Chereads / HE ISN'T MYBROTHER / Chapter 16 - Kegilaan Jenny

Chapter 16 - Kegilaan Jenny

Setelah terjadi pertengkaran antara Rachel dan Jenny, akhirnya Delon membawa paksa Rachel pergi dari sana tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada Tio ataupun yang lain.

Bukan Delon tidak sopan. Delon hanya tidak ingin Rachel terjebak dalam masalah dengan Jenny, karena Jenny tahu posisinya saat ini sangat menguntungkan dirinya dibanding Rachel.

"Kak, kenapa bawa aku pergi? Aku tadi belum selesai ingin mencakar muka perempuan ular itu," ucap Rachel dengan penuh emosi.

Sedangkan Delon yang saat ini sedang dalam kendali setir hanya bisa menghela napas beratnya. Kadang-kadang Delon juga tidak berdaya untuk menenangkan gadis di sampingnya.

"Tenang-lah, jangan buat keributan di sana," sahut Delon tanpa memandang Rachel karena fokus menyetir.

Rachel yang mendengar jawaban Delon langsung memutar kepalanya sembari melipat kedua tangannya. "Maksud kakak, akulah penyebabnya?" tanya Rachel kesal sembari menunjuk kearah dirinya.

"Bu ... bukan begitu maksudku, Sayang. Aku hanya tidak ingin kamu berusan dengan dia," jelas Delon memperjelas maksud perkataannya tadi.

Rachel menggeleng tidak setuju dengan penjelasan Delon padanya tadi. Jelas-jelas dari segi pertanyaan dan intonasi dari pria itu menunjukkan, memang Rachel-lah yang bersalah kali ini.

Rachel dengan cepat mencari di dalam tasnya apa yang ia temukan tadi di bawah tempat tidur Jenny.

"Kamu lihat ini ... Kak! Ini yang membuatmu mengatakan seperti itu kepadaku?" ujar Rachel dengan ekpresi kecewanya terhadap pria di sampingnya.

Delon memutar kepalanya sebentar untuk melihat apa yang ditunjukkan Rachel padanya.

Betapa terkejutnya Delon melihat foto Rachel dan Jenny waktu kecil telah terpisah secara paksa. Bahkan di area wajah foto Rachel, penuh dengan tusukkan benda tajam.

"Dulu aku hampir dibunuh dia, Kak! Apa kau lupa dengan hal itu!" seloroh Rachel dengan nada tingginya.

Delon mengulas wajahnya dengan kasar. Kemeja yang sedari tadi rapi dengan dasi hitam sebagai pelengkap keselarasan kemeja Delon, kini telah terkendur tanpa aturan.

Napas Delon terasa sesak jika mengingat betapa gilanya Jenny yang pada saat itu baru menginjak umur 10 tahun dan Rachel 5 tahun.

"Maafkan aku, Sayang. Aku salah ... aku benar-benar salah." Delon mengangkat tangan kirinya kearah Rachel, namun gadis itu menepisnya karena terlanjur kecewa.

"Bukan aku menuduhmu, Sayang, percayalah. Aku hanya ...," belum sempat Delon melanjutkan kalimatnya. Rachel sudah membukamnya dengan ucapannya tiba-tiba.

"Jika kakak tidak pernah mempercayaiku, untuk apa kita melanjutkan hubungan ini." Rachel keluar dari mobil tanpa menyapa pegawai rumahnya satupun. Hingga membuat mereka bingung, tidak seperti biasanya melihat nona mereka berwajah asam.

"Selamat sore, Non ...," sapa para pekerja saat Rachel datang.

Namun, perempuan cantik itu malah melangkahkan kakinya cepat. Ia tidak mendengarkan sapaan dari para pekerja rumahnya.

"Eh," gumam salah satu pekerja yang tertegun dengan perubahan sikap nona mereka.

"Nona Rachel kenapa atuh, mukanya ditekuk kayak gitu?" tanya pekerja kebun pada temannya yang sedang menata daun-daun agar nampak terlihat rapi dan cantik.

Pekerja kebun satunya mengendikkan bahunya pertanda ia juga tidak tahu. Dia juga sangat heran dengan nonanya itu, yang biasanya sangat murah tersenyum, sekarang menjadi mahal untuk mengangkat sisi bibirnya.

"Entah Mang. Palingan lagi PMS Non Rachel," sahut pekerja kebun itu dengan perkiraan dirinya sendiri.

Bukan hanya nona mereka yang mungkin saja sedang mengalami siklus bulanan tersebut. Istri-istri mereka saja, jika mengalami hal seperti itu, jatah tidur mereka menjadi beralas tikar berselimut sarung saja.

Sungguh nasib seorang pria beristri.

"Iya, ya... Mang, kadang suka ngeri kalau istri di rumah lagi pms," kata salah satu dari mereka lagi, sembari menirukan saat dirinya menggidikkan bulu kuduk dia sendiri.

Dua pekerja kebun keluarga Gee itupun langsung tertawa bersamaan, karena mereka berdua adalah korban dari istri-istri mereka yang kadang mengalami siklus bulanan yang mengerikan.

