Chereads / I have to Love You / Chapter 23 - Nyatakan cinta.

Chapter 23 - Nyatakan cinta.

Malam membekuk diriku di dalam batin kesalahan. Aku seraya menengadah sambil mengadu pada bulan sabit yang tampak malu-malu.

Angin malam menerobos kulit wajahku dan menyentuh diriku seakan terasa begitu dingin.

Dilan, dia harus tersiksa olehku. Karena aku, dia terluka.

Mungkin, ini hanya terjadi secara kebetulan saja.

Akan tetapi, awan hitam membungkus semua kenangan pahit yang pernah terjadi.

Aku terpelangah melihat langit hitam lagi gelap. Aku masih berdiri di depan pagar besi rumah Dilan dengan raut pilu.

"Emira," panggil Jebran sembari menarikku.

"Ayo, kita pulang. Kita akan melanjutkan lagi besok."

Pria ini menarikku secara perlahan di saat mataku masih ternganga diam menatap rumah Dilan. Aku terlempar dari pikiran yang hendak menyalahkanku sendiri.

"Ah," sahutku.

Aku meraih kunci mobil sambil merunduk lesu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Jebran.

"Tidak, aku harus kembali," sebutku sembari membuka pintu.

Namun tangan Jebran menghentikan diriku untuk masuk. "Biarkan aku yang mengantarkanmu ke rumah." Jebran menatapku dengan paksa. Tanpa senyuman sekalipun aku rasanya menghempaskan diri pada jurang kesalahanku.

"Emira, kau wanita yang sedang terluka. Aku melihatmu!" sebut Jebran.

Dia mengambil secara paksa kunci mobil milikku, lalu menuntun jalanku menuju sebelah kursi kemudi. "Masuklah! Aku tidak akan membiarkanmu menyetir dalam keadaan kosong."

Aku melihat Jebran melangkah mengarah setir kemudi dan bersiap untuk melaju. Ia pun sembari menatap kaca spion depan dan memakaikan sabuk pengaman.

Matanya memandang diriku yang hanya terkesima meliriknya.

"Lupakan dulu kejadian ini, tenangkan pikiranmu!" ucap Jebran.

Aku tak menyahut, lalu beralih menatap jalanan di depan. Mobilku melaju di jalanan, namun mulutku sama sekali tidak berkata-kata.

"Jebran," panggilku.

"Yah, ada apa?" tanya Jebran beralih menatapku sesekali.

"Bisakah kita berhenti sebentar di pinggir taman kota," pintaku.

"Oh, baiklah!" putus Jebran memutar balik mobilku.

Padahal, rumahku sudah tidak jauh lagi.

Kami memutar dan kembali pada taman kota yang sering kami kunjungi. Aku tidak menghiraukan malam yang semakin larut. Pikiranku semakin kacau berjalan menuju kursi di pinggiran taman kota.

Jebran mengikuti langkahku, aku mendengar telapak sepatunya.

Sebenarnya pria ini terlalu baik atau bodoh? Kenapa dia selalu mengikuti diriku? Padahal, awal aku bekerja kami tidak pernah menyapa ramah.

Setelah kejadian naas itu, kedekatan kami pun terjalin. Aku memang sedikit menyukai sifatnya, tapi aku ragu-ragu untuk mengungkapkannya.

"Emira," panggilnya.

Aku menghentikan langkahku, lalu berbalik arah dengan langkah begitu cepat mengarahnya. A-aku memeluknya, aku memeluk pria ini secara tiba-tiba.

Dan Jebran terlonjak karena dorongan paksa tubuhku yang menghantam dirinya. Tangannya mulai merespons diriku lalu menepuk-tepuk perlahan.

"Tenanglah, ada aku di sini!"

Dengarlah kata-katanya, aku mengeluarkan air mata. Namun, Jebran menarik tubuhku saat mendengar isak tangisku yang menggelegar.

"Hiks ...," rintihku di depan wajahnya.

Jebran mengangkat tangannya, ia menghapus air mataku secara pelan. Kedua bola matanya mengamati seluruh raut wajahku.

Tingkahku seakan terhipnotis oleh sesuatu. Jebran meraba pipiku dengan lembut.

"Jangan menangis!" ucapnya lirih.

"Hiks, aku tidak tahu harus berbuat apa?!" ringisku.

"Emira, aku menyukaimu!" ungkap Jebran.

Aku berhenti, aku menatap kedua bola matanya. Aku melihat sosok yang berbeda dari Dilan. Jebran sangat berbeda. Dia dingin, dia sedikit acuh tak acuh, tapi dia pandai mengambil hati perempuan.

Aku terkesima pada tatapannya.

Mataku berjalan dari kiri ke kanan. Aku memperhatikan segalanya dari awal hingga akhir.

Apa?

