Chereads / Because love you. / Chapter 10 - Rumah sakit.

Chapter 10 - Rumah sakit.

Tubuh Rex Daiva terbaring di atas tempat tidur ruang VVIP dengan alat bantu nafas yang masih menempel di hidungnya juga infus yang masih terpasang di lengannya, dan juga beberapa luka lebam dan memar di wajahnya.

Selama 6 jam Rex Daiva menghabiskan waktunya di ruang operasi, sebab luka yang ia dapatkan cukup parah, di tambah lagi ia mengalami cidera patah tulang di sekitar rusuknya. Dan hal itu cukup membuat Chenoa Rajendra, Yukio Clovis dan juga Aron Cadwalen sangat khawatir. Hingga Dokter Krischan mengatakan jika Rex Daiva sudah melewati masa kritis dengan operasi yang berjalan lancar, dan hal itu membuat mereka bisa bernafas lega sekarang.

Sedang di ruangan VVIP lainnya yang di jaga ketat oleh beberapa pengawal yang tidak jauh dari kamar Rex Daiva terbaring sekarang, nampak Shin Rawnie yang masih meringkuk dengan air mata yang terus mengalir dari sudut matanya. Ia terus memikirkan nasib janinnya yang sempat ia tolak, bahkan pernah berfikir untuk melenyapkannya hingga kini sungguh membuatnya sangat menyesal.

"Maafkan Mommy.. Maafkan Mommy.. Mommy janji, mulai saat ini sampai seterusnya, Mommy akan melindungimu." Gumam Shin Rawnie seraya memeluk perutnya sendiri. Hingga suara langkah kaki Tuan Rainer Diedrich yang tengah menghampirinya membuat Shin Rawnie langsung mengusap air matanya yang sejak tadi terus menetes.

"Shisi.. Bagaimana perasaanmu?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang langsung duduk di sebuah sofa, samping tempat tidur Shin Rawnie.

"Shi baik-baik saja Ayah, Shi hanya sedikit kelelahan." Jawab Shin Rawnie yang masih terus meringkuk, bahkan ia enggan membalikkan tubuhnya meski hanya sekedar melihat sang Ayah yang sedang duduk di sampingnya.

"Baiklah, Soal Bayi itu."

Lanjut Tuan Rainer Diedrich yang sontak membuat Shin Rawnie kembali gelisah, ia mulai memeluk perutnya sendiri dengan sangat kencang dengan perasaan takut.

"Apa kau akan mempertahankan bayi itu?" Tanya Tuan Rainer Diedrich.

"Iya ayah.. "

"Tapi Ayah tidak setuju." Balas Tuan Rainer Diedrich datar.

"Maaf Ayah, Shi akan tetap mempertahankan Bayi ini."

"Apa yang ada di dalam pikiranmu? Apa kau tidak memikirkan dampak dari kehamilanmu itu? Kau masih berusia 19 tahun Shi. Bahkan tidak memiliki seorang suami. Terlalu dini untuk memiliki seorang bayi." Ucap Tuan Rainer Diedrich dengan nada yang mulai meninggi.

"Tapi Shi tidak peduli Ayah.. " Balas Shin Rawnie. "Berapapun usia Shi sekarang itu tidaklah penting."

"Shi, jangan membuat Ayah murka, sampai kapanpun Ayah tidak akan pernah setuju jika kau mempertahankan bayi itu."

"Tapi Ayah.. "

"Ayah akan memberikanmu waktu, pikirkan baik-baik, dan pikirkan juga masa depanmu."

"Ayah.. " Lirih Shin Rawnie dengan air matanya.

"Ayah akan mengirimmu ke Jerman untuk melanjutkan kuliahmu, tentunya setelah bayi itu hilang dari rahimmu."

"Ayah.. "

"Jangan membantah Ayah." Ucap Tuan Rainer Diedrich yang langsung beranjak dari duduknya dan melangkah keluar sambil melakukan panggilan kepada seseorang. Sedang Shin Rawnie hanya bisa terdiam dengan air mata yang terus mengalir dari sudut matanya.

'Kak Rex.. Tolong aku.. Tolong selamatkan aku dan bayiku.. Yo..'

