Tubuh ramping Shin Rawnie yang di baluti gaun pengantin berwarna putih membuat gadis itu terlihat sangat elegan dan cantik, hingga siapapun yang melihatnya akan berdecak kagum dengan Keanggungan sang putri bungsu pengusaha terkenal Tuan Rainer Dietrich Jorell.
Begitupun dengan Chenoa Rajendra yang hari ini nampak terlihat sangat tampan. Tubuhnya yang kekar terlihat sangat menawan dan penuh kharismatik dengan balutan Jas berwarna senada dengan sang pengantin wanita, hingga membuat mereka berdua nampak terlihat sangat serasi.
Semua nampak terlihat bahagia, dengan wajah yang di penuhi senyum di hari bahagia ini, meski hati mereka masing-masing merasakan rasa yang berbeda, penyesalan, rasa bersalah, kekecewaan dan kesedihan, sudah pasti jelas di rasakan oleh mereka. Meski semuanya tidak nampak terlihat jelas. Hanya ada satu orang dengan tatapan nanarnya memandang ke arah mempelai wanita dari kejauhan, mata sembap yang nampak mulai berkaca milik Yukio Clovis. Ini adalah hari yang sangat menyakitkan baginya, sebab di hari ini ia akan kehilangan sosok yang sangat di sayanginya, di hari ini juga dia akan menyaksikan gadis yang ia cintai mengucapkan janji suci di atas altar bersama pria lain, yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri.
Sungguh Yukio Clovis tidak akan pernah melupakan hari ini. Bahkan sampai acara pernikahan usai pun ia masih duduk di sana dengan tatapan sendu, begitu pula dengan Shin Rawnie yang masih terus menatapnya meski Chenoa Rajendra tengah menyematkan cicin di jari manisnya, tatapannya terus mengarah kepada Yukio Clovis di kala Chenoa Rajendra tengah mengecup lembut bibirnya. Hingga air mata Shin Rawnie terjatuh saat melihat senyum pilu dari Yukio Clovis saat ia dinyatakan sah menjadi istri Chenoa Rajendra.
Seharusnya hari ini Shin Rawnie tidak menangis, namun kenyataannya dari awal hingga akhir ia terus menangis, dan satu-satunya orang yang paling merasa bersalah di sini adalah Rex Daiva. Sebab air mata Shin Rawnie sekarang adalah penyesalan di seumur hidupnya.
Dengan perlahan Rex Daiva memegangi pundak Yukio Clovis yang nampak bergetar, tampa mengucapkan satu kata apapun, Rex Daiva hanya bisa terdiam di samping Yukio Clovis yang kini tengah menunduk sambil mengusap wajahnya kasar.
Hingga Yukio Clovis yang tiba-tiba beranjak dari duduknya dan langsung meninggalkan tempat tersebut saat sedetik lalu Shin Rawnie datang menghampirinya. Bahkan Rex Daiva yang melihat Yukio Clovis menggenggam tangan Shin Rawnie dan langsung membawa Shin Rawnie bersamanya hanya bisa terdiam tampa mengeluarkan satu kata apapun, begitu juga dengan Chenoa Rajendra yang hanya mengangguk pelan ke arah Rex Daiva, seolah memberi Rex Daiva isyarat agar memberikan mereka ruang dan waktu untuk berbicara.
"Aron, bisakah kau menjaga Ayah untukku? Buat dia agar tidak menyadari jika Shisi sedang tidak berada di tempat ini," Perintah Rex Daiva yang lansung di balas anggukan oleh Aron Cadwalen yang langsung menghampiri Tuan Rainer Diedrich untuk mengalihkan perhatian Tuan Arnel Echhard.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Rex Daiva yang langsung menghampiri Chenoa Rajendra yang masih duduk termenung di kursinya sambil menatap cincin yang sudah melingkar di jari manisnya.
"Hm, aku tidak apa-apa, kau tidak perlu sekhawatir itu." Jawab Chenoa Rajendra meyakinkan sambil tersenyum menepuk-nepuk pundak Rex Daiva yang nampak khawatir.
'Sebegitu tidak pedulinya kah kau pada istrimu?'
Batin Rex Daiva masih menatap Chenoa Rajendra yang masih tertunduk dengan segala pikirannya. Hingga wanita paru baya yang biasa ia panggil dengan sebutan Bibi Ester datang menghampirinya dan langsung duduk tepat di hadapannya.
"Saya baik-baik saja Bibi Ester." Ujar Chenoa Rajendra bahkan sebelum Bibi Ester mengajukan pertanyaan padanya.
