"Baiklah.. Kakak akan mengantarmu menemui Yo." Ucap Chenoa Rajendra seraya melangkah mendekati istrinya dan langsung menggendong tubuh yang sudah terlihat lemas itu. Bahkan Shin Rawnie tidak bisa menolaknya lagi saat tubuhnya menempel sempurna di tubuh polos Chenoa Rajendra yang belum sempat mengenakan baju.
Dengan perlahan Chenoa Rajendra mendudukkan tubuh istrinya di pinggiran ranjang, dan meraih sebuah syal untuk dililitkan di leher istrinya agar tubuh itu terasa hangat, merapikan rambut istrinya yang sedikit berantakan. Hingga netranya kembali tertuju pada bekas kemerahan di perpotongan leher jenjang istrinya.
Menyadari jika Chenoa Rajendra tengah menatapnya, dengan cepat Shin Rawnie beranjak dari duduknya sambil membenarkan syal di lehernya sendiri, meski ia masih sedikit lemas saat berusaha untuk berdiri sendiri.
"Bisakah kau menunggu sebentar saja? kakak akan kembali setelah memakai baju terlebih dulu," Ucap Chenoa Rajendra yang langsung melangkah memasuki ruang ganti, dan mengambil baju seadanya, bahkan ia tidak menyentuh parfume sedikitpun, sebab ia sudah mengetahuinya dari Rex Daiva jika sejak Shin Rawnie mengidam ia sangat membenci bau parfume, bahkan tidak hanya itu, Rex Daiva juga sempat memberitahunya jika Shin Rawnie hanya menyukai aroma tubuh Yukio Clovis.
Sedang Shin Rawnie yang masih terdiam di depan cermin dengan mata sedikit melebar hanya bisa menggigit bibirnya bawahnya dengan keras saat menyadari jika ada bekas kemerahan di lehernya, seketika perasaan panik menghampirinya, bahkan saat melihat tanda kemerahan itu, ia hanya bisa terdiam dengan tubuh yang terasa membeku sambil terus menatap pantulan dirinya di cermin.
'Jadi ini alasanmu memakaikanku Jas saat di depan Ayah, karena bekas merah ini, kenapa kau melakukannya, kenapa kau selalu bersikap seperti itu, kenapa kau selalu membuatku merasa tersiksa karena tidak bisa melupakan semuanya, kenapa.. Aku sungguh membencimu kak Noah, sungguh membencimu.'
Shin Rawnie yang terus menatap wajahnya di cermin dengan mata yang mulai berkaca. Hingga tampa sadar ia meremas kuat ujung syalnya tersebut dengan hati yang di penuhi rasa sakit, hingga satu sentuhan lembut dari Chenoa Rajendra menyadarkannya, saat tangan kekar itu menyentuh bahunya.
"Kita bisa berangkat sekarang," Ucap Chenoa Rajendra yang sudah nampak rapi dengan style seadanya, yang hanya menggunakan sweater rajutan berwarna hitam di padukan dengan celana jeans dengan warna senada, sangat contras dengan warnah kulitnya yang putih, hingga membuat jantung Shin Rawnie seketika berdebar tampa ia sadari, tubuhnya membeku untuk sesaat saat melihat tubuh atletis Chenoa Rajendra yang sudah menjadi suaminya sekarang ini, bahkan dengan jarak yang begitu dekat dan cukup membuatnya terpaku, hingga ia bisa merasa sedikit gugup.
Bahkan ingatannya kembali tertuju pada kejadian malam itu, masih teringat jelas di dalam ingatannya tubuh polos Chenoa Rajendra yang di penuhi keringat, bahkan suara desahan dan sentuhan-sentuhan Chenoa Rajendra yang menggerayangi seluruh tubuhnya juga tidak luput dari ingatannya, dan hal itu membuatnya kembali merasa gelisah, sebab jantungnya tidak berhenti berdebar, dan secara refleks ia melangkah mundur kebelakang sambil memegangi dadanya, dan kembali menutup mulutnya saat mual kembali menyerangnya.
"Maaf, kakak tidak akan menyentuhmu lagi," Ucap Chenoa Rajendra yang menyadari jika saat ini Shin Rawnie tengah berusaha untuk menghindarinya. Tanpa ia menyadari jika sikap gugup Shin Rawnie telah membuatnya salah paham.
Huueeekk... Hueeekkk...
"Astaga, apa kau baik-baik saja?" Tanya Chenoa Rajendra panik saat Shin Rawnie kembali berlari menuju kamar mandi, bahkan ia sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk memuntahkan isi perutnya yang sudah sangat kosong.
"Akhh.. Ini menyakitkan.. " Lirih Shin Rawnie.
Hueeekkk... Hueeekkk...
