Sungguh, kembali ke Kekaisaran ternyata telah memakan banyak energi kehidupanku.
Kaisar terlalu khawatir dengan keadaanku sehingga ia tidak ingin melepas pelukannya padaku (tentunya setelah di tegur oleh permaisuri, akhirnya kaisar mau melepas pelukannya), para pelayan yang menatapku dengan raut wajah sedih lantaran berita tentang ingatan Cornelia yang hilang, bahkan aku juga di ganggu oleh sepupu perempuan Cornelia yang berusia enam belas tahun.
"Connie, menikah saja dengan Flavien dan tinggalkan suami jahatmu itu!" Rengek Irina, sepupu perempuan Cornelia yang kusebutkan tadi.
Irina Laurence dan Flavien Laurence, merupakan anak dari adik perempuan kaisar, Duchess Leticia Laurence yang sebelumnya bernama Leticia Crescentia. Ia menikah dengan seorang ksatria yang berada di bawah pimpinan kaisar saat perang, kemudian diberi nama baru yaitu Laurence oleh kaisar. Ia juga di angkat menjadi seorang duke karena hasil kerja kerasnya dan juga sudah bersedia menikahi Leticia yang saat itu jatuh cinta padanya. Ksatria sekaligus duke itu bernama Richardo Laurence yang saat ini masih bekerja sebagai ksatria pribadi milik kaisar.
Aku tersenyum kecil pada Irina, "Maaf Irina, sepertinya aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu. Aku dan Flavien berjarak dua tahun sehingga tidak mungkin untuk menikahinya. Apalagi, Flavien adalah sepupuku."
Flavien Laurence merupakan sepupu laki-laki Cornelia, umur Flavien sendiri masih delapan belas tahun, tidak mungkin aku menikahinya kan.
"Kalau begitu, menikahlah dengan Pangeran Detrix! Aku lebih suka pria itu daripada suamimu yang sekarang!"
Aku tersenyum samar. Kalau aku bisa memilih, aku ingin segera menceraikan Charles dan menikahi Detrix yang terlihat sangat mencintai tubuh ini, tapi Cornelia si pemilik tubuh ini malah memintaku untuk memberi kesempatan pada Charles sekali lagi. Mau tidak mau aku terpaksa menuruti keinginan tuan putri yang satu itu.
Hhh, apanya yang ingin melihatku bahagia? Bagaimana bisa aku bahagia jika aku terpaksa hidup di dalam rumah tangga yang berantakan seperti ini?
"Apa kau tidak menyukai Charles?" Tanyaku tiba-tiba pada Irina.
"Iya! Aku sangat tidak suka padanya!"
Aku memiringkan kepalaku dengan bingung, "Kenapa?"
"Karena dia, Connie tidak mau pulang ke Kekaisaran dan kita jadi tidak bisa bertemu! Dia juga sangat dingin dan tidak peduli padamu! Aku benci dia!"
Aku tersentak. Bagaimana bisa dia tahu akan hal itu?
"Bagaimana kau tahu..."
"Delapan bulan yang lalu, di pesta Nona Julia Karmyn, aku melihat Connie diabaikan oleh Duke brengsek itu dan Duke itu pergi bersama wanita lain. Aku benar-benar sangat kesal melihatnya!" Ucapnya dengan bersungut-sungut bahkan sampai berani mengumpat dengan keras. Syukurlah yang mendengar umpatannya barusan hanya aku seorang, karena di dunia ini yang bisa mengumpat seperti itu hanyalah wanita biasa yang bukan keturunan dari kalangan bangsawan.
Aku tertawa ringan sambil menepuk-nepuk pelan punggung Irina. Memang, kelakuan Charles sangat pantas untuk digunjing. Aku pun sudah tidak punya tenaga lagi untuk menggunjingnya karena aku sudah cukup lelah dengan drama di dalam rumah tangga ini.
Tidak, sebenarnya aku sudah sangat lelah dengan dunia ini.
"Flavien!" Seru Irina saat ia melihat seorang pria bersurai biru navy datang menghampiri mereka.
"Selamat siang, Tuan Putri." Sapa Flavien dengan hormat kepada Cornelia.
"Selamat siang, Flavien. Apa kau baru saja selesai berlatih pedang?" Tanyaku basa-basi kepada Flavien.
"Iya, Tuan Putri."
"Kalau begitu, bergabunglah dengan kami. Aku akan membuatkanmu segelas teh dingin untuk menyegarkan tenggorokanmu."
Flavien menggeleng dan menolak dengan sopan, "Maafkan aku, Tuan Putri. Sepertinya aku dan Irina tidak bisa berlama-lama menemanimu hari ini. Ibuku sedang mengandung sehingga aku tidak bisa berada jauh darinya."
