Rasa sakit, takut, benci, khawatir ataupun penasaran yang tak tertahankan, banyak hal yang bisa menuntun seseorang untuk mencapai kematian. Sengaja ataupun tidak diinginkan, kematian cepat atau lambat akan menghampiri setiap makhluk hidup di dunia. Rasa kematian yang sesungguhnya, tentunya tidak ada seorang pun makhluk hidup yang tahu, atau bisa dikatakan tidak seorang pun dengan akal sehat di dunia ini yang menginginkannya. Karena itu, setiap makhluk hidup terus berusaha untuk bertahan hidup. Tidak ingin mati adalah motivasi tertinggi untuk bisa tetap hidup.
Rasa kematian bagaikan tusukan seribu pisau. Rasa kematian bagaikan terlelapnya seseorang dalam tidur. Rasa penasaran ataupun rasa takut manusia terhadap kematian, membuat manusia semakin awas terhadap kehidupan, membuat manusia semakin bijak dalam menjalani kehidupan menuju kematian di hadapannya yang tentu bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang tahu bagaimana seseorang akan menghadapi kematiannya.
Kematian tidak akan bisa dihindari, tidak akan bisa dicurangi dan tentunya tidak akan bisa diulangi. Kematian dan kehidupan adalah sesuatu yang hanya terjadi satu kali saja, oleh karena itu merupakan hal yang pantas, jika manusia sebagai makhluk hidup untuk bisa bersahabat dengan kehidupannya dan merindukan pertemuan dengan kematiannya.
"Ely!"
"Ely!"
"Fokus!"
Teriakan seseorang di sebelah kanan, tiba-tiba mengembalikan konsentrasiku lagi, aku akui saat ini merasakan satu ketakutan yang sangat. Sampai-sampai aku merasakan rasa dingin yang hebat di kedua telapak tangan. Aku merasakan keringat dingin perlahan mengalir di beberapa titik di bagian belakang leher. Leak yang aku lihat ini, benar-benar membuatku takut.
"Ely, cepat berdiri! Jangan hanya duduk seperti itu!
Teriakan Reva yang aku dengar, menyadarkanku akan kepanikan yang kurasakan. Bukan hanya Reva, tapi orang-orang disekelilingku pun terlihat sangat panik. Sambil berusaha untuk berdiri dengan kedua kaki yang sedikit mati rasa dan gemetar, aku terus melihat kondisi sekeliling. Dua orang disebelah kananku, salah satunya Reva. Tiga orang di depan dan satu orang di sebelah kiri. Dari keenam orang di sekitarku, hanya satu orang yang terlihat masih sangat tenang. Dia yang berada di sebelah kiriku. Seorang lelaki berpakaian serba hitam, pakaian ala ninja, postur badan ramping, postur otot sedikit lebih besar dari besar badanku, dan tinggi badan yang jauh lebih tinggi dari tinggi badanku. Dia terlihat seperti seorang petarung yang mengandalkan kecepatan sebagai kekuatan utama.
"Reva, apa kau baik-baik saja? Sepertinya temanmu yang bernama Ely ini sedang terkena serangan panik, cepat bantu tenangkan dia. Sepertinya dia bisa membantu pertarungan kita menghadapi Big L"
"Baik, Kak, akan aku urus hal ini. Kakak dan teman-teman fokus saja untuk melakukan strategi seperti biasa, sebentar lagi kami akan menyusul untuk membantu."
"Baik, aku serahkan dia padamu."
Tiba-tiba seseorang yang Reva panggil kakak itu menghilang dalam sekejap, tiga orang didepanku, begitu juga satu orang di dekat Reva, semuanya tiba-tiba menghilang dalam sekejap. Aku yang masih terduduk, aku yang masih berusaha untuk berdiri, aku yang berusaha untuk fokus, hanya bisa melihat kondisi sekitarku.
Plak! Plak! Plak!
"Sakiiit... Sakiiit tahu! Kenapa kau menamparku sampai tiga kali?"
Tiba-tiba saja Reva menampar pipi kanan dan kiriku bergantian.
"Fokus! Ely! Fokus! Cepat berdiri! Kau tidak boleh hanya duduk dan panik seperti ini. Ayo, kita sama-sama bertarung. Big L tidak pernah menunggu!"
