Setelah mobil polisi yang membawa Rashid pergi, Amira meneteskan airmata. Perlahan namun pasti airmata yang awalnya hanya merupakan butiran-butiran kecil, kini menjadi sebuah aliran deras di wajah gadis itu. Andika memandang Amira dengan tatapan tajam. Ia kesal pada kakaknya yang telah membiarkan sahabatnya membawa Rashid.
"Mengapa kau biarkan Anton membawa Kanda Rashid, Kak? Apa kesalahan yang sudah ia lakukan sehingga Kakak tidak mengijinkan Kakak tidak memberinya kesempatan untuk tinggal di sini bersama kita?"
Hiks.
"Andai aku bisa membuat dosa Kakang Rashid diampuni oleh Kanjeng Romo, aku pasti akan melakukannya dengan tanganku, Dimas. Tapi. . . ."
Andika menunggu kalimat Amira selanjutnya namun setelah beberapa menit berlalu, tangis Amira masih belum berhenti. Andika tahu kalau Amira merasakan sakit yang sama dengannya. Sakit kehilangan saudara sendiri, meski hanya saudara angkat. Saudara yang terjalin karena hubungan kedekatan.