Mataku mendelik, terbelalak, berkaca-kaca. Melihat paras ketampanan yang terpancar di raut Jebran. Mataku mengedip-ngedip perlahan-lahan. Namun, tatapan sama sekali yang jatuh dan terbenam. Wajahnya bahkan merunduk menatap rautku.
Kulihat bola mata indahnya yang kecokelatan. Wah, semua wanita akan menggila melihat ketampanan yang paripurna ini.
"Kenapa?" tanyanya.
Untung saja perangainya bukan untuk mencium. Ketenangan pun telah menutup raut maluku. Sungguh lelucon apa yang dipermainkan olehku?
Tubuhnya berdiri tegak, ia pun meraih tanganku menjauhi ruangan. Aku tertarik oleh pegangannya yang sangat erat.
Di balik punggung kami yang hendak menjauh, sorotan mata Anindira begitu bersaing. Tatapan kali ini sangat tajam dari biasanya. Bibir licinnya mencibir kelit melihat diriku ditarik oleh Jebran.