Meskipun Bibi Ester tau jika saat ini Chenoa Rajendra sedang memikirkan sesuatu, namun ia enggan untuk bertanya lagi, sebab dari wajah Chenoa Rajendra sudah tergambar jelas jika sekarang ia memang butuh waktu untuk sendiri.
Sedang di satu tempat yang jauh dari keramaian, nampak Shin Rawnie yang sedang mengamankan dirinya di dalam pelukan Yukio Clovis, seolah tidak ingin melepaskan pria itu, Shin Rawnie semakin mempererat pelukannya saat Yukio Clovis dengan lembut mengusap rambut panjangnya yang ia biarkan tergerai begitu saja.
"Maafkan aku Yo.. Maaf.. " Lirih Shin Rawnie dengan isakkannya yang membuat Yukio Clovis hanya bisa terdiam, menangkup wajah sembap itu seraya mengecup dahinya lembut.
"Tidak ada yang perlu di maafkan, semua sudah terjadi sayang, aku hanya tidak ingin menjadi pria yang sangat egois,"
"Yo... "
"Sayang, aku yakin ini jalan yang terbaik, meskipun aku belum ikhlas melepaskanmu, aku hanya ingin kau tau, aku sangat mencintaimu, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu."
Shin Rawnie yang mendengar kalimat itu hanya bisa menangis terseduh, tubuhnya bergetar hebat, hingga air matanya membasahi kemeja putih yang di kenakan Yukio Clovis.
"Berhentilah menangis, ini hari bahagiamu, meskipun kau sekarang sudah menjadi istri Noah tapi kau tidak akan kehilangan aku, aku akan selalu ada untukmu, dan akan selalu memelukmu." Timpal Yukio Clovis menenangkan Shin Rawnie, berusaha menghentikan tangis Shin Rawnie yang perlahan mereda. Hingga di detik kemudian, Shin Rawnie terpaku saat di rasakannya bibir lembut Yukio Clovis menempel sempurna di bibirnya, melumatnya dengan perlahan, semakin dalam dan menuntut. Bahkan Yukio Clovis semakin menekan tengkuk leher Shin Rawnie untuk memperdalam ciumannya. Ini seharusnya tidak terjadi, Shin Rawnie tau akan hal itu, sebab biar bagaimanapun ia sudah menjadi istri orang lain, namun entah mengapa tubuhnya tidak bisa menolak saat Yukio Clovis terus melumat bibirnya dengan sangat liar, lalu berpindah ke leher jenjang Shin Rawnie, menjilatinya dan sedikit menggigitnya, hingga membuat Shin Rawnie mendesah dengan tangan yang semakin erat mencengkram bahu Yukio Clovis. Entah apa yang merasuki Yukio Clovis hingga ia melupakan satu hal, jika wanita yang sekarang tengah di cumbuinya dengan penuh gairah adalah istri dari sahabatnya sendiri.
"Eempphh... Yo..." Erang Shin Rawnie yang merasa mulai kehabisan oksigen saat Yukio Clovis kembali melumat bibirnya.
"Sayang.. Kenapa bukan aku." Bisik Yukio Clovis di sela ciuman mereka, "Seharusnya aku, bukan dia." Ucap Yukio Clovis dengan nafas tersengal saat kembali menangkup wajah Shin Rawnie, hingga kening mereka saling menyatu, bahkan suara Yukio Clovis tiba-tiba terdengar bergetar menahan tangisnya dan kembali memeluk tubuh Shin Rawnie.
Keadaan yang sungguh membuat keduanya hanyut dalam situasi yang tidak sewajarnya, bahkan sampai melupakan satu fakta yang sangat penting, jika hal yang mereka lakukan sekarang adalah kesalahan. Bahkan tampa mereka sadari jika di sudut sana tengah berdiri sosok Chenoa Rajendra yang hanya bisa terdiam menyaksikan di mana Yukio Clovis kembali melumat bibir istrinya, hingga berakhir dengan keduanya yang kembali saling berpelukan dan berakhir dengan Yukio Clovis yang mengecup dahi Shin Rawnie.
Mungkin ini adalah pemandangan yang harus Chenoa Rajendra liat setiap saat, ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan mereka. Meskipun ia terlihat sangat bodoh sekarang, namun itulah resiko yang harus ia terima. Dengan perlahan Chenoa Rajendra melangkahkan kakinya, berpaling dan terus berjalan meninggalkan mereka yang sepertinya tidak menyadari kedatangannya. Bahkan ia harus kembali memasang senyum bahagia saat bertemu dengan beberapa keluarga dekat dan tamu undangan yang masih berada di sana.
