"Selamat siang, saya kurir dari perusahaan Jetset akan mengantar surat untuk Nona Amira. Apakah aku bisa bertemu dengan Nona Amira?"
Amira dan Andi saling pandang seolah bertanya siapa, lalu sama-sama menggeleng.
'Saya Amira, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya mengantar surat dari penerbit Pustaka Ilmu, Mbak. Silakan diterima!"
Amira mengangguk lalu menerima surat dari tangan kurir. Setelah tugas selesai, kurir segera meninggalkan halaman rumah. Andi yang penasaran dengan isi surat untuk Amira masih menatap gadis itu. ia penasaran karena penerbit Pustaka adalah perusahaan yang dikelola oleh rekan kerjanya. Perusahaa milik Kusuma Wardhana group, perusahaan milik Khalid dan keluarganya.
"Surat apa?"
"Apakah aku harus membuka sekarang?"
"Paling tidak kau beritahu isi suratnya dengan membaca sampulnya. Barangkali ada informasi yang bisa kamu ceritakan padaku. Penerbit itu penerbit milik bosku yang baru saja aku ceritakan. Bos Khalid."
Mata Amira membelalak sempurna. Ia tidak tahu sama sekali kalau perusahaan yang mengundangnya datang adalah perusahaan milik Khalid, laki-laki yang sudah membuatnya pura-pura menjadi wanita lemah yang teraniaya.
"Undangan menjadi peserta narasumber pelatihan menulis."
Andi menatap Amira. Ia tidak tahu mengapa Amira menjadi narasumber. Selama ia mengenal gadis itu, Andi belum pernah membaca artikel atau karya apapun milik Amira. Kini Andi harus berpikir lebih waspada tentang Amira yang baginya sangat misterius.
Pengakuannya sebagai anak pelayan, membuatnya shock, dan kini ia harus dikejutkan dengan peran lain yang sangat membuat Andi penasaran.
"Apakah kau seorang penulis?"
Amira menggeleng.
"Mungkin salah orang."
Andi mengerutkan keningnya, lalu merebut kertas undangan di tangan Amira. Ia mengerutkan keningnya lalu memandang Amira sesaat.
"Mawar Jingga?"
"Iya, itu untuk Mawar Jingga, bukan aku kan? Mengapa tadi tidak dicek dulu ya sebelum kurir pergi. Ah betapa bodohnya aku."
Andi menatap Amira penuh selidik. Selama ini ia tahu, Mawar Jingga adalah penulis novel terkenal. Penulis idola Khalid sekaligus penulis yang sangat diinginkan Khalid untuk mengisi acara-acara kepenulisan di perusahaannya.
Khalid pernah bercerita kalau dirinya sangat kagum pada ide-ide brilian yang dituangkan oleh Mawar Jingga dalam tulisan-tulisannya. Andi juga tahu, Khalid adalah pengagum rahasia Mawar Jingga. Selama ini ia mencari keberadaan gadis yang selalu menyembunyikan wajahnya di balik penutup wajah berwarna jingga namun ia belum berhasil menemukannya.
"Apakah kau akan mengembalikan surat itu kalau memang surat itu salah alamat?"
"Tentu saja akan kukembalikan. Aku tidak mau ya melihat bos aroganmu marah-marah karena acaranya gagal gara-gara narasumber tidak datang. Bisa-bisa semua peserta jadi sasaran kemarahan singa edan seperti bosmu yang arogan."
Andi tersenyum mendengar julukan yang disematkan oleh Amira kepada bos besarnya. Ia yakin kalau Khalid mendengar julukan barunya, ia akan marah-marah seperti orang kesurupan.
"Mengapa tersenyum ? Kamu pikir aku suka melihat senyummu?"
"Siapa juga yang tersenyum?" Andi segera menampakkan ekspresi datarnya, mencoba menirukan kedataran singa edan, julukan baru untuk Khalid.
"Apakah aku boleh membawa surat itu? biar aku yang menyerahkan secara langsung pada bos edan itu."
"Tidak usah. Aku kan yang menerima surat ini aku juga yang bertanggung jawab menyampaikan masalah ini sendiri. Kamu tidak usah ikut campur ya! Agar dia tidak bisa memakanmu seenaknya. Mentang-mentang dia bos bisa seenaknya"
"Ha ha ha, kau lucu sekali. Wanita lembut sepertimu bisa juga marah-marah ya?"
Amira memandang Andi yang masih terpingkal-pingkal sambil memegang perutnya. Ia benar-benar merasa terhibur mendengar Amira memberi julukan untuk Khalid. selama ini yang ia tahu, semua orang takut padanya dan memilih untuk menyimpan semua kekesalannya sendiri.