Walaupun sakit, tapi tamparan Reva berhasil mengembalikan konsentrasiku. Aku dengan sekuat tenaga mulai berdiri. Aku enyahkan perasaan takut, khawatir, dan juga rasa panik. Kakiku sudah tidak gemetaran, aku juga mulai merasakan hangat pada kedua tanganku.
"Reva, bukankah itu Leak? Lalu apa itu Big L?"
"Iya, itu Leak. Leak berukuran super besar, berukuran raksasa. Kami menyebutnya Big L. Ely, sekarang dengarkan aku baik-baik"
Dengan cepat, ringkas dan nada tegas, Reva mengatakan strategi untuk mengalahkan Big L. Aku pun berusaha untuk terus fokus, aku sadar instruksi ini hanya akan aku dengar satu kali saja.
"Dengar, Ely. Jika kita tidak berhasil, mungkin ini akan menjadi pembicaraan kita yang terakhir. Kematian ada di depan kita."
Mendengar hal itu, sontak aku merasakan rasa takut yang sangat, baru kali ini aku menghadapi ancaman kematian yang berada tepat di depanku. Aku harus kuat, tidak ada jalan lain, aku harus mempertaruhkan nyawa untuk bertahan. Akan aku kalahkan Big L.
"REVA! Jangan terlalu lama! Cepat bantu kami!"
Teriakan seseorang yang berada jauh di depan. Aku yang beberapa saat hanya fokus pada diriku dan Reva, tidak menyadari kalau beberapa orang yang sebelumnya berada di sekitaranku yang menghilang secara tiba-tiba, ternyata posisi mereka sudah berada jauh di depan, tepat di sekitaran Big L, sepertinya mereka merencakan sesuatu.
Satu orang masing- masing di sebelah kanan dan kiri Big L, dua orang tepat di depan Big L dan satu orang berada di titik yang cukup jauh di posisi depan Big L. Dengan kecepatan tinggi dua orang di sebelah kanan dan kiri berlari menuju ke arah Big L dengan membawa pedang ukuran kecil di tangan kanan dan kiri. Sepertinya mereka akan menyerang pada titik yang sama, yaitu bagian kepala Big L. Dua orang yang berada di depan Big L sedang dalam posisi bersiap, posisi itu, benar-benar seperti posisi persiapan Wind dance seperti yang pernah dilakukan oleh Reva. Sepertinya mereka menyerang Big L dengan Wind dance. Sisa satu orang yang berada pada titik cukup jauh di depan Big L. Aku melihat dia memegang senjata panah dan bersiap untuk meluncurkan anak panahnya.
"Ely, kau sudah paham? Apa yang aku katakan barusan? Kau pahamkan rencananya?"
"Aku paham"
Aku pun menjawabnya dengan tegas, aku tidak bisa terus menerus panik dan takut. Aku ambil pisau kecil yang aku sembunyikan di balik sepatu boots kanan, aku juga ambil pedang pendek yang terikat di paha kiri. Pisau di tangan kanan dan pedang pendek di tangan kiri. Aku mulai berlari menuju posisi Big L. Aku melihat Reva berlari ke arah yang sama. Saat ini, aku fokuskan untuk betahan dulu sesuai rencana yang Reva sampaikan. Aku harus fokus untuk memperhatikan bagaimana mereka melakukan serangan, bagaimana mereka bertahan dari serangan Big L, fokus untuk melihat pola serangan Big L. Setelah paham strategi serangan mereka, aku bisa putuskan sendiri bagaiman akan menyerang. Sepertinya Reva mempercayakan hal ini padaku.