"Apa kau sendiri? Kemana istrimu?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang entah sejak kapan sudah berdiri di hadapan Chenoa Rajendra sambil mengedarkan pandangannya mencari sosok pengantin wanita yang seharusnya berada di samping pengantin pria. Sungguh pertanyaan yang sontak membuat Chenoa Rajendra terkejut.
"Shisi sedang beristirahat di kamar Ayah, tiba-tiba ia merasa tidak enak badan." Jawab Chenoa Rajendra setenang mungkin, meskipun ia harus berbohong ke pada Tuan Rainer Diedrich yang kini sudah menjadi mertuanya.
"Benarkah? Apa dia baik-baik saja? Apa perlu Ayah memanggil Dokter Chan?" Tanya Tuan Rainer Diedrich khawatir.
"Tidak perluh Ayah, Shisi hanya butuh istrahat." Balas Chenoa Rajendra, namun belum sempat ia menarik nafasnya yang hampir tercekik, tiba-tiba netranya tertuju pada dua sosok yang sedang berjalan beriringan menuju ke arahnya. Dengan cepat Chenoa Rajendra melepaskan jas yang sedang di pakainya dan langsung melangkah mendekati Shin Rawnie, dan tampa basa basi ia langsung memakaikan jas tersebut untuk menutupi bekas kemerahan yang tergambar jelas di leher Shin Rawnie yang pasti akan menimbulkan kesalahan fahaman, dan sebelum Tuan Rainer Diedrich melihat dan menyadari kehadiran mereka.
"Bisakah aku membawa istriku sebentar?" Tanya Chenoa Rajendra kepada Yukio Clovis yang hanya terdiam dengan wajah memerah saat Chenoa Rajendra merangkul bahu Shin Rawnie yang hanya pasrah saat Chenoa Rajendra menuntunnya melangkah ke arah Tuan Rainer Diedrich yang sudah berdiri menunggu mereka dengan wajah yang di selimuti kekhawatiran.
"Shi, apa kau baik-baik saja?" Tanya Tuan Rainer Diedrich yang sempat membuat Shin Rawnie terheran-heran, apalagi saat Tuan Rainer Diedrich mendekatinya dan langsung menyentuh dahinya.
"Shi hanya kecapean Ayah, dia baik-baik saja." Jawab Chenoa Rajendra tersenyum sambil sedikit mencengkram bahu Shin Rawnie untuk memberi kode. Dengan perlahan Shin Rawnie mengangguk pelan saat mengerti dengan isyarat yang di berikan Chenoa Rajendra.
"Aku baik-baik saja Ayah." Balas Shin Rawnie memasang senyum manisnya, yang cukup membuat Tuan Rainer Diedrich tenang sebelum akhirnya netranya tertuju kepada Yukio Clovis yang masih terdiam di tempatnya sambil menatap horor ke arah Chenoa Rajendra yang masih merangkul pundak Shin Rawnie.
"Paman Rainer." Sapa Yukio Clovis membungkuk memberi hormat saat Tuan Rainer Diedrich sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Saya tau hubunganmu dengan Shisi selama ini seperti apa, tapi mulai hari ini, jauhi Shisi. Apa kau mengerti?" Ucap Tuan Rainer Diedrich dengan tatapan dinginnya, yang membuat Yukio Clovis hanya terdiam sambil mengepalkan kedua tangannya. Tatapannya tidak sepenuhnya mengarah ke pada Tuan Rainer Diedrich, namun kearah Chenoa Rajendra dan Shin Rawnie yang nampak terlihat mesra saat menyambut para tamu dengan senyuman manis mereka.
"Apa kau mendengarku?" Tanya Tuan Rainer Diedrich.
"Maaf paman, tapi saya tidak bisa."
"Apa maksud kamu?"
"Saya mencintai Shisi, dan bukan hal yang mudah untuk melepaskan ataupun melupakannya."
"Kau.. "
"Maafkan saya paman Rainer, maaf jika saya lancang, tapi saya benar-benar tidak bisa melakukannya." Ucap Yukio Clovis kembali membungkuk dan langsung melangkah pergi meninggalkan Tuan Rainer Diedrich yang masih terdiam menatap punggung Yukio Clovis yang perlahan menghilang.