"Semut kalau diinjak juga akan menggigit, Ndi. Apalagi aku yang manusia. Meski hanya seorang pelayan, aku juga tidak mau selalu diinjak-injak oleh bos. Enak saja dia semena-mena."
"Nanti akan kukatakan pada bosku kalau kau tidak mau diperlakukan semena-mena."
"Apa? Jangan!'
Andi semakin terpingkal melihat ekspresi Amira yang ketakutan. Wajahnya memerah menahan malu dan tangannya mencoba menyentuh bagian tubuh Andi agar dia mau berjanji untuk tidak melaporkan semua yang dia katakan pada Khalid. Andi berlari menghindari gapaian tangan Amira. Amira yang melihat Andi menjauh segera mengejarnya dan untuk beberapa saat aksi kejar-kejaran diantara mereka terjadi. Dari dalam, beberapa pasang mata menyaksikan mereka sambil tersenyum bahagia.
"Tuan Putri sudah mulai membuka hati untuk laki-laki, Paman."
Orang yang dipanggil paman hanya mengangguk sambil mengamati laki-laki yang kini sedang duduk di gazebo, berhadapan dengan Amira, Tuan putrinya. Dalam hati ia berjanji u tuk terus membuat Amira tersenyum bahagia.
Sementara di gazebo, Amira dan Andi yang sudah lelah kini duduk berhadapan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Belum ada tanda-tanda percakapan terjadi diantara mereka. Hanya nafas yang terengah saja yang nampak.
"Kau takut juga rupanya? Aku kira kau bersungguh-sungguh dengan kemarahanmu. Huh"
Andi mencoba menghilangkan keheningan diantara mereka dengan melontarkan gurauan yang membuat Amira melotot.
"Maksudnya?"
"Aku kira kau berani menghadapi Khalid. singa edan itu. ternyata hanya berani di belakang saja. Ha ha ha"
"Aku berani kalau dia semena-mena lagi. tapi please, jangan bilang ke dia kalau aku memberi julukan baru untuknya ya ya!"
"Ha ha ha"
Amira kembali mengejar Andi yang kini justru berlari meninggalkannya dan membuat dia semakin merasa ketakutan. Andi menikmati permainan yang ia buat. Memandang wajah cantik Amira yang memerah benar-benar membuat dirinya terhibur. Selama ini ia berpikir bahwa senyum dan tawanya sudah hilang dari dirinya karena selalu berada dalam kungkungan kekuasaan Khalid.
Ternyata pikirannya keliru. Bersama Amira ia bisa melakukan segalanya. Tersenyum, tertawa bahkan tertawa selebar-lebarnya bisa ia lakukan. Andi berhenti di gazebo kembali sambil memegang perutnya yang sakit.
"Sudah-sudah, jangan kejar aku lagi ya. Aku janji akan menyampaikan semuanya pada Khalid, Singa edanmu"
"Awas saja kalau sampai kau mengatakannya. Aku tidak akan memberi kesempatan padamu untuk menjadi temanku"
Andi menggeleng. ia yang sudah merasa sangat nyaman berteman dengan Amira tidak ingin kalau Amira memutus kesempatannya menjadi teman Amira.
"Ok, aku janji"
"Janji apa?"
"Janji akan mengatakan semuanya"
"Ya sudah. Mulai saat ini kita musuh.'
Amira meninggalkan Andi yang terpana menyaksikan kepergian Amira. Beberapa saat suasana halaman rumah yang sejak tadi ramai oleh tawa Andi, kini menjadi lengang karena Amira benar-benar meninggalkan Andi menuju rumah.
"Hei, jangan pergi!'
Amira membalikkan tubuhnya, melihat Andi yang mengejarnya lalu tersenyum. ia yakin aktingnya benar-benar bagus sehingga membuat Andi memintanya untuk kembali.
"Kau janji dulu untuk tidak mengatakan semua ucapanku pada bosmu ya!"
"OK, aku janji. Aku tidak akan menyampaikan semua kalimatmu. Hanya untuk kita berdua, OK?
Amira mengangguk. ia bahagia mendengar Andi mau berjanji padanya. Ia mengulurkan jari kelingkingnya, namun segera ia tarik kembali. Andi yang sudah bersiap menyambut tangan mungil milik Amira mendesah. ia kecewa karena gagal menjadi laki-laki pertama yang berhasil memegang kelingking Amira.
"Kau pulanglah! Aku sudah tidak butuh kamu lagi di sini!"
"What?"