Dari kamar hotelnya Areez tersenyum kecut saat melihat Suri marah, tanpa sepengetahuan Suri selama ini Areez sudah memasang kamera cctv tepat didepan kamarnya. Sehingga kapanpun Suri keluar dan masuk kamar Areez bisa tahu.
Sama seperti saat ini, Areez bisa melihat Suri yang masih menangis tersedu-sedu di lantai. Melihat Suri menangis seperti itu membuat dada Areez sesak, ingin sekali rasanya Areez pulang malam ini juga ke Auckland. Namun karena masih banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan Areez tidak bisa melakukan apapun selain hanya diam dan menatap Suri dalam kesakitan seperti ini, berada jauh dari Suri membuat Areez sakit menahan rindu. Kehadiran Suri benar-benar membuat hati Areez yang dingin perlahan menghangat, segala sifat keras kepada dan pembangkangan yang Suri lakukan selama ini justru membuat Areez semakin bersemangat untuk menaklukkan gadis itu.
Sebenarnya Areez bisa saja menaklukkan Suri dengan mudah jika dia mau, namun Areez tidak mau melakukan cara yang sangat dibencinya itu. Menyentuh wanita yang tidak memiliki perasaan padanya akan menjatuhkan harga dirinya, karena itulah selama ini Areez masih bersabar menunggu Suri membalas perasaannya.
"Hanya kau satu-satunya wanita yang membuatku segila ini, Mira. Maafkan aku jika aku harus mengurungmu seperti ini, aku benar-benar tidak mau kehilangan dirimu Suri Mireya," ucap Areez dalam hati.
Sebenarnya Areez tahu nama Suri yang sebenarnya, mengingat Suri sudah beratus-ratus kali menyebut namanya sendiri. Namun Areez sengaja mengganti nama Suri dengan Mira yang menurutnya sama saja dengan arti nama kedua Suri 'Mireya' yang artinya keajaiban.
Areez meletakkan ponsel dan tablet pintarnya diatas meja dengan hati-hati, setelah berbicara dengan Suri dia merasa sudah jauh lebih baik. Emosinya sudah jauh berkurang, Suri benar-benar menjadi penawar untuk Areez dalam segala situasi. Karena sudah terlalu lelah setelah marah-marah sebelumnya, Areez memutuskan untuk tidur tanpa mandi terlebih dahulu seperti biasanya. Areez tidak mau rasa kantuknya hilang jika dia mandi. Dalam waktu yang tidak lama, Areez pun terlelap dalam tidurnya.
***
Ketika matahari belum sepenuhnya menerangi bumi Adelaide, Elena sudah selesai dengan kegiatan pribadinya dikamar mandi. Tadi malam setelah menjadi sasaran kemarahan pria asing yang tidak sengaja ditabraknya dan Christian, Elena memutuskan untuk buang sial dengan memangkas rambut panjangnya sebatas bahu. Elena berharap dengan memotong rambutnya yang indah itu semua kesialan akan menghilang darinya.
Setelah menghias wajahnya dengan make up yang tipis, Elena segera bergegas menuju meja kerjanya. Hari ini adalah hari yang padat, banyak sekali pekerjaan yang harus dia kerjakan Bersama Christian dan Kainer. Karena itu Elena ingin membaca terlebih dahulu beberapa file penting yang akan dibahas pagi ini bersama Christian.
"Clarke Enterprise benar-benar perusahaan besar," ucap Elena lirih sembari menelan ludah, setelah membaca jumlah aset yang dimiliki perusahaan itu di Australia. "Pantas saja jika lelaki menyebalkan itu sombong sekali, dia benar-benar seorang miliarder."
Ketika Elena baru saja selesai membaca satu file tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dengan keras oleh seseorang, Elena yang sudah bisa menebak siapa orang yang bertanggung jawab atas kekacauan itu pun hanya bisa menghela nafas panjang. Tanpa mematikan laptopnya terlebih dahulu, Elena berjalan menuju pintu.
"Elena kau…"
"Good morning, Sir," sapa Elena sopan sekali, senyumnya merekah lebar. "Ada yang bisa saya bantu, Sir?"
Christian terdiam, kedua matanya menatap tajam pada Elena yang terlihat berbeda pagi ini. "Kau memotong rambutmu?"
"Iya, Sir. Tadi malam saya memotong rambut saya."
"Kenapa?" tanya Christian tidak suka.
"Untuk membuang sial, Sir," jawab Elena jujur.
Satu alis Christian terangkat. "Membuang sial?"
Elena menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Iya."
"Oh jadi menurutmu bekerja denganku itu membuatmu mendapatkan kesialan begitu?" tuduh Christian dengan kejam.
Kedua tangan Elena yang berada di belakang tubuhnya langsung mengepal kuat, sepagi ini disaat dia belum makan sudah harus menghadapi sikap menyebalkan sang bos. "Bukan anda, saya membahas pria asing yang tadi malam menyiram kepala saya dengan wine. Saya harap setelah saya memotong rambut kesialan semacam itu tidak akan terjadi."
Bibir Christian langsung tertutup rapat, terdiam sejenak mengawasi Elena untuk mempelajari ekspresi wajah perempuan itu. "Kalau kau tidak mau hal semacam itu terjadi lagi maka kau harus dengarkan saranku untuk menggunakan kedua matamu dengan baik."
"Terima kasih atas sarannya, Sir. Sungguh itu sangat berguna untuk saya," jawab Elena sarkas.
Dasar Christian Clarke iblis, bisa-bisanya dia menyalahkan Elena atas semua kekacauan tadi malam. Sudah jelas-jelas kalau Elena adalah korban.
Satu alis Christian terangkat, dia sadar kalau Elena sedang menyindirnya. "Karena kau sudah siap, sekarang cepat bersiap. Aku tunggu sepuluh menit lagi di restoran untuk sarapan, setelah itu kita berangkat ke kantor walikota."
"Baik, Sir. Saya akan segera bersiap."
Tanpa bicara, Christian langsung berlalu dari hadapan Elena dan bergegas pergi menuju lift disusul Kainer yang siap. Elena baru sadar kalau ternyata bos tampannya itu sudah rapi dan wangi, sialan! Elena pun bersyukur dalam hati karena memutuskan untuk mandi sejak sempat puluh menit yang lalu, seketika Elena bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika saat ini dirinya belum siap. Kalimat-kalimat pedas dari Christian pasti akan memanaskan telinganya.
Setelah Christian dan Kainer menghilang dibalik lift kesadaran Elena kembali, setengah panik Elena masuk kembali kedalam kamarnya dan bergegas merapikan barang-barang yang dia butuhkan untuk meeting di kantor walikota pagi ini. Gerakan Elena cepat, tidak ada satupun barang yang tertinggal. Semuanya benar-benar tersimpan rapi dalam kepala Elena, Elena kadang-kadang merasa takjub dengan dirinya sendiri yang bisa sejenius itu. Elena seolah dilahirkan dengan kemampuan fotografis yang baik, sehingga hanya dalam sekali lihat dirinya akan mampu mengingatnya dengan baik.
Bersambung