Batin Shin Rawnie yang terus terisak. Begitupun juga dengan sosok yang sedari tadi bersembunyi di balik tembok samping pintu kamar inap Shin Rawnie.

Chenoa Rajendra mengepalkan kedua tangannya dengan sangat keras menahan rasa sakit yang kini tengah menusuk-nusuk hatinya. Di tambah lagi saat ia mendengar suara isakan Shin Rawnie yang semakin jelas terdengar di pendengarnya, hingga membuat hatinya semakin sakit.

Dengan tangan yang sedikit bergetar, Chenoa Rajendra memasuki kamar Shin Rawnie setelah mengatakan beberapa alasan dan sedikit memohon pada kedua pengawal Tuan Rainer Diedrich yang tengah menjaga kamar Shin Rawnie. Chenoa Rajendra melangkah pelan mendekati ranjang Shin Rawnie yang masih terisak sambil terus memeluk perutnya. Bahkan matanya sudah terlihat sangat lembab sekarang.

"Shisi.. "

Panggil Chenoa Rajendra perlahan, meskipun panggilannya tidak mendapatkan respon dari Shin Rawnie yang masih terus menangis tampa mempedulikan Chenoa Rajendra yang sudah mendudukan dirinya di kursi dekat ranjang Shin Rawnie.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Chenoa Rajendra lagi yang masih belum mendapatkan jawaban dari Shin Rawnie.

"Berhentilah menangis, tangisanmu akan membuat bayi yang berada di dalam sana ikut menangis." Ucapnya lagi.

Meskipun ia belum mendapatkan satu jawaban dari Shin Rawnie, setidaknya ada rasa lega di hati Chenoa Rajendra, sebab kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya berhasil membuat tangisan Shisi meredah.

"Maafkan kakak, tapi kakak harus melakukan ini," Ucap Chenoa Rajendra saat tangis Shin Rawnie reda. "Kakak tau jika kau sangat mencintai Yo, tapi.. " Chenoa Rajendra menghentikan kalimatnya sejenak seraya menarik nafas dalam.

"Kita harus menikah."

"Tidak." Jawab Shin Rawnie dengan cepat, yang membuat Chenoa Rajendra hanya terdiam.

"Aku tidak mungkin menikah dengan kakak, aku mencintai Yo." Ucap Shin Rawnie lagi.

"Tapi Shisi, Bayi itu.. "

"Aku tau, Yo bisa menjadi Ayah dari bayiku." Balas Shin Rawnie.

"Shisi, Bayi itu darah daging kakak." Ucap Chenoa Rajendra lembut dengan sabarnya.

"Aku juga tau itu, tapi aku tidak akan pernah mau menikah dengan kakak."

"Shisi.. "

"Keluar." Tita Shin Rawnie dengan suara yang bergetar, terdengar jelas ia sedang menahan tangisnya saat ini. Namun semuanya percuma, sebab saat ia melihat punggung Chenoa Rajendra yang mulai menjauh membuat hatinya tiba-tiba sakit, bahkan air matanya kembali menitik saat ia tidak lagi melihat punggung Chenoa Rajendra yang sudah menghilang dari balik pintu.

'Ini terlalu sakit.. Kenapa aku belum bisa melupakan semuanya..'

Isakan Shin Rawnie kembali memenuhi ruang kamarnya sambil terus memeluk perutnya yang masih terlihat rata.

* * * * *

"Tuan muda, bagaimana keadaan anda?" Tanya Aron Cadwalen yang masih nampak terlihat khawatir sambil mendudukkan dirinya di atas kursi, samping tempat tidur Rex Daiva yang baru saja siuman setelah ia tidak sadarkan diri selama beberapa jam.

"Aron, kau di sini?" Tanya Rex Daiva perlahan.

"Saya sejak tadi di sini Tuan," Jawab Aron Cadwalen, pria berusia 37 tahun, bertubuh tinggi tegap dan kekar, dengan tatapan tajam namun tidak mengurangi kadar ketampanannya.

"Apa Ayah tidak mencarimu?" Tanya Rex Daiva lagi.

"Tidak Tuan, Tuan Rainer tau jika saya menemani anda di sini." Jawab Aron Cadwalen Lagi.

