Sedang di tengah perjalanan pulang, kedua kakak beradik tersebut hanya terdiam, tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari mulut mereka. Shin Rawnie lebih memilih menyamankan dirinya di sandaran jok sambil memejam, dan Rex Daiva yang masih tetap berkonsentrasi dengan kemudinya, meski sesekali ia melirik ke arah Shin Rawnie yang masih setia dengan keterdiamannya.
"Shisi.. Maafkan kakak." Ucap Rex Daiva membuka pembicaraan, Sedang Shin Rawnie hanya bisa menarik nafas dalam dan sedikit membuka kelopak matanya.
"Apakah kakak merasa menyesal sekarang?" Tanya Shin Rawnie perlahan sambil menatap wajah Rex Daiva yang langsung mengangguk pelan. "Jika kakak merasa menyesal, maka tinggalkan kebiasaan kakak yang suka bermain-main dengan banyak wanita." Lanjut Shin Rawnie yang membuat Rex Daiva masih terdiam tampa jawaban.
"Berhenti mempermainkan hati, dan merusak tubuh mereka, cukup Ayah saja yang seperti itu. Aku hanya tidak ingin, hidup kakak kelak menjadi seperti Ayah." Timpal Shin Rawnie yang lagi-lagi masih membuat mulut Rex Daiva bungkam. "Meski kakak tidak bisa meninggalkannya dengan cepat, tapi kakak bisa melakukannya secara perlahan." Sambung Shin Rawnie lagi.
"Kakak akan mencobanya." Balas Rex Rawnie perlahan dengan pandangan yang masih fokus kedepan.
"Aku akan menunggu." Ucap Shin Rawnie tersenyum, meski senyum itu bukanlah senyum yang terlihat seperti seseorang yang sedang bahagia, sebab di mata Rex Daiva sekarang, senyum yang ia lihat dari sudut bibir adiknya adalah senyum untuk menutupi rasa luka, sakit, dan kecewa adiknya selama ini.
"Mereka juga mempunyai perasaan, keinginan ingin di hargai dan di cintai. Mereka juga ingin di lindungi, bukan di rusak dan di campakkan begitu saja." Ucap Shin Rawnie sambil memandang keluar jendela mobil yang masih melaju. Tubuh Rex Daiva seketika terasa kaku saat mendengar perkataan Shin Rawnie, sebab Ia sangat paham dengan maksud Shin Rawnie saat ini.
Selama ini adiknya sudah sangat menderita dengan kelakuan Tuan Rainer Diedrich Ayah mereka. Sebab sejak Ibu Shin Rawnie meninggal, Tuan Rainer Diedrich semakin tidak terkendali. Tiap malam mereka harus mendengar desahan yang terdengar menjijikan dari tiap wanita jalang yang di bawah oleh Tuan Rainer Diedrich ke rumah saat mereka masih kecil, bahkan sampai mereka beranjak dewasa.
Rex Daiva yang sudah terlebih dahulu kehilangan Ibunya menjadi satu-satunya tempat pelampiasan Tuan Rainer Diedrich. Sebab kelakuan sang Ibu yang berselingkuh dan langsung meninggalkan Tuan Rainer Diedrich begitu saja membuat Tuan Rainer Diedrich murka, dan tidak hanya Ibu Rex Daiva, Tuan Rainer Diedrich juga ikut membenci Rex Daiva, bahkan selalu mengatakan jika Rex Daiva bukanlah anak kandungnya. Rex Daiva adalah anak dari pria lain selingkuhan Ibunya, itulah yang ada di dalam pemikiran Tuan Rainer Diedrich saat itu bahkan sampai saat ini.
Hingga dua tahun berlalu, saat Rex Daiva berusia 6 tahun, Tuan Rainer Diedrich kembali menikah dengan seorang wanita yang berhati lembut dan sangat baik hati, juga begitu menyanyangi Rex Daiva, melindungi dan memperlakukan Rex Daiva lebih dari darah dagingnya sendiri. Namun sayangnya wanita itu berumur pendek, saat melahirkan Shin Rawnie, wanita itu meninggal dunia, dan hal itulah yang membuat Ayah mereka semakin tidak karuan. Kebiasannya yang selalu bermain dengan wanita yang berbeda-beda tidak pernah berubah. Dan Rex Daiva yang tidak ingin melihat Shin Rawnie lebih tersiksa lagi, memutuskan untuk pindah dan membawa Shin Rawnie ke Mansionnya.
