Flashback on…
Harapan itu bisa menjadi kenyataan jika kita terus berusaha. Namun, tetap kita tidak akan bisa terhindar dari takdir Tuhan. Setiap individu manusia mempunyai kendaraan dan jalur hidup masing-masing dan itu sudah ditentukan bahkan sebelum manusia itu terlahir di dunia. Memang tidak semua orang bisa meyakini itu, tapi aku yakin dan percaya. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Kita tidak bisa berprasangka buruk kepada-Nya. Dia adalah Tuhan. Jalan yang Dia ciptakan untuk kita adalah mutlak. Namun, tetap ada sebagian yang tentunya bisa dikendalikan dan itu hanya bisa dilakukan dengan niat, usaha dan berdoa. Jalan yang Dia ciptakan adalah jalan kita untuk kembali pada-Nya.
"Ada apa? Dari tadi kok bengong terus?"
"Maaf, Lia. Hanya kepikiran sesuatu saja. Bagaimana makanannya? Enak?"
"Hm, lumayan tapi masih enak masakan buatanku, kan?"
Sambil menatapku dengan matanya yang menggoda dan aura memohon.
"Hm, iya. Masakan Lia kemarin memang enak sekali. Kira-kira besok bisa makan masakan Lia lagi tidak, ya?"
"Tentu saja. Besok aku yang buatkan bekalnya, ya."
Wah gawat ... kalau sudah begini tidak ada pilihan lain lagi. Aku sama sekali tidak bisa menolak apa yang dia minta dan dia ucapkan. Sekarang aku sudah terpesona olehnya. Bukan, aku memang sudah terpesona olehnya sejak awal. Tidak, semua orang memang sudah terpesona olehnya sejak awal. Emilia adalah seseorang dengan paras menawan, cantik dan terlihat sedikit cool. Gaya bicaranya memang agak dingin dan aku pikir itu sudah tidak bisa diperbaiki. Tapi dia selalu terlihat manis.
"Tuh kan bengong lagi. Jangan-jangan makanannya tidak enak, ya? Hm, mulai sekarang aku saja ya yang buat bekal tiap hari. Sudah diputuskan."
"Ya."
GAWAT!!!
"Elliot."
"Hm ... "
"A-Apa kau benar-benar merasa nyaman setiap hari terus bersamaku di sini? Aku tahu dan aku sadar reputasi dan kesan orang lain terhadapku benar-benar tidak baik. Banyak orang yang tidak menyukaiku, sebenarnya aku takut mereka akan memperlakukannmu dengan hal yang sama. Mungkin sudah beberapa kali kita bertemu di taman dan kemarin kita makan siang bersama. Aku yakin pasti ada orang yang melihatnya."
Sambil terus mengunyah makanan di mulut, aku terus mendengarkan perkataan Lia. Sepertinya Lia sangat mengkhawatirkanku. Aku senang dia berpikiran seperti itu tapi aku juga harus meyakinkannya bahwa ini sama sekali bukan salah dia dan ini memang bukan salah siapa pun. Tidak ada yang salah.
"Lia, hari ini kau sangat cantik, kemarin juga, hari-hari sebelumnya dan memang sejak awal aku melihatmu ... kau memang cantik."
Lia menantapku dan tampak sangat terkejut mendengar apa yang aku katakan. Seketika kesan terkejut itu hilang dan wajahnya memerah.
"Sebanyak apa pun orang yang tidak menyukaimu, aku tetap menyukai Lia karena aku memang menyukaimu. Jangan khawatir, aku selalu ingin merasakan bahagia. Aku juga ingin Lia bahagia dan saat ini aku sangat bahagia."
Sepertinya Lia sama sekali tidak tahu kalau sebenarnya reputasi dan kesan orang lain terhadapku pun tidak berbeda. Hah, memang menyedihkan mempunyai karakter yang tidak disukai orang banyak. Tapi justru karakter inilah yang membawaku kepada Lia. Aku harus bersyukur dan aku akan terus bersyukur. Wajah Lia terlihat masih memerah, saat ini dia hanya terdiam sambil memain-mainkan sendok pada makanannya. Sepertinya dia sedikit gugup.
"E-Elliot, apa kau tidak akan menyesal?"
"Hm, aku tidak tahu. Lia sebenarnya aku sangat membenci kata menyesal. Itulah alasannya sampai saat ini selalu melakukan segalanya dengan sekuat tenaga, itu karena aku tidak mau menyesal. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi jika kita berusaha dengan sekuat tenaga dan segenap hati, aku yakin hasil seperti apa pun kita pasti bisa menerimanya dengan ikhlas karena itu adalah hasil usaha dan jerih payah kita sekuat tenaga. Keputusanku ini, keputusan untuk bisa dekat dengan Lia adalah keputusan segenap hatiku karena aku tidak mau menyesal."
Walaupun wajah Lia sedang tidak menatapku, tapi aku bisa melihat senyuman dari wajahnya. Dia memang dingin tapi manis.
"Elliot, terkadang kau memang terlihat dewasa, ya."
Dia tersenyum lagi. Suuuuurgaaaaa ... ini memang surga. Terima kasih Tuhan.
Flashback off…
***
Matahari itulah nama penginapan yang Reva sebutkan kemarin. Saat ini aku sedang sarapan di sebuah warung makan tepat di seberang penginapan tempat Reva beristirahat. Secangkir kopi panas dan semangkuk bubur sorgum cukup memuaskan rasa laparku di pagi hari. Suasana Desa ini memang sangat tentram. Walaupun semalam aku tidak menginap di area pusat desa, tapi sejak kemarin sampai pagi ini, aku bisa merasakan kenyamanan di desa ini. Siang yang ramai, malam yang hangat dan pagi yang tentram dan damai. Desa ini cocok untuk menjadi lokasi persinggahan dan beristirahat.
