Chereads / KISAH CINTA PUTRI MUSANG DAN MANUSIA BIASA / Chapter 11 - 11 FIRASAT KECELAKAAN ADIK JUSTIN

Chapter 11 - 11 FIRASAT KECELAKAAN ADIK JUSTIN

Aku mengobati lukaku yang tidak terlalu parah. Justin begitu memperhatikan aku yang sedang mengobati luka. Lukaku hanya perlu di bersihkan lalu aku menempelkan hansaplas pada siku dan lenganku.

"Sakit ya?" seru Justin dengan meringis melihatku.

Aku menggeleng pelan sambil tersenyum.

"Ern," panggil Justin dengan lirih. Aku tahu pasti dia ingin mengetahui bagaimana keadaan aku yang sebenarnya.

Aku menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Semoga saja aku bisa menceritakan semuanya dengan jelas kepada Justin.

"Nenekku meninggal dan ada seorang laki-laki yang mendatangi rumahku dan dia berkata kalau nenekku mempunyai hutang kepadanya. Lalu pria itu meminta hak rumah. Akhirnya dengan terpaksa aku menjadi gembel seperti ini. Tidak mempunyai apapun selain baju yang aku pakai," jelasku keoada Justin. Dia sampai mangap mulutnya.

"Hutang nenek ternyata begitu banyak. Aku saja tidak tahu," ucapku kepada Justin dengan jujur.

Justin menarik nafas panjang dan menghembuskannya. wajahnya terlihat berfikir.

"Kalau begitu kau tinggal disini saja bersama keluargaku. Kau mau kan?" kata Justin sambil tersenyum seolah begitu mudah baginya. Dia tidak tahu bagaimana keadaanku.

"sebenarnya aku tidak tahu lagi harus kemana. Mungkin aku bisa kembali ke penginapan di jalan nomor dua belas," kataku pada Justin.

"Hah! maksudmu penginapan khusus untuk orang glandangan?" tanya Justin tidak percaya apa yang aku katakan. Kedua matanya membulat hingga aku bisa melihat jelas mata hazelnya.

"Iya, mau bagaimana lagi," kataku dengan pasrah.

"Kau tidak boleh ke penginapan itu. Di sana kotor. Kau harus menginap di rumahku," kata Justin dengan tegas.

"A-apa?" tanyaku bengong.

"Iya kau bisa tinggal di sini. Em kau bisa tidur di kamar kosong itu," Kata Justin sambil menunjuk.

"Aku yang akan menyiapkan kamarmu. kau tidak usah khawatir soal itu. oke?"

aku hanya tersenyum heran dengannya.

"Kenapa kau melakukan itu padaku? tidak usah repot-repot Justin. Aku akan mencari pekerjaan dan nanti aku bisa mencari tempat tinggal dengan sewa bulanan yang murah. Aku pasti bisa melakukan itu," ucapku dengan tegas kepada Justin meskipun sebenarnya aku tidak tahu pikiranku akan melakukan apa selanjutnya.

"T-tapi aku tidak bisa membayangkan itu. Itu pasti sulit bagimu," kata Justin dengan ragu-ragu.

Sulit?

Ya Tuhan! aku jadi teringat kalau semalam orang-orang menyoroti tindakannku. Iya, mereka merekamku dengan ponselnya. Malam itu begitu ramai saat kejadian. Sudah pasti vidioku akan banyak di tonton orang dan kecelakaan semalam juga masuk ke berita tv. Sudah pasti mereka menyangkut pautkan aku dengan kecelakaan semalam.

"Hei kau melamun?"

tangan Justin membuatku tersadar.

"Iya kau benar mungkin akan sulit bagiku. Em, kalau begitu mungkin aku akan tinggal di rumahmu sampai aku mendapatkan pekerjaan. apa tidak apa-apa?" tanyaku dengan ragu-ragu. aku malu sekali dengan Justin. Aku sering membuatnya repot.

"Tentu saja tidak mengapa. Kalau begitu hari ini kau istirahat saja di kamarku. Aku akan membersihkan kamar yang kosong. Ayo cepatlah naik ke atas!" Justin berdiri dengan bersemangat. Kepalanya menunjuk ke ruang atas.

"Kamarmu ada di atas?" tanyaku dengan polos.

"Ya tentu saja," jawabnya lalu segera berjalan menuju tangga.

Aku mengikutinya dari belakang. Dia berjalan di tangga begitu cepat. Aku segera mempercepat kakiku.