Oh iya. Duchess Laurence saat ini sedang mengandung dan sudah berjalan selama tujuh bulan. Karena Duke Laurence yang sibuk dengan pekerjaannya di sini, akhirnya Flavien dan Irina berinisiatif untuk menggantikan ayahnya menjaga ibunya. Sungguh, anak-anak yang sangat berbakti kepada orang tuanya.
Aku mengangguk sambil tersenyum kecil, "Baiklah. Tolong sampaikan salamku kepada bibi, ya."
Flavien membalasnya dengan senyum yang tenang, "Baik, Tuan Putri. Kalau begitu kami pamit dulu."
"Connie, besok aku akan kemari lagi! Sampai jumpa!" Ucap Irina setelah berdiri di samping Flavien yang kemudian berbalik pergi sambil melambai padaku.
Aku pun membalas lambaiannya dengan senyuman kecil sambil melihat punggung mereka yang menghilang di balik pilar besar. Kemudian, aku duduk kembali dan menyesap teh yang tersisa di gelasku.
Sebuah pikiran random terlintas di kepalaku.
Kenapa kaisar dan permaisuri masih belum memiliki anak lagi?
Seingatku, di setiap kerajaan bahkan kekaisaran memiliki satu orang pewaris sah untuk menggantikan tahta raja atau kaisar sebelumnya. Bahkan, ada yang sampai bertarung hingga titik darah penghabisan untuk mendapatkan tahta tersebut. Tapi, di kekaisaran ini, siapa yang akan menggantikan kaisar untuk mewarisi tahta tersebut?
Tidak mungkin aku kan? Soalnya otakku tidak terlalu pintar jika sudah berhubungan dengan dunia politik. Aku pun sudah menikah dengan seorang Duke dari keluarga Harvey, jadi tidak mungkin aku yang akan menggantikan kaisar.
Tidak mungkin juga Flavien karena bibiku sangat menentang keras jika anak-anaknya harus terlibat jauh dalam dunia politik kekaisaran yang keras dan gelap.
Kaisar dan permaisuri pun pasti sadar akan hal ini. Tapi mengapa mereka tidak berniat memiliki anak lagi?
Jangan bilang, permaisuri...
Plak!
Aku menampar kedua pipiku sendiri. Kenapa pikiran random seperti itu terlintas di kepalaku sih?!
Sudahlah, itu bukan urusanku untuk memikirkannya. Aku hanya seorang penyintas dari dunia lain yang singgah di dalam tubuh ini. Jangan membuat beban baru di atas pundakku sendiri.
Setelah menghabiskan teh dalam cangkirku, aku segera kembali ke dalam kamarku dan melakukan rutinitas yang sejak dulu sangat kuinginkan, yaitu rebahan santai sambil berfoya-foya.
-_*_-
Kota Waynhard, perbatasan antara Kerajaan Salvatore dan Kerajaan Albyon
"Tuan Reinhardt, saya membawakan daftar pekerja yang sudah melamar. Ada tiga puluh lima orang sukarelawan yang berminat untuk mengantarkan suplai ke Kerajaan Rosalva."
Kerajaan Rosalva terletak di belahan dunia bagian utara. Disana hanya ada satu musim, yaitu musim salju. Sedikit sekali manusia yang mau tinggal di tempat dengan iklim dingin seperti itu. Karena sedikitnya tenaga kerja manusia di Kerajaan itu, akhirnya Raja Rosalva bekerja sama dengan pedagang dari wilayah lain untuk menyuplai pasokan makanan dan kebutuhan lainnya untuk Kerajaan Rosalva. Tentu saja bayarannya sangat besar. Kerajaan Rosalva membayarnya dengan batu Blue Diamond yang hanya bisa di dapatkan dari wilayah tersebut.
Sekedar informasi, Blue Diamond termasuk dalam permata langka yang ada di dunia itu karena di dapatkan dari tempat yang terjal dan berbahaya di wilayah utara.
"Kumpulkan mereka besok pagi. Aku akan membagi tim dan menambahkan beberapa pengarahan sebelum berangkat." Perintah Reinhardt sambil mengembalikan dokumen yang sudah ia baca.
"Baik Tuan."
"Periksa sekali lagi kayu bakar yang akan kita kirim ke Rosalva. Jangan sampai ada kayu yang rusak dan basah terselip di dalamnya."
"Baik, Tuan."
Reinhardt menyalakan sepuntung rokok sambil bersandar di dekat jendela. Rasanya sudah sangat lama ia tidak bertemu dengan Cornelia. Ia ingin pergi menemui Cornelia tetapi belum menemukan kesempatan sama sekali.
