Chereads / I have to Love You / Chapter 26 - Aku dan kamu memiliki kesamaan.

Chapter 26 - Aku dan kamu memiliki kesamaan.

Buir-buir air mata jatuh membasahi pipi mulusku. Aku berhenti dan memandang langit gelap, masih ada bintang terang yang terus berkelap-kelip menatap diriku yang terpaku. Jebran membantuku untuk bangkit lalu menatapnya.

Aku mendongakkan pandangan ke atas angkasa luas sembari berkata, "Andai aku adalah bintang yang paling terang itu, adakah bintang lain yang segera meredupkan cahayaku?"

"Tidak akan ada, jika kau tidak pernah melakukan kesalahan. Kau tetap bersinar terang di hati seseorang dan kau bahkan telah menerangi hati yang pernah gelap," tutur Jebran menatapku dari belakang.

Aku memejam mata, dan spontan menoleh.

"Ah!"

"Aku mulai lagi," gerutuku merunduk.

Aku membalikkan tubuhku dan memandang Jebran dengan tenang. Segala rautku yang memerah padam kini melentur sesaat. Aku sungguh malu di hadapan Jebran selaku bosku. Tapi, entah kenapa? Sejak kemarin aku tak bisa menyimpan rasa maluku lagi. Perasaan maluku memang kutepis dari dulu. Dia bahkan menyukai di bawah kesadaranku.

"Apa yang membuatmu suka padaku?" Tiba-tiba aku melontar kata untuknya.

"Kau seperti bintang terang itu!" ungkapnya.

Aku tertegun saat ia mengatakan kalimat yang mungkin menurunkan gaya simpatiku padanya. "Lalu, selain itu?!"

"Kau memiliki kesamaan terhadapku. Kau dan aku tak hampir berbeda," tuturnya.

Kini mata Jebran sekilas begitu ikhlas mengatakannya. Apakah benar ini sebuah kebetulan? Aku dan dia memiliki kesamaan?

"Apa itu?" tanyaku penasaran.

"Keras kepala. Tapi, keras kepalaku tidak sepertimu. Aku adalah lelaki, sudah seharusnya memegang teguh jiwa tegasku. Kau sudah mengetahuinya, kurasa kau tak perlu jawaban lagi," sebut Jebran.

Aku memajukan langkahku menghadap wajah Jebran. Mataku memperhatikan bergemingnya bola matanya. "Jadi, aku harus mencintamu?"

"Aku tidak akan memaksa," decitnya.

"Yah, aku harus mencintaimu. Kau adalah lelaki yang sangat berbeda dari mereka yang pernah singgah di hatiku. Aku melihat diriku di dalam bola matamu, kurasa kau benar! Aku dan dirimu memiliki kesamaan," tuturku mulai melebarkan senyum.

"Terima kasih, kuharap kau menjadi wanita yang tidak akan merusak hubungan ini," harap Jebran meraih tanganku.

Ia meremas lembut pergelangan tanganku. Lalu mengangkatnya mendekati mulutnya, mengecup perlahan tanganku sembari menatap damai ke rautku.

"Jadilah wanitaku!" sebutnya.

Aku tak bisa menjawab permintaannya. Tapi, aku mulai menggulungkan bibirku lalu berucap, "Apakah ini perintah?"

"Bukan, ini harapanku!" tegasnya.

Aku terkesima dengan nada lemah lembutnya. Tatapannya begitu sayu mengarah padaku. Aku terbawa oleh angin malam yang memberiku belaian sejuk. Di empas ke Samudera luas, lalu tertarik oleh awan putih yang lembut.

Mataku tak bisa menyorot rautnya kembali, tapi aku tahu bahwa diriku memang menyukai diri Jebran dari apapun. Aku sempat berdebat dan mendongak angkuh di hadapannya. Akan tetapi, berjalannya waktu kami sering merasakan kedekatan. Entah insiden apa yang membuat kami semakin dekat.

Dia memegangiku dengan erat sembari meniti jalanan perkotaan. Saling pandang, senyuman hangat, lukisan indah terpampang jelas di antara kami berdua. Jatuh cinta hampir membuat orang lain menjadi gila.

Beginikah rasanya jatuh cinta? Bagaikan badai yang tak menghempaskan pulau! Bagaikan angin topan namun tak terdengar! Semua yang dirasakan oleh cinta adalah sejuta bahagia yang tak kan tergantikan.

Kami duduk di pinggiran jalanan. Menatap langit malam dengan pandangan damai. Ku taruh kepalaku di samping bahunya. Ia pun menyender kepalaku dengan kepalanya. Tangan kami masih mengenggam erat layaknya kekasih yang tak bisa terpisahkan. Padahal kami baru jadian.

"Mulai sekarang! Jangan pernah menyembunyikan apapun dariku. Aku adalah bosmu di kantor, di luar kau adalah kekasihku. Tapi, tidak ada yang bisa memisahkan kita di mana pun kita berada. Jangan pernah sungkan kepadaku! Dan jangan pernah pergi sendirian!" tuturnya di dekatku.

