Jenny masih saja kesal dengan perbuatan Rachel kemarin padanya. Dengan tidak langsung Rachel telah membuat dirinya malu di hadapan Delon.
Jenny selalu saja mengumpati Rachel dengan segala kesempurnaan yang saudaranya itu milikki. Semua pasti menjadi milik Rachel.
Begitupula dengan papinya, padahal Jenny telah melakukan berbagai cara untuk membuat Tio membenci Rachel, tapi Tio masih saja baik kepada Rachel.
"Sialan Rachel. Dia benar-benar membuatku malu di depan Delon. Sebenarnya dia tau atau tidak jika Delon bukanlah kakaknya!" gumam Jenny sembari berjalan kekanan lalu kekiri.
Jenny menggegam photo Rachel bersama dengan dirinya waktu kecil. Senyum Rachel begitu mengembang, namun Jenny hanya tersenyum simpul. Dan photo inilah yang tidak pernah di harapkan Jenny.
Krek
Photo Rachel dan Jenny telah terbelah menjadi dua. Mata Jenny memicing tajam kearah photo yang ia genggam.
"Apa yang tidak kau punya, hah? Seluruh orang-pun menyayangimu. Bahkan jika aku mati ... mungkin hanya batu nisan yang menemaniku," ucap Jenny dengan penuh kebencian.
"Sekarang apa yang bisa kamu lakukan jika akulah yang mengendalikan perusahaan busuk itu," tambah Jenny sembari meremas photo Rachel hingga tak berbentuk lagi.
Jenny meremas dadanya, ia merasakan sakit yang begitu mendalam dalam jantungnya lagi. Air matanya turun deras merasakan sakit yang begitu menyayat dan mencekat dalam rongga jantungnya.
"Aaaagh... sa ...sakit. Tolong!" Jenny berjalan tertatih hingga sampai pada tombol merah yang sengaja Tio pasang untuk berjaga-jaga sewaktu Jenny dalam keadaan parah seperti ini.
Tubuh Jenny sudah tidak bisa menahan keseimbangannya. Kepala Jenny terbentur pinggiran ranjang, hingga cairan merah segar merubah warna lantai.
Alarhm kewaspadaan dari kamar Jenny telah berbunyi di seluruh ruangan hingga kekamar Tio. Tio yang mendengar alarhm itupun langsung bergegas berlari kekamar putrinya.
"Cepat panggil dokter Alen!" perintah Tio pada aisten pribadinya dengan rasa khawatir.
"Baik, Tuan."
Jenny bertahanlah untuk Papi ...,
Tio berlari menuju kamar Jenny dengan semburat cemas yang teramat sangat. Sayangnya... Jenny tidak pernah merasakan ketulusan dari Tio.
Jenny hanya berpikir jika semua orang menyayngi Rachel, begitupula dengan Tio. Padahal dirinyalah yang berada di ambang kematian. Namun, seluruh orang hanya memperhatikan Rachel saja.
"Astaga... Jenny Nak, bangunlah Papi mohon," ucap Tio yang terkejut mendapati putrinya telah berlumuran dengan cairan merah segar.
Jenny pingsan. Jenny hanya mendengar ada seseorang yang memanggilnya, tapi mata Jenny teramat berat untuk membukanya.
"Mana dokter Alen! Cepat bawa ke sini!" teriak Tio pada bawahannya sembari mengangkat tubuh Jenny di atas kasur.
Dari arah luar terdengar suara langkah sepatu hills yang berlari cepat, menepis semua orang yang menghalanginya.
"Di mana putriku?" tanya Sesil cemas pada bawahannya.
"Di dalam kamar nona Jenny, Nyonya," jawab salah satu dari mereka. Tanpa membalas apapun Sesil langsung melajukan kembali langkahnya menuju kamar Jenny.
"Jenny... kamu tidak apa-apa, Sayang?" tanya Sesil yang sudah berada di kamar Jenny saat dokter Alen memasang oksigen pada hidung Jenny.
"Tenanglah, Mi. Jenny sudah mulai membaik," jelas Tio mencoba menenangkan istrinya.
Sesil hanya mengangguk pelan, tangisnya turun begitu deras saat melihat tubuh putrinya, lagi dan lagi terbaring lemah di atas tempat tidur.
"Kita sebaiknya keluar dulu, biarkan dokter Alen meneriksa lebih dalam keadaan Jenny." Tio membawa istrinya keluar agar tangis Sesil tidak mengganggu Jenny.
"Pi, lakukan sesuatu. Aku tidak mau melihat putri kita selalu seperti ini," ucap Sesil yang telah berada dipelukan Tio.
Tio mengangguk sebagai jawabannya. "Kita tunggu pendonor jantung yang tepat, Mi. Semoga lebih cepat dari perkiraan dokter," jawab Tio.