"Ayah? Dia? Kenapa perasaanku mendadak tidak enak." Ucap Rex Daiva sedikit meringis saat kembali merasakan nyeri di tulang rusuknya.

"Maaf Tuan muda, sebab sudah membuat anda menjadi seperti ini, maaf karena tidak bisa melindungi anda."

"Aron, kenapa selalu kau yang meminta maaf atas perbuatan Ayah, aku benar-benar tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." Ucap Rex Daiva dengan senyumnya.

"Iya Tuan, tapi seharusnya saya bisa melindungi Anda. maaf.. " Jawab Aron Cadwalen dengan gurat wajah yang nampak di penuhi dengan kesedihan dan juga penyesalan.

"Tidak apa-apa, kau tau sendiri Ayah seperti apa, ini hanya luka biasa, justru aku sangat beruntung karena masih hidup." Balas Rex Daiva dengan senyum lebarnya.

"Dasar bodoh."

Umpat Yukio Clovis yang masih berdiri di sana sambil bersedekap saat melihat Rex Daiva yang tengah terkekeh meski kadang-kadang ia terlihat meringis sambil memegangi tulang rusuknya yang masih sakit.

"Yo.. Kau juga di sini? Bagaimana keadaan Shisi?" Tanya Rex Daiva.

Ingatannya tiba-tiba tertuju kepada Shin Rawnie yang ia ingat saat terakhir kali melihat Shin Rawnie yang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sedang Yukio Clovis yang masih berdiri di sana masih terdiam dan enggan menjawab pertanyaan Rex Daiva. Ia tidak mungkin mengatakan kepada Rex Daiva jika saat ini Shin Rawnie sedang menangis usai berbicara dengan Chenoa Rajendra. Biar bagaimanapun Yukio Clovis harus berusaha menekan emosinya saat dengan tidak sengaja ia mendengarkan percakapan antara Chenoa Rajendra dan Shin Rawnie saat ia akan ke kamar untuk menemui Shin Rawnie.

Meski saat ini Yukio Clovis sedang di kuasai oleh rasa cemburu dan marah, saat mendengar keinginan Chenoa Rajendra yang ingin menikahi gadis yang sangat di cintainya. Namun demi menjaga perasaan dan kondisi Shin Rawnie yang saat ini belum stabil, ia berusaha dengan sekeras mungkin untuk tidak menunjukkan rasa amarahnya.

"Shisi baik-baik saja, sebaiknya kau pikirkan dirimu terlebih dahulu, kau bahkan nyaris mati." Ucap Yukio Clovis yang berusaha bersikap tenang dan menutupi kegelisahan hatinya.

"Apa kau mengkhawatirkan ku sekarang?" Tanya Rex Daiva dengan nada candaan.

"Tentu saja tidak, aku hanya tidak ingin Shin bersedih karena kehilangan kakak mesum sepertimu." Jawab Yukio Clovis santai.

"Sialan kau Yo, justru itu yang membuatku bertahan sekarang."

"Berhentilah bercanda, kondisimu sekarang sudah tidak memungkinkan untuk melakukan ritual sialanmu itu." Balas Yukio Clovis.

"Diam kau pria perjaka.. Aku bahkan masih bisa menggerakkan tubuhku dan membuat wanita mendesah di bawahku." Ucap Rex Daiva lagi.

"Dasar Mesum, bahkan sekarang rusukmu patah, memang apa lagi yang bisa kau lakukan selain bermain solo dalam waktu 6 bulan." Balas Yukio Clovis tersenyum puas.

"Apa? Mana bisa aku menahannya, aku bisa gila." Protes Rex Daiva panik.

Sedang Aron Cadwalen yang mendengar semuanya hanya bisa tersenyum sambil menggeleng pelan saat menyaksikan perdebatan konyol di antara kedua pria yang sudah berusia 34 tahun, namun masih bersikap seperti bocah. Hingga akhirnya suara ketukan pintu kamarnya terdengar, bahkan pintu itu sudah terbuka lebar sebelum ada yang membukanya, dan menampakkan sosok wanita di sana.

