Rhys juga merasakan hal yang sama!
"Lilis." Panggilku pelan, rasanya aneh sekali ketika memanggil nama sendiri.
"Huh? Ada apa?" Rhys berbalik menatapku heran, 4 pasang mata Orang-orang ini tertuju padaku membuatku jadi gugup mendadak.
"Naik motornya akan kurang nyaman jika pakai rok karena bisa tersingkap, jadi pakai ini dengan baik ya."
Kubelitkan jas seragam ini di pinggang Rhys sehingga lumayan menutupi rok bagian belakang, kalau Dia ngangkang dengan lebar pas naik motor kan bisa bahaya. Harga diriku akan terluka ditambah pula akan sangat gak sopan jika pakaian dalam dilihat oleh Orang lain!
BLUSH!
Lagi-lagi wajah mungil milikku itu memerah sempurna, ugh ini sangat membuatku kesal.
PLAK!
"Bukannya Aku sudah bilang untuk jangan buat wajah seperti itu lagi! Jangan salah paham tentang perbuatanku deh, Aku lakuin ini karena tubuhmu itu milikku!"
Semua Orang yang di sini shock dengan tindakanku menggeplak pipi Rhys, apalagi Kakakku yang sudah bersiap-siap melakukan kuda-kuda untuk menyerangku.
"Jangan macam-macam, siapa Kau mengklaim tubuh Adikku adalah milikmu?!"
"Haha, tentu saja tubuh ini milikku. Aku bahkan hafal tanda lahirnya yang letaknya terbilang cukup strategis."
"Apa?
Tidak mungkin, Kau mana tahu jika tak mengeceknya karena letaknya sangat-sangat rahasia."
PUKK... PUKK...
Aku menepuk-nepuk bahu Kakakku lalu berbisik padanya disertai dengan senyum tipis, kali ini saja Aku ingin mengerjainya walaupun hanya sekali.
"Tentu saja Aku tahu, karena tubuhnya sudah jadi milikku. Tanda lahirnya adalah tahi lalat yang terletak di bokongnya bagian sebelah kanan."
CRACKK!
"Bajingan mesum ini! Kemari Kau sialan!"
"Awokawokaowk, maaf ya Kak."
Antara ngakak dan ketakutan, Aku lari terbirit-birit menghindari Kakakku yang mematahkan kaca spion motornya untuk dijadikan sebagai alat pemukulku.
"Halo rumah sakit jiwa, ada Orang gila yang sedang berkeliaran di sini." Telepon Raven yang hanya menggeleng-gelengkan kepalanya ketika melihatku tertawa terbahak-bahak saat dikejar oleh Orang ngamuk.
Aksi Kakakku yang sudah mencapai batas ingin menghabisiku terhenti ketika Rhys merajuk memintanya untuk segera mengantarnya pulang, cih! Pintar sekali Dia meniru gayaku! Mereka dengan cepatnya langsung melesat pergi meninggalkan Kami.
Nah sekarang gimana caraku pulang ke rumah Rhys? Rhys kan pulangnya selalu naik motor, sementara Aku gak bisa mengendarainya. Boro-boro motor, naik sepeda aja Aku gak bisa. Kalau begitu opsi terakhirnya adalah...
"Raven hoho..." Aku nyengir padanya sambil perlahan mendekatinya, seakan mengerti maksudku Dia langsung berteriak histeris dan berusaha kabur dariku.
"Tidak! Tolong Aku! Ada Orang gila yang ingin menyiksaku! Gyaaa!"