Selama di perjalanan, Reinhardt memikirkan pria yang sangat mirip dengan Cornelia Harvey.
Pria itu bernama Dariel. Dia berasal dari keluarga kecil yang tinggal di sebuah desa kecil yang terletak di bagian selatan sudut Kerajaan Albyon. Ia sudah menjadi seorang tentara bayaran sejak berumur empat belas tahun. Tidak ada lagi informasi yang terdapat di dalamnya.
'Siapa pria itu sebenarnya? Kenapa dia sangat mirip dengan Cornelia Harvey?'
Reinhardt kemudian mengingat kembali percakapannya dengan Dariel sebelum berangkat tadi.
.
.
"Kau yang bernama Dariel bukan?" Tanya Reinhardt saat Dariel sedang mengemasi barang-barang bawaannya.
"Iya Tuan." Balas Dariel sembari membungkuk sebentar kemudian menegakkan badannya kembali.
Reinhardt memandangi wajah Dariel dengan seksama. Paras yang sangat mirip dengan Cornelia berdiri tepat di hadapannya. Mungkin rumor mengenai manusia yang memiliki tujuh kembaran di dunia itu memang benar, tetapi yang membuat Reinhardt masih tidak percaya adalah warna rambutnya. Dariel memiliki warna rambut yang sama dengan Cornelia, hitam kebiruan. Warna rambut mereka berdua adalah warna rambut langka yang tidak akan di temukan di manapun.
"Maaf Tuan Reinhardt, apakah saya akan di pecat karena terlambat datang tadi?" Tanya Dariel dengan waswas dan membuat Reinhardt tersentak dari lamunannya.
"Tidak, aku hanya ingin bertanya, apa kau berasal dari keluarga bangsawan?"
Dariel menggeleng, "Tidak, Tuan. Saya berasal dari keluarga sederhana yang terletak di desa kecil bagian selatan sudut Kerajaan Albyon."
"Oh begitu," Reinhardt mengangguk, pura-pura mengerti, "Baiklah, lanjutkan urusanmu." Lanjut Reinhardt sambil menepuk pundak Dariel dan melangkah pergi.
.
.
Reinhardt melirik lama pada Dariel yang duduk di hadapannya. Pria itu duduk tenang dengan mata terpejam sambil menyilangkan kedua tangannya. Reinhardt terus menatapnya hingga membuat salah satu bawahannya yang duduk disebelahnya salah paham.
'Tidak mungkin, apakah Tuan Rei suka dengan sesama jenis?!' Batin bawahannya dengan wajah pucat.
Disaat Reinhardt dan juga salah satu bawahannya sedang dalam dunianya masing-masing, Dariel mengernyit sesekali sambil tetap memejamkan kedua matanya dengan keringat yang mengalir di dahinya.
'Aku merasakan tatapan menusuk dari Tuan Rei sedari tadi. Apakah Tuan Rei tidak senang denganku karena aku terlambat tadi?'
Pada akhirnya, ketiga orang itu tenggelam di dalam dunianya masing-masing hingga tiba di tempat pemberhentian pertama mereka.
-_*_-
"Ketua!" Panggil salah satu bawahan bandit yang terkenal di perbatasan wilayah utara, kumpulan bandit itu bernama Black Fox.
Seorang pria bertubuh besar dan kekar dengan luka memanjang di bagian pipinya melirik pada bawahannya tersebut sambil memutar segelas wine mahal yang telah ia curi dari salah satu bangsawan yang melewati perbatasan tersebut.
"Hm?"
"Kami melihat sekumpulan pedagang yang sedang beristirahat di tengah hutan Yvania."
Pria bertubuh besar yang merupakan ketua dari Black Fox itu meletakkan gelas winenya dan menyeringai lebar dengan mata yang bersinar tajam, "Panggil seluruh anggota dan persiapkan diri kalian karena kita akan makan enak malam ini."
"Siap, Ketua!"