"Hei!!!"
Terlihat seseorang melambaikan tangan ke arahku, dari pintu keluar penginapan Matahari yang berada di seberang, dia terus berjalan ke arahku yang sedang duduk di area meja bagian depan warung makan ini.
"Hei, apa kau lupa?"
"Hah ... maaf aku sama sekali tidak mengenal anda. Tidak mungkin kau Reva!!!"
"Huh, jahat sekali. Pak, pesan roti dan teh hangat!" Gadis itu berteriak memesan sarapannya.
"Baik, Nyonya!!!" Jawab pelayan warung makan.
"Hm, kau benar-benar lupa, ya?" Sambil cemberut kemudian dia duduk di bangku lain bergabung dengan mejaku.
Sebenarnya bukan lupa, tapi memang penampilannya sangat berbeda. Ada apa dengan penampilan gaya ninja yang dia pakai kemarin? Hm, sangat mencurigakan. Aku benar-benar tidak menyangka Reva adalah seorang wanita. Memang nama dia seperti nama wanita, tapi penampilan dia kemarin sama sekali tidak memperlihatkan kalau dia seorang wanita.
"Maaf Reva, aku sama sekali tidak bermaksud menyinggungmu tapi penampilanmu saat ini sangatlah berbeda. Bagaimana ya ..."
Tiba-tiba Reva menyilangkan kedua tangan untuk menutupi bagian dadanya.
"Mmmm... apa yang kau lihat??? Huh!!!"
"Haaah ...??? Bukan itu maksudku, Reva. Hari ini kau memang terlihat cantik, berbeda sekali dengan penampilan kemarin. Maaf, hampir saja aku tidak mengenalimu."
"A-Apa aku terlihat cantik?"
"A-Apa?"
Addduh ... sepertinya aku salah bicara!!! Apa aku tadi bilang cantik padanya? Wah, gawat sekali!
"Hm!! Dasar pria selalu saja penampilan yang menjadi pilihan."
"Silakan teh dan rotinya, Selamat menikmati," ucap pelayan warung sambil meletakkan roti dan teh pesanan Reva.
Rasanya sudah lama sekali bisa merasakan kehangatan dan ketentraman di pagi hari seperti hari ini lagi. Hari yang cerah, warung makan yang nyaman, makan dan minuman yang enak dan seorang teman. Tidak menyesal aku datang ke desa ini. Walau sebenarnya ada satu hal utama yang menjadi alasanku datang untuk bertemu Reva pagi ini. Masih terkait kejadian yang aku dan Reva alami kemarin.
"Hei, orang asing!!!"
"Ya."
"Apa itu memang namamu? Apa aku harus menyebutmu seperti itu?"
"Oh, ya, maaf. Kemarin aku belum bisa memberitahukan namaku padamu. Setelah aku telaah dan pikirkan terkait kejadian yang kita berdua alami kemarin. Sepertinya itu memang bukan salahmu dan aku bisa percaya padamu, Reva. Mulai sekarang kau bisa memanggilku Ely."
"Hm, jadi setelah melihat penampilanku yang manis hari ini, kau langsung berubah pikiran dan langsung percaya padaku? Huh, dasar buaya!!!" Reva terlihat cemberut dan memalingkan wajahnya dariku.
"Ti-Tidak. Bukan itu maksudku. Memang benar penampilanmu hari ini sangat manis. Tapi bukan itu alasannya, kedatanganku ke sini untuk bertemu denganmu. A-Aku ..."
"Hahaha ... kau juga berbeda dengan kau yang kemarin, kau terlihat sangat gugup, ya. Hahaha ... aku hanya becanda. Kau serius sekali, santailah dulu. Kita nikmati dulu sarapan pagi ini. Karena apa yang ingin kau bahas tadi bukanlah hal yang baik untuk kita bahas di sini. Hm, kau juga bisa menikmati penampilanku ini jika kau mau."
Oh, tidak. Dia terlihat menggodaku. Sial!!! Sudah lama memang aku tidak pernah melihat gadis secantik ini lagi.
"Hah, baiklah. Aku akan menikmatinya."
Tiba-tiba Reva menyilangkan kedua tangan lagi untuk menutupi bagian dadanya. "Mmmm ... apa yang kau lihat??? Huh!!! Dasar buaya!!!"
"HAHAHA... HAHAHA..."
Kami saling bertatapan dan kami berdua pun tertawa karena gurauan kami sendiri.
Lantas kami berdua menghabiskan sarapan sambil berbincang-bincang ringan dan bersantai. Pagi ini memang terasa sangat spesial. Bagi orang lain mungkin biasa saja, tapi bagiku ini adalah salah satu pagi terbaik dalam hidupku setelah kejadian lima tahun lalu. Bahagia itu sederhana. Jalani hidup dengan segala kebaikan dan kau akan bahagia. Kebahagian bersumber dari diri kita sendiri, menerima segalanya dengan rasa syukur dan mengungkapnya dengan rasa rendah hati. Namun, kebahagian tidak untuk diri sendiri dan kita harus menebarkannya kepada orang lain dengan ikhlas dan membuat hidup lebih berharga. Kehidupan seperti ini, rasa syukur, rendah hati dan ikhlas adalah kebahagiaanku.