"Hemm, baiklah tuan Jebran!" ucapku sembari menutup mata.

"Emira," sapa Jebran pelan.

"Kau tidak mau bertanya tentang diriku? Aku bahkan penasaran dengan sosok keluargamu. Hanya saja aku mengenali ibumu itu. Dia adalah rekan baik paman dan keluargaku," beber Jebran.

"Aku sudah mengetahuinya. Tapi, aku adalah orang yang sangat keras. Tidak ada siapapun yang akan menghalangiku setelah ibuku! Menjadi seorang Reporter bukanlah impianku. Tapi, perlahan waktu berjalan, aku menyukai pekerjaanku," ungkapku.

Dia memelukku, dan aku bahkan hampir tertidur di dalam pelukannya.

"Hei, kita mau sampai kapan di sini?!" jeritku tiba-tiba.

"Aahh! Kau mengagetkanku saja," gerutu Jebran terperanjak olehku.

Aku melepaskan pelukannya, lalu berdiri dengan tegak.

"Ini sudah malam, Jebran!" keluhku.

"Pukul sepuluh malam," ucapnya seraya melihat jam tangan elite.

Aku akhirnya beranjak dari keenakan duduk, dan keenakan bersama. Kehangatan itu seketika memudar karena desakanku yang membuat Jebran sedikit kaku.

Kami akhirnya kembali dan melanjutkan mimpi indah di rumah. Tempat yang paling nyaman, tempat yang tidak akan mengalahkan apapun, yakni rumah kita sendiri.

***

Dilan meremas rambutnya di pinggiran jalan. Mata dan segala tingkahnya begitu menyiksa batin. Ia pun berjongkok sambil meringis pilu.

"Aaahhh!!" raungnya.

Seseorang berjalan mendekati dirinya. Tanpa terlihat oleh paras wajah, pria itu berjongkok menepuk pundak Dilan dengan pelan.

"Dilan," panggilnya.

Dilan menengadah pelan untuk melihat si pria itu. Dengan terkejut, ia terpelangah saat memperhatikan raut wajahnya.

"Kau?!!"

"Ayo," ajaknya mengulurkan tangannya.

"Aku bahkan tidak ingin bertemu siapapun!" gerutu Dilan.

Seseorang telah membawa Dilan dari depan rumah makan itu. Siapakah sosok pria itu? Sampai-sampai membawa Dilan ke dalam mobilnya.

Pria itu sangat asing, bahkan tidak sama sekali terlihat. Bertubuh kekar, wajah biasa-biasa saja, tinggi berpenampilan layaknya bos-bos.

"Kenapa kau mencariku?" tanya Dilan dari dalam mobil.

Pria itu mengendalikan kemudi mobil dengan tenang. Matanya menyorot jalanan begitu sempurna. Dilan beralih menatapnya.

"Aku bahkan tidak pernah bertemu denganmu sudah hampir setahun," sebut Dilan.

"Apa kau ingin mencari kakak perempuanmu?" tanya si pria itu.

"Bagaimana bisa? Dia pasti tidak terlihat lagi," keluh Dilan.

"Kenapa kau ada di sini?" Dilan kembali menatap si pria itu.

"Heh! Kulihat Emira sudah tumbuh dewasa," tutur si pria itu.

Dilan terpaku saat si pria itu memicingkan raut wajahnya. Begitu mencurigakan dari nada yang dilontarkan pria tersebut.

"Endru," panggil Dilan.

"Yah, ada apa?" sahut si pria bernama Endru.

"Jangan ganggu Emira!" pinta Dilan dengan raut gelisah.

"Hahaha," kekeh Endru menghentikan mobilnya.

"Dilan, kurasa kau harus tahu bagaimana perbuatan ayahnya Emira terhadap kakakmu sepuluh tahun lalu. Tapi, kau malah menyukai wanita itu. Sudah cukup! Kau jangan pernah mengancamku," geram Endru.

"Bagiku, kau telah lama mati di hati kakakku. Dia bahkan tidak pernah muncul selama aku hidup. Ayahku sekarat lalu meninggal dunia, tapi aku masih tetap menunggunya," gerutu Dilan sembari membuka pintu mobil.

Saat kaca jendela masih terbuka, Dilan pun mengatakannya, "Sekali lagi! Jangan pernah kau mengganggu Emira, jika terjadi sesuatu padanya, maka aku akan mencarimu!"

Endru terlihat santai dengan senyuman miringnya. Ia pun pergi meninggalkan Dilan seorang diri di jalanan. Terukir raut gelisah yang tampak dari garis-garis wajah Dilan. Seakan tak percaya seseorang telah kembali.

Anda akan menemukan kejutan di bab berikutnya. Kira-kira seperti apa cerita selanjutnya?

Ikuti terus hingga akhir. Tambahkan ke raknya, review cerita dan undi hadiahnya.

Sekarang juga!

Follow juga ig : @rossy_stories.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk sepatah kata dari cerita ini.