-_*_-
Reinhardt dan juga yang lainnya berhenti untuk bermalam di tengah hutan. Setiap masing-masing tim mulai memasang tenda dan juga ada yang bertugas menyiapkan makan malam. Dariel pergi mencari ranting pohon yang akan di gunakan untuk membuat api unggun sedangkan Reinhardt tetap berada di tempat untuk memastikan seluruh tim baik-baik saja.
"Permisi, Tuan Rei." Panggil salah satu bawahannya yang tadi duduk di sebelahnya. Pria itu bernama Tom.
"Ada apa, Tom?" Tanya Reinhardt sambil memerhatikan setiap tim yang sedang memasang tenda.
Tom menatap Reinhardt dengan ragu lalu mengurungkan niatnya, "Tidak, tidak jadi, Tuan."
Reinhardt menghela napas, "Jika tidak ada yang kau kerjakan, lebih baik kau pergi membantu Dariel mencari ranting pohon."
"Ba-baik, Tuan!"
Tom segera berjalan pergi dan menjauh dari kerumunan dengan langkah yang lebar.
'Ternyata benar, Tuan Rei menyukai Dariel!'
Entah apa yang salah dengan otak Tom hari ini, semua perintah Reinhardt yang ada hubungannya dengan Dariel selalu ia salah artikan semenjak Reinhardt menatap Dariel di dalam kereta tadi. Tom berpikir jika Reinhardt sedang mengkhawatirkan Dariel sehingga menyuruhnya untuk pergi membantu Dariel, padahal perintah seperti itu merupakan hal yang biasa dilakukan Reinhardt jika ia melihat salah satu anggota tim yang telah ia bagi tidak melakukan pekerjaan apapun.
"Tuan Rei, aku akan merahasiakan cinta terlarang ini dari siapapun. Aku akan selalu mendukung keputusanmu." Ucap Tom sambil memejamkan matanya dengan khidmat dan mengepalkan tangannya di depan dada sehingga ia tidak sadar jika seseorang sudah berdiri tepat di belakangnya.
"Apa? Cinta terlarang?" Tanya seseorang tepat dibelakang punggung Tom.
"KYAAAAAG!" Jerit Tom dengan sangat histeris hingga ia meloncat ke depan.
Tom segera menoleh ke belakang dan melihat seorang pria bersurai hitam kebiruan sedang tersenyum padanya sambil membawa seikat ranting pohon.
"K-kau! Kau mengagetkanku!" Bentaknya pada Dariel.
"Hahaha! Maafkan aku," Balas Dariel sambil tertawa lepas tanpa rasa bersalah, "Jadi, ada apa dengan Tuan Rei dan juga cinta terlarang?" Tanya Dariel yang berniat mengusili Tom.
Tom melihat ke arah lain dengan keringat dingin yang mengalir di tengkuknya, "Uh, itu..."
"Hm?" Tanya Dariel, masih dengan wajah senyum tanpa dosanya.
"I-itu..." Tom semakin panik karena senyuman Dariel yang menyebalkan itu. Ia merasa seakan-akan dirinya sedang tertekan karena pria yang berdiri di hadapannya.
'Tunggu, tertekan? Aku tertekan pria ini? Aku, seorang pria terkuat nomor dua yang di akui oleh Tuan Reinhardt?'
"Argh!" Seketika Tom mengamuk dan membentak Dariel, "Kau tidak perlu tahu! Kerjakan saja pekerjaanmu, bajingan!"
"Hahahaha!" Dariel semakin tertawa lepas dan segera pergi meninggalkan Tom karena Tom sudah mulai mengangkat tinjunya dengan aura membunuh.
Tom menatap garang punggung Dariel yang menjauh kemudian berteriak dengan keras, "TUAN, AKU TIDAK AKAN PERNAH MENYETUJUI CINTA TERLARANG INI!!!"
...
..
.