"Ahk... sampai kapan aku akan merasakan ini." Keluh Shin Rawnie yang terus memuntahkan isi perutnya yang sudah berubah menjadi berwarna kuning, dan hal itu benar-benar membuat Chenoa Rajendra sangat panik. Tangan Chenoa Rajendra mengulur kedepan, saat ini ia benar-benar sangat ingin memijat bahu Shin Rawnie untuk meringankan rasa sakitnya, namun saat kembali mengingat jika Shin Rawnie tidak ingin di sentuh olehnya membuatnya Chenoa Rajendra kembali mengurungkan niatnya dan hanya bisa berdiri di belakang Shin Rawnie dengan perasaan gelisah.
"Bagaiamana perasaanmu? Apa lebih baik?" Tanya Chenoa Rajendra perlahan.
"Tidak, bisakah kita pergi sekarang?"
"Baiklah.. " Ucap Chenoa Rajendra sambil mengikuti langkah kaki Shin Rawnie yang terseok, bahkan wajah cantiknya sudah terlihat pucat. Sungguh membuat Chenoa Rajendra menjadi takut.
"Shisi, bagaimana jika kakak memanggilkan Dokter Krischan untuk memeriksakan kondisimu?"
"Tidak perluh, aku hanya butuh Yo." Balas Shin Rawnie, yang membuat Chenoa Rajendra hanya bisa terdiam mengikuti langkah kaki Shin Rawnie menuju keluar kamar.
Hingga hanya butuh beberapa menit saja, keduanya sudah berdiri tepat di depan pintu kamar Yukio Clovis yang hanya berjarak beberapa meter dari kamar mereka. Bahkan tampa memencet bel pun, pintu itu sudah terbuka dengan lebar hingga menampakkan sosok Yukio Clovis di sana yang tengah berdiri dengan tatapan khawatir saat melihat wajah pucat Shin Rawnie dengan tubuh yang sedikit bergetar.
"Ada apa? Sayang.. Kau baik-baik saja?" Tanya Yukio Clovis, bahkan tanpa menjawab pertanyaan Yukio Clovis, Shin Rawnie langsung melangkah mendekati Yukio Clovis, mendekap tubuh tinggi itu, menyamankan dirinya di dalam dekapan hangat Yukio Clovis sambil terus mencium aroma favorit dari tubuh Yukio Clovis yang hanya terdiam membiarkan Shin Rawnie mengendus tubuhnya.
"Apa kau sangat menyukainya?" Tanya Yukio Clovis lembut yang hanya di balas anggukan oleh Shin Rawnie tanpa mengubah posisinya yang sudah merasa sangat nyaman di dalam pelukan Yukio Clovis. Sedang Chenoa Rajendra yang melihat hal tersebut hanya bisa terdiam sambil menarik nafas dalam.
"Aku akan menjemputnya jika perasaannya sudah lebih baik." Ucap Chenoa Rajendra langsung meninggalkan mereka yang masih dalam posisi saling memeluk satu sama lain. Bahkan tanpa mendengar jawaban dari Yukio Clovis, Chenoa Rajendra sudah menghilang dari pandangan mereka berdua.
* * * * *
Chenoa Rajendra berdiri di pinggiran tebing sambil menegadakan kepalanya ke atas, memandang jejeran bintang yang menghiasi malam pekat di pulau Maldives. Angin dingin menerpa tubuhnya yang sejak tadi tidak bergerak sedikitpun. Hanya suara deburan ombak yang terdengar saling memburu di bawah tebing. Setidaknya malam ini ia tidak merasa terlalu sepi.
"Noah.. "
Suara yang tidak asing tiba-tiba menyapa pendengaran Chenoa Rajendra yang masih tetap pada posisinya tanpa berpaling sedikitpun, hingga sang empu suara kembali melangkah dan berdiri tepat di samping chenoa Rajendra.
"Tidak seharusnya kau berada di sini sendirian kan?" Ucap Rex Daiva yang juga ikut menengadahkan kepalanya ke atas sambil mengamati jejeran bintang seperti apa yang Chenoa Rajendra lakukan sekarang.
"Aku hanya sedang menunggu Shisi," Jawab Chenoa Rajendra yang masih pada posisinya.
"Shisi? Kemana dia?"
"Bersama Yo," Jawab Chenoa Rajendra.
"Apa? Tapi.. "
"Shisi kembali mengalami muntah-muntah, dan tiba-tiba saja dia sangat ingin mencium aroma tubuh Yo, jadi aku membawanya menemui Yo."
"Lagi?"
"Hm.. Bukankah kau yang lebih tau akan hal itu?" Balas Chenoa Rajendra yang masih enggan beranjak dari posisinya.