"Sayang.. "

"Sally.. Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Rex Daiva mengernyit saat melihat sosok Sally Severin yang sudah berdiri tepat di depan pintu kamarnya.

"Maaf..  aku.. "

"Saya akan keluar sebentar." Sela Aron Cadwalen saat melihat Sally Severin yang masih berdiri di depan pintu ruang inap Rex Daiva dengan wajah yang di penuhi dengan kekhawatiran.

"Kau tidak bermaksud untuk menyelangkangi gadis itu dalam kondisimu seperti ini kan?" Goda Yukio Clovis.

"Diam kau brengsek."

"Aku keluar," Balas Yukio Clovis yang langsung melangkah keluar meninggalkan kamar Rex Daiva dan mengikuti langkah Aron Cadwalen.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Rex Daiva.

"Maaf, aku hanya merindukanmu, kau bahkan tidak menghubungiku beberapa hari ini." Jawab Sally Severin melangkah mendekati Rex Daiva. Mengusap kepala itu lembut penuh kasih.

"Aku tidak menghubungimu karena aku sedang tidak ingin bercinta denganmu." Balas Rex Daiva yang membuat Sally Severin terdiam sesaat dan langsung menarik tangannya dari rambut Rex Daiva. Bahkan ia sedikit memundurkan langkahnya kebelakang hingga tercipta jarak di antara mereka.

"Rex, apa di matamu aku hanya seorang jalang yang tidak memiliki arti apapun?" Tanya Sally Severin dengan mata yang mulai berkaca, sedang Rex Daiva hanya menatapnya malas sambil berusaha bangkit dan menyandarkan tubuhnya.

"Sally.. Jika kau kesini hanya untuk berdebat dan memperjelas statusmu, sebaiknya kau pulang."

"Maafkan aku Rex."

"Kenapa kau belum mengerti juga Sally, bahkan dengan kau yang selalu meminta maaf membuatku jadi sangat muak denganmu, kau meminta maaf atas kesalahanku, apa kau bodoh?"

'Aku memang bodoh karena sudah mencintaimu Rex.'

Batin Sally Severin sambil tertunduk, Lagi-lagi ia hanya bisa tertunduk jika berhadapan dengan Rex Daiva.

"Sally, kau tau kan, aku menyukaimu, aku juga membutuhkanmu, tapi itu tidak berlaku untuk selamanya, jika kau masih ingin tetap berada di sampingku, bersenang-senang denganku, maka aku sarankan, buanglah perasaan cintamu jauh-jauh. Karena di dalam hubungan kita sekarang, kita tidak membutuhkan itu."

"Kenapa?" Tanya Sally Severin dengan suara bergetar.

"Kau tidak seharusnya bertanya kenapa, karena kau sendiri sudah mengetahui alasannya Sally." Balas Rex Daiva.

"Aku tau Rex, yang aku tidak mengerti, kenapa kau tidak bisa mencintai.... "

"Aku tidak pernah percaya dengan cinta atau apalah itu, semua hanya omong kosong, buang-buang waktu dan tenaga." Sela Rex Daiva memotong perkataan Rex Daiva.

"Kau salah Rex, kau salah menilai soal cinta."

"Sudahlah Sally, kau bahkan tidak membutuhkan cinta, kau hanya membutuhkan tubuh dan uangku, kau hanya menginginkan kepuasan dan kesenangan, dan aku bisa memberikannya."

"Rex... "

"Apa aku salah? Sejak awal kau tau kan sebejat apa aku? Kau juga tau aku pria berengsek yang suka bermain di selangkangan para wanita, tapi kenapa kau masih mau bersamaku?"

'Karena aku tidak pernah menganggapmu sebagai pria brengsek seperti apa yang selalu kau katakan.'

"Maafkan aku Sally, aku paling tidak suka melihat seorang wanita menangis, jadi aku mohon, berhentilah menangis. Aku sedang sakit sekarang, dan membahas hal omong kosong seperti itu malah membuatku semakin sekarat." Sambung Rex Daiva.

"Maaf.. " Ucap Sally Severin dengan senyuman yang terulas dari bibirnya, dan dengan perlahan melangkah pergi meninggalkan Rex Daiva yang masih menatapnya dengan tatapan datar.