Tengah malampun tiba. Seluruh rombongan yang di bawa Reinhardt hari ini beristirahat di dalam tenda masing-masing. Beberapa di antaranya ada yang berjaga secara bergantian termasuk Dariel dan Tom, sedangkan Reinhardt dan beberapa utusan dari berbagai toko tidur di dalam tenda.
"Kenapa aku harus sekelompok dengannya sih?!" Gerutu Tom sambil menatap kesal ke arah tanah.
"Kenapa? Bukankah menyenangkan bisa sekelompok dengan orang tampan sepertiku?" Balas Dariel sambil memasang wajah polos dengan sengaja.
Tom segera memeloti Dariel dengan darah yang mendidih karena kesal, "Aku akan membunuhmu!"
Dariel menatap remeh Tom, "He? Memangnya kau bisa?" Tanya Dariel dengan senyuman remeh miliknya.
"Kau?!"
Shrug-
Dariel dan Tom segera menoleh memerhatikan sekitar. Mereka merasakan kehadiran beberapa orang yang bersembunyi di dalam hutan. Dengan waspada, Dariel berkata pada Tom, "Pergi dan beritahu Tuan Rei, biar aku yang mengurus mereka."
Tom mengangguk dan segera berbalik menuju tenda, "Ku harap kau tidak mati sebelum kami sampai kemari."
Dariel mengangkat salah satu sudut bibirnya dan menyeringai, "Kau pikir siapa aku?"
Dariel dan Tom pun berpisah menjalankan tugasnya masing-masing. Dariel memejamkan kedua mata sebentar lalukembali membuka kedua matanya dengan datar dan tenang, "Kalian, keluar dari sana sekarang juga."
Tidak ada tanggapan dari musuh yang bersembunyi, Dariel semakin merendahkan suaranya.
"Aku bilang keluar."
Seketika aura dingin dan menusuk terpencar di udara. Para musuh yang merasakan ancaman pun segera meloncat keluar dari semak-semak dan pepohonan dan mengelilingi Dariel. Total dari musuh yang keluar ada sekitar enam orang.
Dariel memerhatikan orang-orang tersebut. Dari penampilannya saja sudah terlihat jelas jika mereka adalah bandit.
"Bagaimana kalian bisa merasakan kehadiran kami?" Tanya salah satu musuh pada Dariel.
Dariel tersenyum mengabaikan pertanyaan mereka, "Kalian yang masih bersembunyi, apa kalian ingin mati?"
Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan di kegelapan. Bersamaan dengan suara tepuk tangan yang semakin terdengar jelas, seorang pria bertubuh tinggi dan besar dengan luka di wajah dan lengannya muncul sambil menyeringai lebar.
"Hebat. Bagaimana bisa kau tahu?" Tanya pria itu.
Dariel menatap pria itu kemudian menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Ah, aku hanya menduga tidak mungkin kawanan bandit hanya datang berenam saja, bukan?"
Pria besar itu tertawa lebar, "Hahaha. Kau benar! Aku suka orang sepertimu. Bagaimana jika kau bergabung dengan kami?"
"Bergabung? Boleh saja, asalkan aku yang menjadi pemimpinnya." Jawab Dariel tanpa gentar sedikitpun.
Mendengar jawaban dari Dariel, pria besar itu melepas senyumannya dan menatap Dariel dengan tatapan membunuh, "Berani sekali kau! Serang dia!" Perintah pria itu kepada bawahannya.
Pertarungan antara Dariel dan para banditpun berlangsung. Para bandit itu berbondong-bondong menyerang Dariel yang bertarung sendirian. Walaupun sendirian, tak ada satupun serangan dari para bandit itu mengenai tubuh Dariel, sedangkan Dariel dengan santainya menebas leher beberapa bandit dan menyerang titik vital dari beberapa bandit hingga banyak korban yang tewas dari serangannya.
