David yang masih diam di dalam mobil dengan tatapan kesalnya memandang kosong lurus ke depan membuat Celine yang baru saja keluar dari dalam rumah Manu pun langsung menghela nafas sebelum akhirnya menundukkan kepala seketika.
Gadis itu mengakui kesalahannya setelah mengingat perkataan Manu yang mengatakan bahwa yang dilakukan oleh David adalah karena kepeduliannya dan rasa sayang yang begitu besar terhadapnya sehingga membuat Celine yang mengetahui hal tersebut melangkahkan kakinya mendekati mobil yang berada di hadapannya saat ini.
Hingga akhirnya ia pun telah berhenti tepat di depan sebuah pintu mobil lalu membukanya, setelah itu dirinya kembali masuk ke dalam dan terlihat seorang pria yang begitu dikenalinya tersebut sedang diam.
Hal tersebut membuat Celine menghela nafas sebelum akhirnya memutuskan untuk berbicara.
"Kak David," panggilnya yang kini memandang sosok pria yang berada di sampingnya dengan tatapan memohon. "Apa kau benar-benar marah padaku?"
"Kau tidak mengerti, Celine."
"Ya sudah, kalau begitu aku ingin meminta maaf kepadamu."
Suasana mendadak kembali hening dengan David yang mulai menolehkan kepalanya ke samping di mana seorang gadis tersebut berada, sedangkan Celine kini menunduk dengan penyesalan.
"Padahal tadi kau sangat keras kepala," ujarnya pelan sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Tetapi sekarang kau benar-benar berbeda. Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?"
"Bukan apa, tapi siapa."
"Oh, jadi karena seseorang," gumam David yang masih terdengar oleh Celine. "Orang itu pasti sangat beruntung karena bisa di dengar ucapannya oleh adikku yang paling ku sayangi."
Celine yang mendengar itu langsung menatap kembali ke arahnya dengan tatapan rasa bersalah sehingga membuat gadis tersebut tidak tahu kenapa benar-benar bersedih atas apa yang baru saja di dengar olehnya.
"Maafkan aku, Kak David."
"Ya, aku selalu memaafkanmu, Celine."
"Aku … memiliki satu permintaan untukmu, Kak."
Kening David langsung berkerut setelah mendengar apa yang baru saja di katakan oleh seseorang yang berada di sampingnya tersebut sebelum akhirnya salah satu di antara mereka kembali berbicara.
"Permintaan?"
Celine mengangguk dengan kedua sudut bibirnya yang tertarik ke atas sehingga membentuk sebuah senyuman.
"Tolong, jangan pernah berkata seperti itu lagi, Kak. Aku … benar-benar merasa bersalah karena hal itu."
Seketika David langsung membawa sang adik ke dalam pelukannya sehingga membuat Celine yang diperlakukan seperti itu pun menghela nafas seketika.
"Kau tenang saja, aku tidak akan pernah berkata seperti itu lagi, jika aku tahu kalau itu akan menyakiti perasaanmu. Maafkan aku, Celine."
"Tidak, ini bukan kesalahanmu, Kak David."
"Tetap saja, aku tak akan membiarkan hal sekecil apapun menyakiti perasaan gadis kecil yang paling aku sayangi."
Hal tersebut membuat Celine yang sedari tadi berada di pelukannya pun langsung menarik diri dan tersenyum memandang seseorang yang berada di sampingnya itu. Begitu pula dengan David yang juga kini sedang tersenyum melihatnya.
***
Menatap seorang wanita paruh baya yang masih tidak sadarkan diri membuat gadis itu benar-benar seperti kehilangan separuh nyawanya. Ini sudah terlalu lama, ia sangat merindukan sosoknya yang selalu tersenyum setiap melihatnya.
"Apa kau tidak akan pernah memberiku kesempatan untuk membahagiakanmu lagi, Ibu?"
Tanpa sadar kedua mata dari gadis itu mulai berkaca-kaca sehingga membuat seseorang yang tidak sengaja melihatnya pun langsung berjalan masuk dengan perasaan khawatir. Kemudian memeluknya dengan cukup erat dari arah belakang yang berhasil membuat terkejut seorang Nathalia.