"Noah, apa kau baik-baik saja?" Tanya Rex Daiva perlahan.
"Maksudmu?"
"Shisi sudah menjadi istrimu sekarang, tapi kelihatannya kau nampak baik-baik saja, saat istrimu bersama pria lain, yah meskipun dia Yo, kau lupa dengan hubungan mereka sebelumnya? Bahkan sampai sekarang pun mereka masih belum berpisah kan? Apa kau tidak merasa keberatan sama sekali?" Tanya Rex Daiva yang justru merasa khawatir.
"Kau ingin aku bersikap seperti apa sekarang?"
"Aku hanya ingin kau sedikit perduli kepada istrimu, itu saja."
"Justru karena kepedulianku terhadap Shisi, aku jadi melakukan hal ini."
"Apa?"
"Aku memikirkan kondisi bayi Shisi saat ini, Shisi membutuhkan Yo sekarang, bukan aku sebagai suaminya, dan itu adalah kenyataan yang harus kita terima. Menurutmu apa lagi yang harus aku lakukan selain membiarkannya bersama Yo?" Tanya Chenoa Rajendra yang langsung mengalihkan atensinya.
"Maafkan aku jika terkesan menekanmu atau menuntut banyak padamu," Jawab Rex Daiva perlahan.
"Aku menikah dengan Shisi karena ingin mempertanggung jawabkan perbuatanku, juga membuatnya merasa nyaman dalam menjalani hari-hari di masa kehamilannya, bukan ingin mengekang dan membuatnya tersiksa karena kondisinya sekarang. Aku juga tidak akan membiarkan hal itu terjadi jika semua yang di lakukan Shisi bukan keinginan bayiku."
"Maka kau harus lebih bersabar lagi, hanya itu yang bisa aku katakan sekarang." Balas Rex Daiva.
"Iya aku tau Rex, aku juga sangat berterimakasih karena kepedulianmu, dan aku pikir kau juga tau, aku melakukannya untuk siapa."
"Iya aku tau, maaf jika aku sempat memikirkan hal-hal buruk tentangmu, aku hanya takut jika sikap ketidak pudulianmu akan menyakiti Shisi." Balas Rex Daiva.
"Rex.. Aku tidak mungkin tidak peduli kepada Shisi, dia adalah Ibu dari bayiku, hal yang mustahil jika aku tidak memperdulikannya."
"Tapi rasa pedulimu itu tidak akan membuatmu jatuh cinta padanya kan?"
Tanya Yukio Clovis yang tiba-tiba terdengar di antara percakapan mereka. Dengan cepat Clovis Rajendra berpaling sambil mengedarkan pandangannya, mencari sosok Shin Rawnie yang tidak juga ia liat.
"Ke mana Shisi?"
"Dia sudah tidur." Jawab Yukio yang masih menatap Chenoa Rajendra lekat.
"Aku akan menjemputnya,"
"Tidak, sebelum kau menjawab pertanyaanku." Serga Yukio Clovis yang sudah berdiri tepat di hadapan Chenoa Rajendra yang sudah siap untuk melangkah pergi.
"Pertanyaan apa yang mesti aku jawab?"
"Pada akhirnya Kau tidak akan jatuh cinta pada Shisi kan?" Tanya Yukio Clovis sekali lagi.
"Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu itu?" Jawab Chenoa Rajendra dengan sebuah pertanyaan.
"Karena jawabanmu sangat penting bagiku Noah."
"Yo.. " Seru Rex Daiva menengahi sambil memegangi pundak Yukio Clovis yang langsung di tepis oleh Yukio Clovis begitu saja, sedang matanya masih menatap tajam ke arah Chenoa Rajendra.
"Kau tidak perlu khawatir, karena itu tidak akan pernah terjadi." Jawab Chenoa Rajendra.
"Apa kata-katamu bisa aku pegang?"
"Ada apa Yo? Apa kau mulai tidak percaya diri?" Tanya Chenoa Rajendra mengangkat satu alisnya.
"NOAH.." Teriak Yukio Clovis geram, sambil mengepalkan kedua tangannya erat, dan berusaha sebisa mungkin untuk menahan emosinya yang bisa meledak kapan saja.
"Jika kau mencintai Shisi, setidaknya kau bisa menjaganya, jangan buat dia masuk kedalam masalah yang lebih rumit," Ucap Chenoa Rajendra sambil menatap Yukio Clovis lekat.
"Apa maksud kamu?"
"Shisi sekarang adalah istriku, dan meskipun aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, bukan berarti kau bisa seenaknya untuk menc..." Kalimat Chenoa Rajendra menggantung, untuk sesaat ia menarik nafas dalam, hingga dengan cepat menyadari semua perkataan yang akan keluar dari mulutnya, bahkan ia hampir saja menimbulkan masalah baru yang mungkin akan membuat suasana menjadi bertambah rumit.