Namun sebejat apapun sifat Tuan Rainer Diedrich, pria itu masih bertanggung jawab dengan memberikan Perusahaan keluarga Jorell kepada Rex Daiva. Meski dengan syarat, Rex Daiva harus menjaga dan melindungi Shin Rawnie seperti ia menjaga nyawanya sendiri. Meskipun perlakuan Tuan Rainer Diedrich terhadap Rex Daiva sangatlah tidak adil, namun sedikitpun Rex Daiva tidak pernah ataupun tidak bisa membenci sang Ayah, seburuk apapun perlakuan sang Ayah padanya, sebab ia bisa melihat Ayahnya ada pada dirinya sendiri. Meski kebiasannya yang selalu meniduri banyak wanita seperti Ayahnya membuatnya sangat membenci dirinya sendirinya.
"Kakak.. " Panggil Shin Rawnie yang membuat Rex Daiva sedikit tersentak.
"Ada apa?" Tanya Rex Daiva saat tersadar jika mobil mereka sudah berada di dalam halaman Mansionnya.
"Tolong usir dia.. " Pinta Shin Rawnie saat melihat sosok Chenoa Rajendra yang tengah berdiri di teras Mansion Rex Daiva.
Mereka yang baru saja tiba dari Panthouse Yukio Clovis tiba-tiba di kejutkan oleh kehadiran Chenoa Rajendra yang sontak membuat Shin Rawnie terkejut dan langsung menyembunyikan dirinya ke punggung Rex Daiva.
"Shisi... Noah tidak salah apa-apa, kau seharusnya tidak menghindarinya." Ucap Rex Daiva perlahan.
"Tidak.. Aku sedang tidak ingin melihatnya." Balas Shin Rawnie yang masih berdiri di belakang punggung Rex Daiva.
"Shihi, Rex.. " Sapa Chenoa Rajendra yang langsung mendekati mereka.
Sambil tersenyum dengan anggukan pelan, Rex Daiva mengusap lembut wajah Shin Rawnie yang sudah terlihat pucat.
"Bicaralah dengannya." Bisik Rex Daiva yang hanya di balas anggukan oleh Shin Rawnie. Sedang Rex Daiva yang merasa tidak memiliki urusan apapun di antara mereka berdua langsung melangkah masuk ke dalam Mansionnya.
"Shisi.. "
"Bicaralah." Balas Shin Rawnie ketus tampa melihat Chenoa Rajendra yang sudah berdiri tepat di hadapannya dengan wajah cemas.
"Maafkan kakak." Ucap Chenoa Rajendra lirih dengan wajah yang di penuhi dengan penyesalan. Bahkan tatapannya terlihat sendu.
"Menjauhlah dariku, aku benar-benar tidak ingin melihat kakak." Balas Shin Rawnie dengan suara yang terdengar bergetar.
"Kakak mengerti Shisi, tapi kakak mohon, maafkan kakak, dan kakak siap untuk bertanggung jawab atas semua yang sudah kakak lakukan."
"Tidak."
"Shisi.. "
"Apa yang akan kakak lakukan dengan status kakak yang sudah memiliki seorang tunangan?" Tanya Shin Rawnie yang langsung membalas tatapan Chenoa Rajendra.
"..."
"Jangan jadi pria brengsek, aku tidak butuh tanggung jawab dari kakak." Ucap Shin Rawnie dingin.
"Tapi Shisi... "
"Kakak cukup menjauh dari hidupku, jangan pernah muncul di hadapanku lagi, itu sudah lebih dari cukup."
"Tapi kakak bukan pria seperti itu Shisi."
"Apa kakak akan terus melihatku merasa ketakutan setiap kali melihat kakak? Saat melihat kakak membuatku malah merasa jijik dengan diriku sendiri, aku merasa sangat kotor sekarang, jadi aku mohon.. Jangan menambah penderitaanku. Menjauhlah dariku, aku ingin hidup tenang." Tegas Shin Rawnie yang langsung melangkah pergi meninggalkan Chenoa Rajendra di sana dengan mulut yang masih terbungkam. Ia tidak habis pikir, jika perbuatannya kali ini telah membuat gadis baik dan lembut seperti Shin Rawnie bisa berubahย hanya dalam waktu satu malam, dan hal itu sungguh membuat Chenoa Rajendra semakin terluka.
Hatinya sakit jika memikirkan dirinya yang telah menghancurkan masa depan Shin Rawnie, ingin rasanya ia berlari dan memeluk tubuh ringkih itu, mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Namun Shin Rawnie sendiri seakan sudah memasang dinding kokoh yang menjulang tinggi untuk membentengi dirinya sendiri. Hingga mustahil bagi Chenoa Rajendra untuk menembus dinding tersebut.
Shin Rawnie benar-benar tidak menginginkannya, bahkan tidak ingin mengenalnya lagi. Dan hal itu sangat membuat Chenoa Rajendra tertekan hingga kembali membuat matanya berkaca. Dengan langkah gontai, Chenoa Rajendra meninggalkan Mansion tersebut, memasuki mobilnya dan terdiam sejenak di dalam sana. Di sandarkan tubuhnya di sandaran kursi kemudinya, hingga suara dering ponsel mengejutkannya.