Sambil berlari ke arah Big L, aku fokus perhatikan bagaimana mereka meluncurkan serangan ke arah Big L. Aku putuskan untuk berlari mengelilingi posisi Big L, aku ingin tahu kondisi dan fisik Big L secara menyeluruh. Saat ini aku hanya bisa melihat fisik Big L bagian depannya saja. Aku melihat serangan yang mereka luncurkan ke arah Big L, tidak ada satu pun yang berhasil. Big L mempunyai fisik yang besar, aku pikir akan sulit untuk dia bergerak dan melakukan serangan. Ternyata Big L mempunyai banyak tangan menyerupai tentakel. Aku melihat tentakel itu bisa muncul dari seluruh permukaan badan Big L. Panah yang terus diluncurkan ke arah kepala Big L terus dipatahkan oleh tentakel- tentakelnya. Serangan pedang ke arah badan big L pun selalu ditangkis oleh tentakelnya. Hanya serangan Wind dance yang tidak berhasil dia tangkis, apakah serangan tipe angin seperti wind dance terlalu cepat untuk Big L? Lalu kenapa mereka semua tidak menggunakan Wind dance untuk menyerang? Sepertinya tidak semua mempunyai anugerah angin. Atau Big L dengan sengaja menerima serangan itu, karena serangan itu tidak mematikan untuk Big L. Aku terus berlari ke arah Big L, mulai mengelilinginya dari arah kanan. Sesuai rencana, Reva mengelilingi Big L dari sebelah kiri, kami berusaha lari secepatnya, kami tidak tahu apakah Big L akan menyadari posisi kami dan meluncurkan serangan tentakelnya ke arah kami. Kami sadar tentakel yang Big L gunakan untuk bertahan, mempunyai pergerakan cukup cepat untuk menangkis serangan-serangan yang diluncurkan, tapi kecepatan itulah yang kami khawatirkan. Big L menggunakan kecepatan gerakan tentakelnya untuk balik menyerang. Jika pengamatan ini berjalan lancar, kami akan bertemu tepat di posisi belakang Big L, kemudian saling menyampaikan hasil pengamatan untuk merencanakan strategi serangan yang lebih efektif dan mematikan.
"Aaargh!"
Tiba-tiba aku mendengar teriakan keras dari arah kiri. Kemungkinan teriakan itu berasal dari posisi depan Big L.
"Cris! Tidak!
Terdengar lagi teriakan keras dari arah yang sama, sepertinya itu teriakan dari dua orang yang berada tepat di posisi depan Big L. Kemungkinan salah satu dari mereka yang bernama Cris telah terserang oleh Big L. Aku sangat khawatir dengan apa yang terjadi kepada mereka, tapi aku harus ikuti rencana yang Reva percayakan padaku. Dengan secepatnya aku berlari mengelilingi Big L dari arah kanannya, Aku perhatikan fisik Big L memang tidak mempunyai bentuk yang tetap. Bentuk sisi kanannya terus berubah-ubah, beberapa tonjolan terlihat muncul seperti bersiap akan meluncurkan serangan tantakel, tapi tidak satu pun tonjolan itu berubah menjadi tentakel dan menyerang. Sambil terus memperhatikan Big L aku pun berlari dan berusaha untuk sedikit menjauhkan diri dari posisi Big L.
Terus berlari dan mengawasi pergerakan Big L, akhinya aku berada tepat di posisi belakang Big L, dari arah yang berlawanan aku melihat Reva sedang berlari ke arahku. Kami pun bertemu tepat di posisi belakang Big L dan langsung bersiap dalam posisi bertahan.
"Ada potensi serangan tetapi tidak ada serangan. Sepertinya dia tidak menyerang karena dia tidak dapat melihat kita, posisi kedua matanya di depan, terus fokus terhadap serangan di depan. Tetap jaga jarak sangat diperlukan untuk mencapai titik aman."
Aku pun menyampaikan hasil pengamatanku di sisi kanan fisik Big L.
"Sisi kiri juga sama. Ayo, kita serang sekarang! Bersama ke arah belakang kepala, lompati kepala dan hancurkan dua mata merah di kepala bagian depan!"
Reva juga menyampaikan hasil pengamatannya dari sisi kiri Big L.
"Baik!"
Aku pindahkan pedang pendek ke tangan kanan dan pisau ke tangan kiri. Kami berdua bersama berlari secepat mungkin ke arah belakang Big L. Sampai titik terdekat dengan fisik Big L, kami berdua pun melompat untuk melewati punggung dan kepala Big L. Walaupun aku berhasil mengimbangi kecepatan berlari Reva dan berhasil melompat bersamaan. Tetapi lompatan Reva lebih kuat sehingga posisi dia saat ini sedikit berada di atasku.
Crat!