Hingga 3 jam berlalu, dan acara pun usai, semua tamu pada malam itu mulai berpamitan untuk pulang, Sedang Tuan Rainer Diedrich yang malam itu juga langsung meninggalkan pulau tersebut, sebab ada pekerjaan penting yang harus ia kerjakan. Begitupun dengan yang lainnya, yang langsung kembali ke kamar Hotel pribadi milik keluarga Jorell untuk beristirahat.
"Istrahat lah.. " Chenoa Rajendra saat memasuki kamar mereka dengan nampan yang di atasnya terdapat segelas susu hangat untuk wanita hamil. "Minumlah. Kakak akan mandi sebentar." Sambung Chenoa Rajendra kepada Shin Rawnie yang masih duduk dipinggiran tempat tidurnya sambil memegangi perutnya.
Hingga beberapa menit berlalu saat Chenoa Rajendra keluar dari kamar mandi, perasaannya kembali merasa khawatir saat melihat susu yang sengaja ia buat untuk Shin Rawnie masih utuh, bahkan tidak kurang sedikitpun.
"Ada apa? Kenapa kau belum meminumnya?" Tanya Chenoa Rajendra perlahan sambil mendekati Shin Rawnie yang masih terdiam di tempatnya sambil menatap tubuh proporsional yang setengah telanjang Chenoa Rajendra yang hanya menutupi tubuh bagian bawahnya dengan menggigit handuk putih.
"Aku tidak menyukainya, perutku sangat mual sekarang." Jawab Shin Rawnie yang memang tidak menyukai aroma dari susu tersebut.
"Apa perlu kakak menggantinya dengan susu lain?" Tanya Chenoa Rajendra.
"Tidak perlu." Jawab Shin Rawnie yang masih dengan posisinya.
"Tapi kau perlu meminum sesuatu untuk kesehatan janinmu."
"AKU BENAR-BENAR TIDAK MENYUKAINYA, AKU TIDAK MENGINGINKAN ITU." Jawab Shin Rawnie dengan suara yang mulai meninggi dan langsung melempar gelas tersebut hingga beradu dengan lantai. Bahkan matanya mulai berkaca hingga membuat Chenoa Rajendra panik.
"Baiklah, maafkan kakak, sekarang sebutkan, apa yang kau inginkan? Apa yang harus kakak lakukan agar mualmu hilang?"
"Aku ingin mencium aroma tubuh Yo." Jawab Shin Rawnie polos.
"Ap.. Apa?"
"Hanya aroma dari tubuh Yo yang bisa membuat mualku hilang." Ucap Shin Rawnie yang bahkan langsung berlari kecil menuju kamar mandi dan langsung memuntahkan semua isi perutnya, terus-terusan hingga membuat tubuhnya menjadi lemas.
"Shisi.. "
"Jangan mendekat." Teriak Shin hingga menghentikan langkah kaki Chenoa yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Kau baik-baik saja?"
"Aku baik.. "
Hueeekkk... Hueeekkk...
Shin Rawnie kembali memuntahkan isi perutnya, Chenoa Rajendra yang melihat hal itu langsung melangkah masuk tampa mempedulikan larangan dari Shin Rawnie. Bahkan dengan lembut Chenoa Rajendra memijat kedua bahu Shin Rawnie, mengusap punggung Shin Rawnie agar merasa lebih baik.
"Kenapa kakak kesini? Apa kakak tidak merasa jijik?" Tanya Shin Rawnie dengan suara parauhnya.
"Kenapa kakak harus merasa jijik? Kau istri kakak sekarang." Jawab Chenoa Rajendra yang masih mengusap punggung Shin Rawnie.
"Tapi aku tidak mau kakak menyentuhku." Ucap Shin Rawnie yang sontak menghentikan pergerakan tangan Chenoa Rajendra.
"Maafkan kakak." Ucap Chenoa Rajendra yang dengan perlahan melepaskan tangannya dan langsung melangkah mundur beberapa langkah dari tempat Shin Rawnie sekarang, meskipun demikian, Chenoa Rajendra yang tidak ingin meninggalkan Shin Rawnie sendirian masih tetap berdiri di belakang Shin Rawnie, bahkan tangannya kadang terulur ke arah Shin Rawnie saat melihat tubuh Shin Rawnie yang sedikit bergetar karena lemas.
"Apa kau sudah merasa enakkan?" Tanya Chenoa Rajendra lagi yang masih setia berdiri di belakang Shin Rawnie.
"Tidak, aku merasa buruk, mual ini menyakiti ku," Balas Shin Rawnie mengusap air matanya.
Huueeekk.. Hueeekkk...
"Baiklah.. Kakak akan mengantarmu menemui Yo."
* * * * *
Bersambung...