Di dalam perjalanan menuju rumah. Ariana dan Justin saling menatap pasrah. Mereka sama-sama mencemaskan hal yang mereka pikirkan. Keduanya merasa begitu takut.
"Apa kau yakin itu adalah ibu?" tanya Ariana dengan kening berkerut. Dia berpikir kalau dia rmtakut sekali jika yang di lihatnya cctv adalah ibunya.
"Aku kaget sekali sewaktu melihat vidio cctv itu. Aku takut kalau itu adalah ibu kita. Tapi aku merasa yakin jika itu adalah ibu," kata Justin dengan yakin.
"Kenapa ibu melakukan itu padaku?" tanya Ariana dengan sedih.
"Kita harus memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Kita jangan dulu membuat anggapan bahwa ibu melakukan hal buruk padamu," kata Justin seorang kakak yang bijak.
Ariana masih dalan pikirannya. Ia begitu syok. Ternyata kakaknya berpikiran bahwa wanita yang ada di dalam cctv adalah ibunya.
"Kalau begitu kita harus menyelidiki terlebih dahulu sebelum para penyidik itu tahu kalau itu adalah ibu kita. Aku takut terjadi sesuatu dengan ibu," kata Justin.
"Aku juga takut sekali," kata Ariana dengan memeluk kakaknya.
Justin mengelus punggung adiknya dengan lembut.
***
Aku berjalan dan memasuki sebuah toko kue.
"Maaf tuan, apa disini ada pekerjaan untukku?" tanyaku dengan ragu.
"Maaf tidak ada," jawab pria itu yang sedang menyiapkan kue di sebuah meja tamu.
"Pekerjaan apa saja akan aku lakukan," kataku dengan yakin.
"Tidak ada! sudah sana pergi," kata pria itu dengan menatapku jijik.
Ini sudah toko ke delapan yang sudah aku singgahi. Tapi mereka semua menolakku. Aku tidak yakin mereka tidak mempunyai pekerjaan untukku. Aku rasa mereka sudah melihat vidioku di internet dan mereka tidak mau menerima aku sebagai karyawannya.
Aku menatap lemas jalanan yang sudah semakin malam. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah justin. Sepertinya aku harus bercerita padanya tentang hari ini. Aku harus meminta tolong pada justin supaya aku bisa mendapatkan pekerjaan.
"Bagaimana apa kau sudah mendapat pekerjaan?" tanya Ariana yang ternyata sudah duduk di sofa untuk menungguku. Aku tidak tahu justin ada dimana.
"Iya aku belum mendapatkan pekerjaan. Mereka menolakku entah karena apa," kataku dengan putus asa.
"Kalau begitu sini duduklah di kursi ini," kata Ariana dengan menepuk sofa.
Aku duduk dengan pelan. Sepertinya ada yang ingin Ariana bicarakan kepadaku.
"Aku punya peekerjaanUm untukmu. Tapi kau harus menuruti permintaanku," kata Ariana menatapku intens.
"Heh? Permintaan? Sebenarnya aku mau saja menuruti permintaanmu. Ya selama permintaanmu itu wajar untukku," kataku dengan jelas. Aku tidak mau kalau aku menjadi babunya.
"Kau bisa meramalkan? Kalau begitu aku ingin kau meramalkan bagaimana keadaan ibuku saat ini. Dimana dia sekarang dan tujuan dia keluar kota itu untuk apa," kata Ariana dengan menatapku. Dia berkacak pinggang.
"A-aku tidak bisa meramalkan tentang ibumu. Maaf," kataku dengan berbohong. Aku sebenarnya bisa saja. Tapi aku hanya bisa meramalkan hal buruk.
"Kau pasti bohong kan denganku heh?" tanya Ariana dengan mata menusuk kepadaku.
"Sungguh aku benar-benar tidak bisa meramalkan ibumu. Aku mau istirahat," kataku sambil berdiri.
Ariana menggenggam lenganku. Dia sepertinyya tidak percaya denganku.
"Kau pasti bisa kan? Ayo ngaku? Aku harus berapa membayarmu heh!" seru Ariana dengan membentakku.
Aku kaget sekali kenapa tiba-tiba Ariana bersikap seperti itu. Beberapa detik Justin muncul dari pintu. Aku tidak tahu di telah pergi dari mana. Kini Justin menatap Ariana dengan tajam.