๐ "Halo Chayra..."
๐ "Ayah dan Ibu sudah menentukan tanggal pernikahan kita sayang."
๐ "Benarkah?"
๐ "Iya sayang, dan kabar baiknya lagi, kita akan melangsungkan pernikahan kita di Kanada. Seperti rencana kita sebelumnya."
๐ "Iya sayang."
๐ "Ada apa? Kau nampak tidak bahagia?"
๐ "Tidak apa-apa, aku hanya kecapean."
๐ "Baiklah.. Aku akan mempersiapkan semuanya, besok kita akan berangkat di Kanada."
๐ "Besok? Bukankah itu terlalu cepat?"
๐ "Kita akan bertemu keluarga besarku di sana, dan banyak yang mesti di persiapkan, satu bulan lagi kita akan menikah, dan aku ingin semuanya berjalan dengan lancar."
๐ "Baiklah, aku mengerti."
Balas Chenoa Rajendra yang langsung memutuskan panggilan terlfon. Seharusnya ini adalah kabar yang membahagiakan bagi Chenoa Rajendra, sebab sudah sangat lama ia menantikan hari pernikahannya bersama Chayra Fayolla, wanita yang sangat di cintainya. Namun entah mengapa, ia merasa ada yang mengganjal di hatinya.
Dengan hati yang berat, Chenoa Rajendra menghidupkan mesin mobilnya, menginjak pedal gas dalam, hingga dalam hitungan detik, mobil sport tersebut sudah melaju meninggalkan Mansion Rex Daiva. Ingatan semalam kembali memenuhi pikiran Chenoa Rajendra. Dimana malam itu dengan tidak sengaja ia sudah melakukan satu kesalahan besar yang membuatnya merasa sangat bersalah hingga sekarang.
Bahkan saat ini Chenoa Rajendra sedang merasa sangat marah, namun ia tidak tahu, mesti meluapkan kemarahannya kepada siapa. Sungguh malam itu ia benar-benar tidak menyadari jika tubuh yang sudah ia jamah adalah Shin Rawnie, adik sahabatnya sendiri. Sebab di dalam penglihatan juga ingatannya malam itu hanyalah tunangannya Chayra Fayolla.
"Aku benci kakak, menjauhlah dari hadapanku.... AKU BENCI KAKAK.. PERGI."
Teriakan dan tangis Shin Rawnie kembali terngiang di ingatan Chenoa Rajendra. Bagaimana Shin Rawnie berusaha untuk mempertahankan keperawanannya malam itu, bagaimana Shin Rawnie merintih saat merasakan sakit, memohon agar di lepaskan. Sungguh semua itu membuat Chenoa Rajendra merasa seperti seorang pria bejat yang tidak bermoral.
'Shisi.. maafkan kakak, sungguh. Kakak tidak pernah berniat untuk melakukannya, kakak kehilangan kendali, sungguh kakak benar-benar minta maaf.'
Batin Chenoa Rajendra yang terus melajukan mobilnya dengan kecepatan yang semakin tinggi, bahkan dengan tidak di sadari Chenoa Rajendra, air mata sudah menitik dengan sendirinya. Rasa bersalah benar-benar menghantuinya, hingga membuatnya semakin prustrasi dan kembali memukul roda kemudinya sampai berulang-ulang kali.
* * * * *
HOTEL START JRL.
"Hentikan.. Aku sedang tidak ingin melakukannya Sally." Ucap Rex Daiva saat gadis yang sedang menemaninya di sebuah hotel tengah menggerayangi dada Rex Daiva dengan belain dan kecupan-kecupannya. "Jangan coba-coba mengumpanku dengan cara seperti itu." Ucap Rex Daiva lagi yang nampak terlihat tidak bersemangat saat Sally Severin mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu.
"Tapi sayang, aku sangat ingin melakukannya, aku mohon, puaskan aku malam ini seperti biasanya." Rengek Sally Severin yang kembali melumat bibir Rex Daiva semakin dalam dan menuntut.
"Ahhkk... Sally, aku menyuruhmu ke sini untuk menemaniku berbincang, aku benar-benar kacau saat ini!" Erang Rex Daiva saat Sally Severin mulai melepaskan jeansnya. Hingga membuat Rex Daiva menjadi stengah telanjang.
"Tapi Rex Aku tidak ingin hanya sekedar menemanimu mengobrol sayang, aku ingin malam ini kita melakukannya seperti biasa." Rayu Sally Severin dengan nada manjanya yang membuat Rex Daiva sedikit jengah.
"Tapi aku benar-benar tidak ingin melakukannya." Tolak Rex Daiva.