Aku merasakan cipratan cairan hangat di wajahku. Sensasi ini, bau ini, bau darah segar. Aku melihat satu titk merah besar tepat berada di depanku yang saat ini dalam posisi tengah dalam lompatan di udara menghadap bagian belakang fisik Big L.
Krak!
Tiba-tiba aku merasakan sakit yang sangat di bagian dada kiri. Aku merasakan sesuatu yang keras menusuk dada kiriku.
"Aaargh!"
Rasa sakit ini, aku tak kuasa menahannya. Aku pun berteriak sekuat tenaga.
"Reva! Tidak!"
Aku melihat Reva yang berada sedikit di atasku, sudah dalam posisi tergantung, dua tentakel Big L berhasil menembus tubuh Reva dan membuat tubuhnya tergantung di udara. Sama sekali tidak terdengar teriakan dari Reva. Menahan rasa sakit di dada, aku terus berteriak memanggilnya, berharap dia berteriak untuk membalas.
"Reva! Reva!"
Reva tidak membalas teriakanku. Aku hanya melihat badannya yang tergantung lemas di kedua tentakel Big L. Darah merah terus mengucur dari tubuh Reva yang tergantung.
Aku… aku… sama sekali tidak bisa menolongnya.
"Aaargh!"
Aku gunakan pedang dan pisau di kedua tanganku untuk menusuk-nusuk tentakel yang menusuk dada kiriku dengan membabi buta. Pikiranku kacau, aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Aku merasa seperti hewan liar yang dengan mengandalkan insting berusaha untuk bertahan hidup dan menghindari kematian. Tusukan sayatan yang aku arahkan ke tentakel itu sama sekali tidak berhasil melukainya, tetapi tiba-tiba Big L menarik tentakelnya dan melepaskanku sehingga aku terjatuh dan terbaring tak berdaya di atas tanah. Dadaku sakit, napasku sesak, sekujur tubuhku tak bisa bergerak. Aku hanya bisa melihat arah atas. Melihat tubuh Reva yang tergantung, merasakan tetesan darahnya yang hangat di wajahku.
Apakah aku akan mati? Apakah Reva sudah mati? Kenapa aku sama sekali tidak berguna. Teriakan yang sempat aku dengar tadi, apakah Cris mengalami hal yang sama dengan kami berdua? Bagaimana kondisi empat orang yang lainnya?
"Ely! Reva!"
Tiba-tiba aku mendengar seseorang berteriak ke arahku.
"Sam! Kau selamatkan Ely. Aku akan selamatkan Reva"
"Baik Bos!"
Tiba-tiba saja aku merasakan tangan seseorang menggapai lengan kananku dan mengangkatku, menempatkan posisi badanku di punggunggnya. Dia menggendongku dan berlari membawaku pergi menjauh dari lokasi fisik Big L.
"Reeeva! Re!"
"Jangan berbicara dulu, aku tahu kau khawatir padanya. Untuk sementara kau bisa berhenti mengkhawatirkan Reva, serahkan Reva kepada bos. Saat ini cukup khawatirkan dirimu sendiri. Jangan berbicara! Jangan banyak bergerak! Dadamu berlubang, paru-parumu hancur. Sekarang keselamatan kalian adalah prioritas. Kita harus secepat mungkin untuk menjauh dari Big L dan membawa kalian ke tempat yang aman untuk pertolongan pertama."
"Cris… bagaimana kondisi Cris?
"Sudah aku bilang, jangan bicara lagi! Sekarang kau cukup dengarkan instruksi kami. Kondisi Cris tidak lebih buruk dari kondisimu, dia tertusuk tentakel di posisi perut. Ted sudah membawa dia menjauh dari posisi Big L. Kami sudah tentukan satu titik pertemuan, sekitar 1 Km dari posisi Big L ke arah utara. Aku ... Sam ditugaskan untuk membawamu. Bos membawa Reva. Ted menbawa Cris. Satu orang lainnya masih dalam kondisi baik, dia ditugaskan untuk berjaga di sekitaran Big L, terus mengawasi pergerakannya."
"Te … terima kasih… terima kasih Sam, telah menye ... lamat … kanku"
"Sudah kubilang jangan bicara dulu!" ucapnya, dan aku hanya bisa menurut.