Setelah menunggu hampir tiga jam akhirnya aku selesai bekerja. Ya cukup melelahkan sekali. Aku juga ingin sekali membuka jaketku karena panas tapi aku tidak bisa karena aku takut mereka jijik melihat bulu yang ada di kedua lenganku. Aku pusing memikirkan itu. Sebeenarnya aku sama sekali tidak nyaman dengan keadaanku sekarang.
Aku akan mencoba membaca di internet kembali agar bulu aku bisa hilang. Aku takut kalau aku harus hiduo seperti ini. Hah pasti sangat membuatku frustasi.
"Hei kau melamun ya?" suara justin mengagetkan aku.
"Iya aku hanya lelah saja," kataku dengan lirih.
"Istirahatlah kau pasti akan pulih kembali," seru justin dengan manis.
"Ya kalau sudah sampai rumah aku pasti akan segera tidur istirahat yang cukup," kataku.
Lalu justin kembali dengan fokus menuju jalanan dan saat aku melihat jam tanganku. Aku melihat jam menunjukan pukul dua belas malam.
Tiba-tiba aku mersakan gatal di seluruh badanku. Aku segera menggaruknya dengan cepat. Aku garuk leherku lalu lenganku.
"Ada apa denganmu Ern?" tanya justin dengan panik. Dia melihat aku dengan wajah khawatir.
"sebaiknya kita cepat pulang. Aku mau mengobati gatal-gatalku," kataku dengan cepat sambil terus menggaruk.
"Baiklah!" kata justin lalu melajukan kembali setelah sebelumnya berhenti di pinggir jalan karena khawatir denganku.
Kini justin melajukan mobilnya dengan penuh kecepatan tinggi karena di takut dengan aku yang semakin parah.
"Haruskah kita ke dokter? Ke dokter saja yuk!" seru Justin.
"Jangan! aku mau pulang saja pokoknya," kataku dengan sedikit membentak kepada justin. Aku terbawa emosi karena aku sudah tidak tahan dengan kulitku yang semakin gatal dan panas.
Dengan wajah panik justin segera melajukan mobilnya lebih cepat.
Beberapa menit kita sampai di rumah. Aku berlari naik tangga menuju kamarku sementara justin mengikuti aku. Saat aku sudah sampai ke kamarku tanganku ingin menutup pintu tapi justin menahannya.
"Apa aku harus membantumu? Aku akan memanggil dokter kemari," kata justin dengan cepat.
"Aku sudah bilang aku tidak mau di priksa dokter. Aku harap kau pergi. Aku ingin sendiri saja di kamarku," kataku dengan menatap justin. Aku berharap justin akan mengerti keadaanku.
"Ya sudah baiklah! Semoga kau cepat sehat," seru justin dengan nada yang menurut aku terpaksa.
Aku segera menutup pintu dengan cepat. Lalu dengan melangkah menuju cermin segera mungkin.
Aku menatap wajahku yang sudah di penuhi dengan bulu.
"Ya Tuhan sepertinya aku akan berubah menjadi musang seperti malam kemarin," ucapku dengan cemas.
Benar saja, takdir sudah mengaturnya. Malam itu aku kembali menjadi seekor musang. Hah! Malam ini seperti biasa aku tidur dengan tubuhku menjadi seeokor musang.
Setelah aku mengingat kembali artikel di internet yang aku baca. Ternyata aku berubah menjadi musang jika sudah malam larut tiba. Seperti malam kemarin. Aku sedikit sudah mengerti semua ini. Saat menjadi musang kulitku sudah tidak gatal kembali. Setidaknya aku bersyukur dengan itu.
Tak berapa lama ketukan pintu terdengar. Suara justin membuka pintu begitu terdengar oleh telinga kecilku.
"Hei Ern kau dimana?" tanya justin dengan melihat seluruh isi kamar. Aku hanya bisa bersembunyi di lorong ranjang. Aku berharao justin tidak akan menemukanku.
"Ern apa dimana? Aku membawakanmu obat gatal siapa tahu obat ini manjur," kata justin sambil melihat pintu kamar mandi.
Segara justin mendekat ke kamar mandi setelah sepuluh detik tidak ada suara yang menjawabnya.
Brak!