"Rex, aku benar-benar merindukanmu sekarang, kita bahkan sudah lama tidak bertemu," Ucap Sally Severin yang masih belum mau menyerah, bahkan langsung menguasai tubuh Rex Daiva, mencumbu pria itu dengan gerakan erotis, hingga hanya dalam sekali gerak saja, tubuh ramping Sally Severin sudah berada di bawah kungkungan Rex Daiva yang langsung menindihnya.
"Bukankah sudah aku katakan jika aku sedang tidak ingin melakukannya." Ucap Rex Daiva sedikit kesal dan langsung melumat bibir Sally Severin dengan sangat kasar, memasukkan kejantanannya kedalam liang kenikmatan Sally Severin yang langsung mengerang saat Rex Daiva mempercepat ritmenya bahkan tanpa jedah sedikitpun, tubuh Rex Daiva seolah tengah memberi isyarat jika saat ini ia sedang marah.
"Ahhkk sayang... perlahanlah, kau membuatku sakit... aahkkk... " Desah Sally Severin mengerang saat Rex Daiva yang dengan liarnya menguasai tubuhnya yang sudah di penuhi oleh keringat.
'Ahk Sialan.. Kenapa aku tidak merasakan kenikmatan seperti biasa. Apa karena aku terlalu banyak pikiran saat ini?'
Batin Rex Daiva yang bahkan tanpa aba-aba langsung mencabut alat kejantanannya dan beranjak.
"Apa yang kau lakukan? Kau bahkan belum klimaks sayang." Tanya Sally Severin dengan nafas terengah. Bahkan langsung meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya.
"Pulanglah.. Sudah aku katakan, aku sedang tidak ingin melakukannya, maaf Sally.. Mungkin lain waktu." Ucap Rex Daiva.
"Apa kau yakin sayang? Ini tidak seperti dirimu."
"Tidak Sally, malam ini aku benar-benar tidak ingin bermain, aku bisa menyakitimu jika kau terus memaksa." Balas Rex Daiva yang langsung melangkah memasuki kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, hingga 15 menit kemudian, Rex Daiva keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawahnya sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang stengah basah.
"Kenapa kau belum pulang juga?" Tanya Rex Daiva pada Sally Severin yang masih duduk diam menatapnya di pinggiran ranjang.
"Sayang, apa yang terjadi sebenarnya? Kau nampak gelisah dari kemarin, kau bahkan mengabaikanku, apa ada wanita lain yang kau pikirkan?" Tanya Sally Severin terlihat resah.
"Ada apa? Bukankah dari dulu kau sudah mengetahuinya, jika Aku selalu mempunyai banyak wanita? Jangan bilang jika kau cemburu." Balas Rex Daiva sembari menatap Sally Severin.
"... "
"Jadi kau benar cemburu?" Tanya Rex Daiva saat melihat Sally Severin yang hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya.
"Sally.. Kita hanya sebatas teman tidur, kau tidak lupa kan akan hal itu?"
"Tapi Rex.. "
"Bukankah kau sendiri yang sudah menyetujuinya jika kita hanya akan bertemu jika aku sedang ingin bercinta? bahkan kau yang memaksaku."
'Itu aku lakukan karena aku mencintaimu Rex.' Batin Sally Severin.
"Berhenti bersikap seperti anak kecil Sally, kau terlalu berharap banyak padaku, jika kau merasa jenuh, kau bisa pergi kapan saja kau mau." Ucap Rex Daiva.
"Jadi kau mencampakanku?" Tanya Sally Severin ndengan suara yang terdengar bergetar.
"Kau yang membuatku melakukannya, bukankah dari awal sudah aku katakan? Kita tidak ada komitment apapun, dan hubungan kita hanya sebatas teman ranjang saja." Balas Rex Daiva yang langsung melangkah pergi meninggalkan Sally Severin yang masih terdiam di pinggiran tempat tidur dengan air mata yang terus menitik dari sudut matanya.
Sally Severin sangat menyadari, jika sulit baginya untuk memiliki seorang Rex Daiva. Ia yang hanya seorang wanita biasa telah berani jatuh cinta kepada sosok Rex Daiva Jorell yang bahkan tidak pernah sedikitpun memiliki perasaan cinta kepada wanita, siapapun itu. Bahkan yang lebih bodohnya lagi, cinta telah membuatnya rela melakukan apa saja, meskipun ia harus menjadi budak seks bagi Rex Daiva.
Dalam diam Sally Severin merutuki kebodohannya, yang bahkan sudah tidak bisa lagi membunuh perasaannya. Ia sudah terlanjur mencintai Rex Daiva yang sedikitpun tidak pernah mencintainya. Meskipun ia sudah memberikan segalanya untuk pria Jorell tersebut.
* * * * *
Bersambung...