"Nona, kau sudah berjanji padaku untuk tidak bersedih lagi," bisik seseorang tepat di telinganya. "Jangan menangis."
Sementara Nathalia saat ini semakin menjadi sehingga membuat seseorang yang berada di dekatnya langsung menghela nafas seketika.
"Sedang apa kau di sini?" Gadis itu berusaha untuk tidak menangis setelah beberapa saat berhasil menghentikannya. Ia berdiri dari duduknya sebelum akhirnya dirinya memutar tubuhnya dan melihat seseorang yang begitu di kenalinya tersebut berada di hadapannya saat ini.
"Apa?"
Tatapan Nathalia benar-benar berbeda sekarang sehingga membuat pria itu menghela nafas. Kemudian kembali tersenyum yang berhasil membuat seseorang seperti gadis itu semakin merasa kesal.
"Jangan tersenyum."
Senyum pun menghilang dari pria itu dan tergantikan oleh rasa khawatir dan takut akan terjadi sesuatu kepada seseorang yang berada di hadapannya saat ini.
"Nona, are you okay?"
"Untuk apa kau bertanya lagi? Padahal sudah jelas bahwa aku sedang tidak baik-baik saja."
"Aku hanya ingin memastikan bahwa dirimu sedang baik-baik saja."
Akhirnya Nathalia tidak sanggup untuk berbicara sepatah kata pun lagi sehingga membuat gadis itu langsung pergi dari hadapan pria tersebut yang saat ini memandang kepergiannya itu.
Pria tersebut menghela nafas sejenak sebelum akhirnya salah satu tangannya mengusap tengkuk dengan ekspresi yang jelas terlihat khawatir sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi mendekatinya yang baru saja pergi dari hadapannya saat ini.
"Hey, Natha, tunggu aku!"
***
Sesampainya di ruangan tengah, saat ini pria itu melihat seseorang yang begitu di kenalinya tersebut sedang menangis sehingga membuatnya yang mengetahui hal tersebut langsung menghela nafas seketika.
"Aku sudah pernah bilang kepadamu, Nona. Jangan pernah menahan tangis seorang diri, jika seandainya kau memiliki pundak untuk menjadi tempat tangismu."
Setelah itu pria tersebut perlahan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Nathalia yang saat ini masih membelakanginya.
"Nona …"
"Jangan pernah panggil aku dengan sebutan seperti itu lagi."
"Bagiku, kau tetap Nona yang ku cintai, Natha." Pria itu tersenyum dengan begitu tulus. "Jadi jangan paksa aku untuk berhenti memanggilmu seperti itu."
Sementara gadis itu yang masih membelakanginya menghela nafas dengan kepala yang menunduk serta mata yang terpejam karena tidak tahu lagi harus bagaimana.
"Nona, aku akan meminta seseorang untuk membawakan makanan untukmu, kau pasti belum mengisi perutmu sejak tadi pagi, kan?"
"Tidak perlu, aku tak merasa lapar sama sekali."
"Jangan menolaknya, Nona. Kau tahu kalau aku tidak menyukai hal itu."
Nathalia langsung mendongak bersamaan dengan helaan nafas beratnya tersebut sebelum akhirnya salah satu diantara mereka berbicara.
"Terserah kau saja."
Mendengar itu membuat seseorang yang berada di belakangnya saat ini pun langsung menyunggingkan kedua sudut bibirnya tersenyum sebelum akhirnya benar-benar berlalu pergi dari hadapan gadis itu.
"Tapi, apa kau sudah bertemu dengannya hari ini?" tanya Nathalia dengan kening yang berkerut.
Karena keheningan membuatnya langsung memutar tubuhnya ke belakang dan tidak mendapati seseorang yang tadi bersamanya berada di dekatnya yang membuat Nathalia yang menyadari hal tersebut menggelengkan kepala seketika.
"Ada apa dengan dirimu, Nath?" gumamnya dengan satu tangan yang memijat pangkal hidungnya. "Kau benar-benar memalukan."
Pada akhirnya Nathalia merutuki dirinya sendiri yang baru saja melakukan kebodohan, meskipun sebenarnya gadis itu bersyukur karena pria yang diajaknya berbicara sedang tidak berada di dekatnya saat ini.