Kini terlihat jelas pintu kamar Justin yang begitu besar. Ini adalah pintu kamar terbesar yang pernah aku lihat.

Justin membuka pintuk kamar itu dengan kedua tangannya. Ia mendorong dengan kuat. Lalu pintu terbuka.

Kamar itu terlihat begitu luas. Ranjang milik Justin yang di balut bedcover berwarna hitam dengan sentuhan gambar galaxy begitu fantastis.

Sementara pada dindingnya dihiasi gambar planet-planet dan galaxy. Hingga terdapat hiasan yang begitu megah di salah satu sudut kamarnya. Mungkin itu seperti gambar galaxy dan di dalamnya ada lampu yang menyala.

Aku melihat lagi dan ternyata ada sebuah rak buku dengan desain unik. Rak buku itu layaknya pohon dengan akar-akar sebagai bukunya. Wah! benar-benar kamar yang bagus sekali.

"Yah! beginilah kamarku. Aku suka sekali di dalam kamar. Hehehe," kata Justin dengan wajah malu.

"Aku tidak menyangka kamarmu akan rapi seperti ini," ucapku dengan memperhatikan penampilan Justin.

"Iya pasti kau tidak akan menyangka karena penampilanku. Aku suka saja bergaya seperti yang aku suka. Ya seperti inilah!" kata Justin dengan bangga memperlihatkan gayanya.

Aku melihat Justin dengan sangat terpesona. Rambut pirang dengan bando mengelilingi kepalanya. serta pakaian kemeja kotak-kotak dengan begitu panjang sampai ke betisnya. Lalu celana ripped jeans yang longgar. Ya aku suka itu. Tapi aku lebih suka kalau di hanya memakai baju renang pria. Hahaha. Licik sekali otakku ini.

"Ya baguslah kalau begitu. Itu berarti kau adalah seorang yang tetap pada pendirianmu," seruku kepada Justin.

Justin tersenyum manis kepadaku lalu setelahnya dia berjalan menuju lemari besarnya. Tangannya mencari-cari pakaian. Entah pakaian seperti apa yang ia cari.

"Kalau begitu pakailah ini. Kau mandi sana! lalu istirahatlah yang pulas," kata Justin lalu pergi begitu saja dan menutup pintu.

Aku melihat baju yang justin berikan untukku. Ya pria itu sepertinya tahu selera bajuku. Aku suka warna putih. Dia memberikan kaos putih kepadaku. Sepertinya begitu besar untuk aku pakai. hem tidak apalah!

Aku menuju ke kamar mandi namun belum sampai di depan shower. Kepalaku tiba-tiba merasakan pening yang begitu sakit. Segera bayangan di pikiranku terlintas bahwa adik Jistin yang bernama Ariana akan mengalami kecelakaan kereta. Mobil Ariana akan terhenti di rel kereta pada pukul dua belas siang.

"Aduh!" aku terjatuh karena kepalaku yang pening dan tubuhku rasanya lemas sekali.

"Ya Tuhan bagaimana ini. Aku akan sedih jika Ariana mengalami kecelakaan. Aku takut sekali Ya Tuhan. Aku harus segera memberitahu Justin sekarang juga sebelum semuanya terlambat," ucapku dengan cemas.

Mataku melihat jam dinding yang menunjukan pukul dua belas kurang tiga puluh menit lagi. Aku begitu panik karena waktu begitu pendek. Segera aku kerahkan seluruh tenagaku untuk berjalan ke lantai bawah dan menemui Justin.

"Justin?" aku memanggilnya saat menuruni tangga. Secepat itu Justin muncul dengan wajah panik. Ia segera mendekat kepadaku.

"Ya Tuhan! ada apa denganmu? kau terlihat begitu lemas dan tampak pucat," seru Justin sambil memegang lenganku.

Dia memapahku untuk turun ke bawah. Dia memapah aku dengan pelan-pelan. Dia membantuku untuk duduk di sofa. Lalu dengan sigap dia memberikan air putih untukku.

"Bicaralah kalau kau sudah siap," kata Justin sambil meletakkan gelas yang baru saja aku minum air putihnya.

"Adikmu belum pulang kan? apa dia masih di luar?" tanyaku dengan lirih.

"Adikku ada di kampus tentunya. Mungkin sekarang dia sedang ada di kelasnya. Kenapa kau menanyakan adikku?" tanya Justin dengan memperhatikan wajahku. Aku yakin Justin begitu khawatir dengan apa yang akan aku ceritakan.