Mereka merasakan sendiri bagaimana sosok lemah lembut dari seorang wanita ... menjadi seekor singa yang kelaparan.

"Hahaha... sudahlah, ayo kerja lagi, Mang. Saya butuh uang banyak supaya saya tidak tidur di luar rumah," tungkasnya dan diangguki oleh pekerja lainnya.

"Semangat-semangat untuk belanjaan istri!" sahut pekerja lain yang sedang mengerjakan pekerjaannya. Dijawab dengan kekehan para pegawai.

Delon memukul-mukul setir dengan perasaan frustasinya. Gara-gara Jenny. Delon harus bertengkar dengan Rachel.

Delon keluar dari mobil, mencoba mempetcepat langkahnya seperti Rachel tadi. Tapi, sayangnya Rachel telah terlebih dahulu masuk kedalam kamarnya.

"Bi Rina, Rachel di mana?" tanya Delon yang ingin segera tahu.

Bi Rina nampak bingung mengatakan jawaban yang diinginkan tuan mudanya itu.

"Di kamar Tuan muda. Tapi, non Rachel berpesan tidak ada yang boleh masuk kedalam kamarnya," jelas Bi Rina yang sudah meninggalkan sementara aktivitasnya mengelap piring-piring mewah Martha.

Delon terdiam sejenak. Lalu Delon mendapatkan ide untuk meminta maaf kepada kekasihnya itu.

"Bi aku ingin masak kue. Bisa bantu aku? Rachel sedang marah padaku. Aku ingin membujuknya lewat ini," ujar Delon.

"Tolong persiapkan bahan-bahannya, ya, Bi. Aku akan mengganti pakaianku dulu ...," tambah Delon dan langsung mendapatkan jawaban anggukkan serta senyum khasnya dari Bi Rina.

"Terima kasih, Bi."

"Sama-sama, Tuan muda." Delon langsung menaikki anak tangga untuk segera mengganti pakaian yang lebih santai.

Sedang di sisi lain, Regan terlihat sangat kesal dengan bossnya itu. Sekarang tugas Regan, bukan lagi mengurus deadline rapat atau sebagainya yang berbau kantor.

Regan saat ini malah terduduk malas, sembari menatap pasien yang hanya tertidur tanpa memejamkan matanya, membuat dirinya terkurung di sini saja.

"Kenapa lihat-lihat?!" seloroh tajam Jenny pada Regan, yang ia tahu Regan diam-diam mencuri pandang padanya.

Regan menghela napas panjangnya. "Saya tidak sedang melihat Nona Jenny," balas Regan santai.

"Kalau begitu kamu boleh pergi."

"Saya tidak bisa pergi begitu saja, Nona. Boss Delon telah memerintahkan saya di sini untuk menggantikan dirinya," ungkap Regan dengan begitu sopan tanpa merubah cara duduknya di samping ranjang Jenny.

Delon... Delon! Mending lo kirim gue buat ngadepin klien yang susah, dari pada nona dari keluarga Ghourch ini.

Jenny langsung merubah wajahnya menjadi begitu menakutkan, saat mendengar penjelasan Regan.

Hmm... Delon? Aku pastikan Delon tidak akan bisa dimiliki siapapun. Termasuk, kamu Rachel!

"Aku bilang, pergi!" Jenny melempar gelas yang berada di atas nakasnya.

BRAK

"Aku tidak butuh siapapun!" teriak Jenny sekali lagi. Hingga membuat Regan dengan terpaksa memundurkan diri.

Wahh... Dia gila beneran!

Pecahan gelas telah berserakkan di atas lantai. Namun, Regan harus bisa mengendalikan emosi Jenny itu.

"Nona Jenny, tenanglah. Tarik napas... lalu keluarkan, ayo ikuti saya," pinta Regan dengan nada lembut agar Jenny mau menurutinya.

Usaha Regan sia-sia. Jenny tidak mau menurutinya dan langsung mengambil benda tajam yang tadi untuk memotong buah.

"Kamu sama saja dengan keponakan bodohku itu! Semua orang menyayangi dia, bahkan orang tuaku hanya memandangku sebagai perempuan yang sakit-sakitan saja!"

"Itu juga pandanganmu padaku, kan?" Jenny semakin maju dengan tangan memegang benda tajam itu, Jenny angkat keudara mengarah kepada tubuh Regan.

"Anda sa... salah paham, Nona. Saya tidak pernah memandangmu seperti itu," ujar Regan mulai panik karena benda tajam itu memeliki ujung runcing berkilau yang siap untuk menghujam jantung Regan.

"Omong kosong!" Jenny tidak peduli lagi. Jenny akan menghabisi mereka yang memandang dirinya tak bisa melakukan apapun, lemah dan menjijikkan.

Ya Tuhan, aku belum menikah. Aku mohon tolong selamatkan aku dari perempuan phsyco ini....

Jenny mulai mengayunkan benda tajam itu kearah jantung Regan. Namun seketika langkahnya terhenti, dan benda tajam itu langsung terjatuh di lantai.

"Jenny hentikan!" teriak Tio yang sudah berada di ambang pintu dengan sang istri serta Jeno dan Martha.