Ketua dari bandit itu sendiri tercengang melihat pemandangan di hadapannya. Ia membawa puluhan pasukan miliknya untuk menghancurkan para pedagang yang melintasi wilayah ini, tetapi hanya karena satu orang pria, para bawahannya banyak yang tewas dan gugur.
'Pria itu... Pria itu monster!' Batin si ketua bandit dengan netra mata yang bergetar.
"Ketua, bagaimana ini?!" Tanya salah satu bawahan miliknya.
Pria besar itu mengepalkan tangan miliknya. Terimakasih berkat bawahannya yang barusan menyadarkannya dari ketakutan, keberanian miliknya kembali membara dan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin Black Fox mendorongnya untuk maju melawan Dariel.
"Aku akan maju."
Bawahannya segera menahannya, "Tidak Ketua, bagaimana jika anda mati?!"
Pria besar itu menatap dingin pada bawahannya, "Apa aku terlihat selemah itu untuk melawan pria sombong yang ingin merebut kursiku?"
Bawahannya tersentak dan segera menggeleng, "Tidak, ketua."
Pria besar itu berjalan ke arah Dariel dengan langkah tegak dan mantap, "Aku akan menghabisi pria itu dan membalaskan dendam semua bawahanku yang gugur di dalam pertarungan ini."
"Hiks! Terimakasih, ketua!"
Sedangkan disisi lain, Reinhardt dan juga para sukarelawan lainnya datang menuju medan pertempuran antara Dariel dan para bandit. Para bandit itu mengepung mereka dari segala sisi, sehingga Reinhardt memerintahkan beberapa bawahan yang ikut dengannya bersama sukarelawan lain untuk membersihkan bandit di tempat lain. Reinhardt melihat sosok Dariel di kegelapan yang sedang sibuk menghabisi lawan-lawan yang berusaha menyerangnya. Hebatnya, tak ada satupun bandit yang mampu menggores tubuh Dariel. Reinhardt menatap tak percaya pada pemandangan yang ada di depannya.
"Dariel... Siapa pria itu sebenarnya?" Gumamnya kecil sambil terperangah melihat Dariel yang sibuk bertarung.
"Tuan Rei, haruskah kita membantu?" Tanya Tom yang menunggu komando dari Reinhardt.
"Tunggu. Kau tidak lihat mata pria itu?" Tanya Reinhardt pada Tom.
Tom ikut menatap Dariel yang sedang bertarung, sinar mata yang dipancarkan oleh Dariel merupakan sinar mata seseorang yang maniak bertarung dan membunuh. Dia tidak terlihat kesulitan menghadapi musuh banyak, malahan dia menyeringai lebar sambil mengayunkan pedang miliknya untuk menyayat tubuh lawannya.
Reinhardt kemudian melihat ke arah para bandit. Di lengan mereka, tergambar sebuah tato rubah yang tergores, Reinhardt tahu siapa bandit-bandit itu.
"Bandit-bandit itu ternyata hanyalah kumpulan dari Black Fox palsu."
Tom terperanjat setelah mendengar nama Black Fox disebut, "Black Fox? Maksud anda organisasi pemberontak terselubung yang tidak pernah menampakkan diri mereka secara langsung, bukan?"
Reinhardt mengangguk, "Mereka memiliki tato rubah yang tergores, tetapi mereka tidak tahu bahwa Black Fox asli memiliki tato rubah yang tergores dengan tiga bintang kecil di dekat goresannya. Aku tidak melihat tiga sampai lima bintang itu di tato mereka saat ini."
Saat Reinhardt sedang sibuk mengamati pertarungan di depannya, seorang pria besar dan tinggi berjalan masuk ke dalam medan pertarungan dan menghampiri Dariel. Reinhardt segera beralih pada lengan milik pria itu, pria itu memiliki tato rubah tergores dengan tiga bintang.
"Jangan bilang itu..."
Reinhardt segera memerintahkan bawahan dan juga sukarelawan lainnya masuk ke dalam medan pertempuran.