"Jangan membentak Ern seperti itu! Kau tidak tahu siapa dia!" kata Justin dengan marah.
"Oh kau lebih membela dia dari pada adikmu sendiri. Apa kau tidam tahu dia pasti berbohong. Dia pasti bisa meramalkan ibu kita. Kau harus mengancam dia supaya dia mau meramalkan ibu kita!" seru Ariana dengan berani.
"Tidak begitu caranya ariana!" seru justin lalu menarik aku untuk pergi dari ruang tamu. Kini aku dan justin berada di kamar justin.
"Apa kau baik-baik saja? Apa di memukulmu?" tanya justin dengan cemas.
"Tidak," jawabku menggeleng.
"Aku takut kalau terjadi sesuatu denganmu. Ariana memang keras kepala sekali. Dia suka membentak orang dengan seperti itu tanpa berpikir panjang. Dia juga suka berkelahi kalau ada yang mengganggu dirinya. Maafkan aku Ern soal perlakuan Ariana kepadamu," kata justin menjelaskan kepadaku.
Aku hanya bisa mengangguk paham. Aku tahu sifat Ariana. Dia memang seperti itu.
"Tapi ada kelebihan dari Ariana. Dia pintar karena bisa berkuliah padahal masih berumur di bawahmu," kataku.
"Iya dia memang pintar. Tapi aku tidak suka sifat pemarahnya," kata justin dengan wajah lesu.
"Sabarlah! Em memangnya kenapa Ariana penasaran sekali dengan keadaan ibu kalian. Apa kau tidak menelepon ibu?" tanyaku dengan penasaran.
"Aku sudah menelepon ibuku. Tapi entah kenapa ia hilang dengan aneh. Semua kontak dia tidak ada jawaban. Aku sudah menghubungi semua temannya," kata justin membuatku ingin meramalkan ibu justin.
"Sebenarnya aku bisa meramalkan ibumu. Tapi aku hanya bisa meramalkan hal buruk tentang ibumu dan aku takut untuk meramalkannya," jelasku kepada justin.
"Sebaiknya jangan. Kau pikirkan saja keadaanmu sekarang. Tidak usah memikirkan ibuku," kata justin.
"Kenapa?" tanyaku pelan.
"aku takut jika kau menjadi sakit dan lemah," kata justin.
Rupanya justin tahu tentang aku.
"Tapi aku khawatir dengan ibumu," kataku.
"Sudah sudaah jangan pikirkan itu," seru justin. Lalu dia menatapku.
"Oh ya bagaimana dengan harimu hari ini?" tanya justin dengan melihat wajahku. Aku suka wajahnya yang seperti ini. Dia seakan ingin tahu tentang aku.
"Ya ini adalah hari terburuk untukku. Aku sudah berusaha ke sepuluh toko mungkin, dan mereka semua menolakku. Aku rasa karena mereka semua sudah tahu kalau aku ini adalah orang yang ada dalam vidio memalukan itu," kataku.
"Maksudmu semua orang sudah melihat vidio yang kau bergulingz-guling di jalan seperti orang gila?" tanya justin dengan meperjelasnya.
"Iya," jawabku membuang muka. Aku malu dengan kejadian itu.
"Kalau begitu tidak usah khawatir. Aku mempunyai teman yang punya kedai pizza. Kau bisa bekerja disana pasti. Aku yakin itu," kata justin membuatku bercahaya.
"Benarkah?"
"Ya tentu benar. Besok aku akan mengantarmu," kata justin dengan senyum.
Heh syukurlah dia mau membantuku tanpa aku meminta bantuan kepadanya. Terimakasih justin aku berhutang budi banyak denganmu.
"Terimakasih justin kau telah baik sekali denganku," ucapku dengan senyum.
"Iya sama-sama," ucapnya dengan begitu manis.
Entah kenapa matanya begitu menghipnotis aku. Di dalam kamar ini hanya ada kita berdua dan suasana rasanya begitu sunyi.
"Ada semut di wajahmu," serunya sambil mengambil semut di pipiku.
"Eh! Makasih," seruku.
"Iya. Kau manis jadi semut menempel kepadamu,"
"Hahaha kau bisa saja,"