Cornelia merupakan wanita yang sudah menikah. Tidak sopan baginya untuk datang berkunjung ke kediaman Harvey. Ia hanya bisa bertemu dengan Cornelia jika wanita itu sedang berada di tengah kota.
Namun sepertinya wanita itu tidak akan muncul dalam waktu dekat ini. Reinhardt tahu peristiwa yang terjadi di ulang tahun Pangeran Osvald itu dan ia juga tahu kalau Cornelia saat ini sedang berada di Kekaisaran.
"Hm, kapan aku bisa bertemu lagi dengannya?" Gumamnya sambil menghembuskan asap rokok dari kedua bibirnya dan menatap langit senja di luar jendela.
...
...
Keesokan harinya, Reinhardt bersiap untuk pergi ke Kerajaan Rosalva. Para pekerja tetap dan juga seluruh sukarelawan sudah berkumpul di tengah lapangan sejak pagi buta. Reinhardt berdiri di hadapan mereka semua dan memerhatikan wajah para sukarelawan satu persatu.
"Kalian semua pasti sudah tahu siapa aku, bukan?" Tanya Reinhardt dan dibalas oleh anggukan dari para sukarelawan itu.
"Kalau begitu, langsung saja pada intinya. Aku yakin para bawahanku sudah memberitahu kalian sebagian garis besarnya. Jadi aku akan membagi kalian menja-"
Drap drap drap.
Tiba-tiba suara langkah kaki yang terburu-buru terdengar dari arah kanan barisan. Semua orang yang ada di sana menoleh pada sumber suara tersebut dengan wajah datar dan remeh. Sedangkan Reinhardt menatapnya dengan tercengang.
"Maaf Tuan, saya terlambat." Ujar pria yang baru saja datang itu.
Reinhardt menatap pria itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seorang pria tinggi dengan tubuh yang tegap dan terbentuk sempurna sudah menjadi suatu kewajaran bagi siapapun yang bekerja di tempatnya, tetapi yang membuat Reinhardt tercengang adalah wajah dari pria itu beserta dengan rambutnya.
Pria itu bersurai hitam kebiruan dengan mata biru segelap langit malam, wajahnya sama persis dengan wanita yang dia rindukan, yaitu Cornelia Harvey. Hanya bentuk rahangnya saja yang berbeda karena dia merupakan seorang pria.
'Apa-apaan ini? Bagaimana bisa...'
Pria itu menggaruk kepalanya dengan bingung karena Reinhardt menatapnya dengan raut wajah tak percaya seperti itu, "Um, Tuan?" Panggilnya dengan ragu-ragu.
Reinhardt segera tersadar dan berdeham sebentar, lalu ia mengalihkan fokusnya ke dalam barisan, "Tak apa. Segera masuk ke dalam barisan karena aku akan membagi tim."
Pria itu mengangguk dan segera berlari masuk ke dalam barisan. Beberapa orang menggodanya karena datang terlambat dan juga ada saja beberapa orang yang iri padanya karena ketampanan sempurna miliknya itu.
"Baiklah, aku akan segera membagi tim. Tim satu, ..., ..."
Satu tim berisikan tujuh anggota, dimana dua di antaranya merupakan orang biasa dan sisanya adalah orang yang pandai bertarung. Karena perjalanan menuju Rosalva merupakan perjalanan yang mengancam nyawa, Reinhardt hanya menerima sukarelawan yang kuat dan pandai bertarung. Itulah mengapa hampir tidak ada sukarelawan dengan tubuh lemah yang berbaris di barisan tadi. Akhirnya terbentuklah sembilan tim yang akan mengantar barang-barang tersebut, termasuk dengan orang-orangnya Reinhardt.
Lalu darimana asalnya orang-orang biasa itu? Mereka merupakan orang-orang yang berasal dari berbagai toko yang menyuplai kebutuhan yang akan di kirim ke Rosalva. Reinhardt dan para bawahannya hanyalah seorang perantara yang memudahkan proses jual-beli antar kerajaan. Ia juga bertanggung jawab untuk menjaga barang-barang yang sedang dikirim untuk tetap aman dan melindungi beberapa utusan dari toko yang ikut pergi dengannya.
Reinhardt juga memberikan pengarahan untuk para sukarelawan yang akan bertarung melawan monster atau pun bandit nantinya. Formasi tim dan sebagainya Reinhardt jelaskan dengan singkat, padat, dan sempurna pada para sukarelawan itu supaya mereka yang hanya memiliki otak otot bisa mencernanya dengan baik.
"Satu jam lagi kita akan berangkat. Pastikan tidak ada barang yang tertinggal dan cek kembali barang-barang yang akan di kirim hari ini."
"Siap, Tuan!"