"Jika bukan keinginan bayiku yang sangat menyukai aromamu, aku tidak akan membiarkan Shisi untuk menemuimu, setidaknya sampai bayi itu lahir, dan bisakah kau bersabar sampai saat itu tiba? Dan berhentilah bersikap egois." Ucap Chenoa Rajendra.
"Kau hanya memperdulikan bayimu saja, kau bahkan tidak memikirkan perasaan Shisi sedikitpun Noah. Bukankah kau yang sangat egois di sini?" Balas Yukio Clovis yang kembali membuat Chenoa Rajendra bungkam, mungkin apa yang di katakan Yukio Clovis benar, selama ini ia memang hanya perduli dengan bayi yang sedang di kandung Shin Rawnie, sungguh hal yang tidak bisa ia pungkiri.
"Aku tidak mungkin sejahat itu Noah, biar bagaimanapun kita adalah sahabat. Mungkin saat ini aku masih bisa bersabar, menyerahkan segalanya yang aku miliki untukmu, termasuk Shisi yang sangat aku cintai. Tapi bisakah aku minta satu hal padamu? Bisakah kau membuat Shisi bahagia layaknya seorang suami? Bukankah kau suaminya sekarang?"
"Bagaimana aku bisa melakukannya? bahkan aku tidak.... "
"Aku tau hal itu. Tapi setidaknya kau harus mengetahui satu hal, siapa orang yang pertama kali ada di hati Shisi." Ucap Yukio Clovis yang langsung melangkah pergi meninggalkan Chenoa Rajendra dan Rex Daiva yang masih berusaha keras mencerna kalimat Yukio Clovis barusan.
Terutama Chenoa Rajendra yang masih terdiam dan terus memikirkan perkataan Yukio Clovis yang sudah menghilang dari pandangan mereka. Kabut malam seolah menyembunyikan tubuh Yukio Clovis hingga saat Chenoa Rajendra mencoba mengejarnya, bahkan bayangannya pun tidak ia temui.
"Rex, apa maksud perkataan Yo? apa yang tidak aku ketahui selama ini?" Tanya Chenoa Rajendra pada Rex Daiva yang hanya terdiam tanpa menjawab satu pertanyaanpun dari Chenoa Rajendra.
"Sebaiknya kau menjemput istrimu sekarang juga. Ini sudah sangat larut, kau tidak ingin kan ada orang lain yang melihat istrimu keluar dari kamar Yo?" Balas Rex Daiva alih-alih menjawab pertanyaan Chenoa Rajendra, bahkan tampa menunggu lama, Chenoa Rajendra langsung beranjak dengan langkah lebar meninggalkan Rex Daiva sendirian.
Bahkan sebelum Chenoa Rajendra mengetuk pintu kamar Yukio Clovis, pintu itu sudah terbuka dengan sendirinya dan langsung menampakkan sosok Yukio Clovis yang sedang menggendong Shin Rawnie yang sudah terlelap sambil menenggelamkan wajahnya di dada Yukio Clovis.
"Biar aku yang menggendongnya," Pinta Chenoa Rajendra yang langsung meraih tubuh Shin Rawnie perlahan dan menggendongnya.
"Maaf sudah merepotkanmu." Ucap Chenoa Rajendra dan langsung melangkah pergi meninggalkan Yukio Clovis yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.
Sesampainya di kamar tidur mereka, Chenoa Rajendra langsung merebahkan tubuh Shin Rawnie perlahan, membuka sweater dan syal yang di kenakan Shin Rawnie dan menutupi tubuh Shin Rawnie seluruhnya dengan selimut. Meski pandangannya kembali tertuju pada tanda kemerahan yang masih terlihat jelas di leher jenjang Shin Rawnie, namun Chenoa Rajendra tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang selain berharap agar bekas kemerahan itu bisa cepat hilang.
'Apa kalian melakukannya lagi?'
Batin Chenoa Rajendra yang masih terus menatap wajah terlelap Shin Rawnie yang terlihat begitu manis. Mungkin ia akan menjadi sosok yang munafik jika tidak mengingat perbuatan yang pernah ia lakukan kepada Shin Rawnie saat itu. Bahkan rasa nikmat yang ia rasakan masih terbayang di kepalanya, meskipun ia kadang membenci dirinya sendiri jika mengingat perbuatan bejatnya tersebut.
"Maafkan kakak, sekali lagi maafkan semua perbuatan kakak padamu." Lirih Chenoa Rajendra sembari mengecup lembut dahi Shin Rawnie, dan langsung beranjak keluar meninggalkan kamar Shin Rawnie.
* * * * *
Bersambung...