Dengan sedikit berlari, Sally Severin melewati lorong-lorong rumah sakit dengan air mata yang mulai menetes dari pelupuk mata, hingga membasahi wajahnya, hatinya terasa sakit saat ucapan Rex Daiva kembali terngiang di ingatannya.

BUUGHH..

"Ma.. Maafkan aku.. " Ucap Sally Severin membungkuk sambil terus meminta maaf saat tidak sengaja ia menabrak sosok yang tubuhnya jauh lebih besar, lebih tinggi, dan kuat darinya, hingga tubuh kekar itu bisa membuat tubuh rampingnya terhuyung ke belakang meski tidak sampai terjatuh.

"Tidak apa-apa, aku tidak terluka, justru aku mengkhawatirkan Nona sekarang." Balas pria itu yang masih terus menatap Sally Severin yang sibuk mengusap air matanya yang masih saja terus menetes. Hingga ia sedikit tersentak saat jemari yang terlihat besar namun lembut itu mengusap air matanya.

"Kenapa Nona menangis? Apakah itu menyakitkan?" Tanya pria tersebut sambil memiringkan kepalanya, sedang Sally Severin yang masih sedikit syok hanya bisa mendongakkan kepalanya ke atas, menatap pria yang bahkan sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Aku.. Aku tidak apa-apa." Jawab Sally Severin.

"Sungguh?" Tanya pria itu meyakinkan, meski  akhirnya ia nampak tersenyum lega saat Sally Severin menganggukkan kepalanya.

"Maaf.. Aku harus pergi."

"Tunggu." Seru pria itu yang membuat langkah Sally Severin terhenti dan kembali membalikkan tubuhnya menatap pria yang masih menatapnya dengan senyuman menawan yang penuh dengan kharisma.

"Ini kartu namaku." Ucap pria tersebut sambil menyodorkan sebuah kartu nama ke arah Sally Severin.

"Ini apa Tuan?"

"Hanya sebuah kartu nama, aku sangat berharap kita bisa bertemu lagi."

"Ha?"

"Ada apa? Apa kau keberatan?"

"Ti.. Tidak apa-apa Tuan, saya hanya.." Jawab Sally Severin terbata sambil menerima sebuah kartu nama dari tangan pria tersebut.

"Dan aku harap pertemuan kita yang kedua nanti kau tidak dalam keadaan menangis seperti sekarang. Aku hanya ingin melihat saat kau tersenyum, sebab aku sangat yakin jika senyummu pasti sangat manis." Ucap Pria itu sambil mengedipkan matanya yang membuat Sally Severin terkejut sekaligus gugup, apalagi saat ia kembali melihat senyum pria itu.

"Saya pergi dulu." Ucap Sally Severin pamit dan langsung meninggalkan pria yang masih menatap punggung ramping Sally Severin hingga menghilang di balik tembok rumah sakit.

"Gadis yang cantik." Gumam pria itu dengan senyum smirknya.

Sedang di dalam sebuah Taksi yang sedang melaju dengan kecepatan sedang, nampak Sally Severin masih terdiam menatap kartu nama yang masih di tangannya.

"Rainer Dietrich Jorell," Gumam Sally Severin sesaat yang masih terus menatap kartu nama tersebut.

"Jadi pria tadi Ayah Rex, kalian bahkan tidak mempunyai perbedaan sedikitpun, Sama-sama menggoda, sama-sama racun yang sangat mematikan." Gumam Sally Severin seraya tersenyum lirih dan langsung membuang pandangannya di luar jendela Taksi. Hatinya yang masih terluka enggan memikirkan hal lain, perasaannya yang sudah terlanjur mencintai Rex Daiva sungguh membuatnya sangat sakit. Namun apa yang bisa ia lakukan, sebab ia hanyalah seorang wanita biasa yang tingkatannya sangat jauh lebih rendah dari seorang Rex Daiva, anak pengusaha terkaya Rainer Dietrich Jorell, pria berusia 52 tahun yang memiliki kharismatik, dan pesona yang sama dengan Rex Daiva. Pria yang sangat terkenal dan pria yang baru saja ia temui beberapa menit yang lalu.

* * * * *

Bersambung...