Jebran mendekatiku, wajahnya mendekati wajahku begitu dekat. Di tengah-tengah taman kota.

Situasi yang sangat sunyi lagi sepi.

Bibirnya menyentuh bibirku, ia melumat bibirku dengan lembut. Aku merangsang dan merespons dengan baik.

Cup!

Jebran, dia pandai melakukannya. Tapi, dia sepertinya sosok pria yang sangat setia dan bertanggungjawab.

Kami berdua masih berdua dengan kemesraan yang bisa kuterima. Ini benar-benar melayang, di bawah pepohonan malam.

Secercah cahaya berkeliling di pinggiran taman, menambah suasana indah di ciuman keduaku.

Tapi, ini berbeda dan sangat berbeda. Aku menerimanya dengan baik, seperti kata hati kecilku.

Apalah benar aku menyukai Jebran secara kebetulan? Atau memang aku menyukainya?

"Jangan pernah menangis! Mulai sekarang, kau harus mengatakan apapun kepadaku, kau adalah milikku!" tandasnya menyudahi ciuman ini.

Aku bahkan tidak menolak, tapi tersenyum lalu mengangguk pelan.

Dia memelukku kembali, di dalam pelukan hangatnya aku seakan merasa lebih nyaman dan aman.

Malam ini adalah saksi bahwa ia menyatakan perasaan kepadaku. Sudahkah ini berakhir? Belum!

***

Jari-jemari mengutak-katik keyboard komputerku begitu lincah. Mataku berkeliling nakal ke dalam layar komputer. Tanganku tak berhenti bergerak sampai sebuah naskah benar-benar selesai.

Tet!

Aku menekan tombol terakhir dengan tulisan 'Enter'. Dan akhirnya selesai juga.

Seseorang mendekatiku, aku tak menghiraukan lagi siapa dia? Pastinya si Arga juru kameraku.

"Hei, Nona cantik! Bagaimana dengan kabar terkini dari pembunuhan wanita itu? Apa kita masih menuruskannya?" tanya Arga memiringkan badan lehernya menatap diriku.

"Hari ini aku akan menemui Fredi, kau mau ikut atau tidak?" ajakku.

"Mau dong!" putus Arga.

"Hei, hari ini ada rekan kita yang baru. Dia sepertinya memiliki hubungan kekeluargaan bersama Tuan Jebran," sambung Rendi dari balik punggungku.

"Wanita atau laki-laki? Jangan bilang laki-laki! Aku sungguh muak harus bersama kalian terus," keluhku.

"Sudah jangan ribut! Itu di sana!" tunjuk Gilang.

Aku mengikuti telunjuk Gilang yang mengarah pada seorang gadis yang masih muda itu. Tampaknya dia baru lulus sekolah, wajahnya sangat manis dan terlihat manja. Di balik itu, dia tidak begitu sombong. Yah, aku bisa menebaknya.

Dia mendekati kami, "Hai, perkenalkan aku Susi," sapanya.

"Hai juga!" sahut Arga melambai.

Kedua pria di belakangku jangan ditanya lagi. Mereka pasti akan menyahut apabila didatangi oleh gadis cantik.

Aku dan ketiga rekanku berdiri sembari menyambutnya. Tak lama kemudian, atasan kami mendekati ruangan kerja yang penuh ini sambil menepuk tangan.

"Ayo, ayo berhenti dulu sebentar!" ucap si pria itu.

Pak David, dari awal aku memang tidak menyebutkan dirinya. Karena selama ini dia memang sedang sibuk di luar negeri untuk mengurusi bisnisnya.

Pak David memiliki saham di perusahaan televisi ini. Dia termasuk rekan baik dalam bisnis bersama Jebran.

Bisa dibilang orang ini sangat teliti dan cerewet.

"Sekarang kita kedatangan rekan baru. Kuharap kalian bisa menerima dan dapat bekerja sama yang baik dengannya," celoteh pak David.

"Susi, perkenalkan dirimu!"

Susi melihatku dan ketiga rekanku, "Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan nama saya Susi Siswara, kuharap kalian bisa berteman baik denganku, mohon kerja samanya!" Susi merunduk di depan semua orang.

Kami semua adalah rekan yang mementingkan solidaritas yang tinggi.

Jadi, bersifat ramah dan bertanggungjawab adalah bagian dari kami.

Susi tersenyum dan melangkah ke arah kami. Kini, aku pun memiliki rekan wanita yang akan menjadi bagian dari kelompok kami juga.

Dia menatapku dengan ramah, begitu pun sebaliknya, aku pun tersenyum melebar dan hampir memperlihatkan gigiku.

Follow my ig : @rossy_stories

Dukung ceritaku yah.

Review dan simpan di perpustakaannya.

Terima kasih sobat pembaca.

Tanpa kalian aku hanyalah serpihan debu yang tak berarti.