Hampir satu jam Jenny tidak sadarkan diri. Namun, di detik selanjutnya. Jenny mulai munjukkan kesadarannya lewat pergerakkan jemarinya lalu di susul kelopak matanya.
"Do... dokter," panggil pelan Jenny.
Dokter Alen yang sedang mencatat penurunan dari kinerja tubuh Jenny-pun langsung melatakkan alat tulisnya, dan bergegas menuju kearah Jenny.
"Iya, Nona Jenny? apa ada yang sakit?" tanya dokter Alen ingin tahu keadaan pasiennya.
Jenny mengerjapkan matanya dua kali bertanda 'tidak.' "Lalu nona Jenny merasakan apa?" tanya dokter Alen kembali.
"Papi ...," kata Jenny dengan suara samarnya namun masih terdengar oleh dokter Alen. Dokter Alen mengangguk. "Saya akan panggilkan tuan Tio."
Dokter Alen-pun memanggil Tio dan Sesil untuk memberitahu jika Jenny sudah sadar dan ingin bertemu.
Dengan tatapan mata bahagia, Tio dan Sesil segera menemui Jenny yang terbaring lemah.
"Sayang, Papi dan Mami di sini ...," ucap Tio sembari berbisik.
Jenny membuka matanya perlahan lalu menarik senyum kilasnya. "Apa ada yang sakit, Nak? Katakanlah pada Mami," kata Sesil yang begitu sedih melihat putrinya yang begitu pucat pasi.
Jenny mengangkat kedua tangannya lalu menarik oksigen pada hidungnya. "Aku bisa meminta sesuatu, Pi ...," pinta Jenny dengan suara begitu lemah.
"Astaga Jenny, jangan lakukan ini Nak!" seru Sesil yang begitu terkejut dengan perbuatan Jenny memindahkan selang oksigen menjadi di atas kening Jenny.
"Aku ingin kak Delon di sini menemaniku."
Tio dan Sesil saling memandang saat Jenny mengatakan permintaannya. Jenny rela melepaskan alat penyambung nyawana hanya karena ingin dirawat oleh Delon.
Sungguh kegilaan yang luar biasa.
Sedangkan di sisi lain Rachel sedang berada di kelas setelah satu jam melewati kelas yang sangat membuatnya mengantuk.
"Gaes kemall, yuk! ... mau nggak? Sekalian cuci mata," ajak Sellyn dengan antusias.
Rachel tidak menanggapi ajakan Sellyn, karena pada dasarnya Rachel tidak pernah menyukai shopping ataupun yang dikatan Sellyn, cuci mata.
"Gaslah. Gue juga udah kangen nonton sambil minum bob*," sahut Vero. "Chel, lo ikut kan?" tanya Vero sembari menyenggol bahu Rachel.
Rachel mengendikkan bahunya. Rasanya sangat malas ikut pergi, tapi jika di rumah Rachel juga hanya sendirian.
"Ayolah Chel, sekali ini aja," paksa Sellyn sembari menggoyang-goyangkan lengan Rachel.
Rachel menghela napas beratnya. Sellyn benar-benar membuat dirinya jengah.
"Oke-oke, tapi jangan lama-lama. Lo berdua tau sendiri, gue males di tempat ramai," kata Rachel dan langsung diangguki Vero dan Sellyn kompak.
"Lo berdua kayak saudara kembar. Apa-apa bareng, kayak si kembar botak di tv," tambah Rachel sembari terbahak.
"Enak aja. Gue mana mau punya saudara kembar se-lemot Sellyn," ejek Vero dengan terkekeh.
"Hwek! Gue juga nggak mau tuh!" jawab Seellyn yang tidak mau kalah.
Rachel hanya tersenyum simpul saat melihat kedua temannya sedang berdebat. Namun, jemari tangannya sedang mengetik balasan pesan kepada Delon.
From Delon Gee Jeeicho
Aku sedang berada di rumah om Tio.
Rachel membulatkan matanya saat membaca pesan dari Delon, ternyata kekasihnya sedang berada di rumah Jenny dan bukan di kantor.
To Rachel Gee Mauren
Sedang apa di rumah om Tio. Ketemu peremuan ular itu?
From Delon Gee Jeeicho
Jantungnya kambuh lagi. Om Tio memintaku menjaga Jenny sebentar.
Rachel yang mendapat balasan itu dari Delon langsung memicingkan matanya. Bahkan tangan Rachel sudah bekerja dengan sendirinya meremas ponsel itu dengan kuat.
Trik apalagi yang dipakai perempuan ular itu!
"Sorry gaes, gue nggak bisa ikut kalian. Gue ada urusan. Bye!" Rachel langsung berlari tanpa menunggu jawaban kedua sahabatnya yang menatapnya dengan tatapan penuh arti.
"Rachel kenapa, sih?" dengus Sellyn saat melihat Rachel seperti orang kecopetan.
"Mana gue tau," sahut Vero santai.