Setelah pertemuan pertama dengan Amira, Andi mulai sering mengirim pesan kepada Amira melalui pesan Whatsapp di nomor yang sudah ia simpan kemarin. semester ini, Andi juga sudah mulai masuk ke UNOH dan mengambil jurusan Psikologi, melanjutkan studinya yang sempat tertinggal beberapa semester karena kesibukannya di perusahaan milik Khalid.
Andi dan Amira menjadi sahabat baru yang saling melindungi. Hal ini Andi lakukan di luar pengetahuan Khalid. ia ingin mengorek secara langsung identitas Amira, gadis yang membuat Khalid membencinya hanya karena Amira meminta Khalid untuk menyempatkan diri mengikuti prosesi pemakaman Mutia.
"Kau sudah selesai dengan mata kuliahmu?'
Andi yang mengikuti Amira di belakang membuka percakapan saat Amira masih sibuk dengan ponselnya. Amira tidak menjawab pertanyaan Andi. Ia menyingkir mencari tempat sepi untuk menghubungi seseorang. Andi yang tidak tahu masalah yang sedang melanda Amira segera mengikuti jejaknya diam-diam.
"Maaf sekali belum bisa sekarang. Aku masih banyak urusan yang harus kuselesaikan."
Amira nampak sedang mendesah, menyembunyikan masalah. Andi yang melihat tingkah Amira masih terus melakukan rekaman video. Selama ini ia selalu mengirim pesan kepada Khalid tentang kegiatan mereka, Andi dan Amira.
"Baiklah. Ahad depan Insya Allah aku datang. Sampaikan pada Ayah kalau aku janji datang.'
"Ya, sebisa mungkin tidak ada yang tahu."
"Baiklah. Terima kasih informasinya, ya."
Amira segera memutuskan sambungan dan menyimpan ponselnya di saku celana panjangnya. Ia mendesah, memikirkan masalah yang sedang ia hadapi. Ayahnya memintanya pulang dan mengikuti sayembara yang akan diadakan dalam rangka mencari jodoh untuknya, namun ia enggan mengabulkan permintaan orang tuanya.
Amira masih terbayang bagaimana ia meninggalkan rumah utamanya. Ia mengendap-endap, menyembunyikan diri di balik tembok kamarnya demi tidak dilihat kamera CCTV yang dipasang di sepanjang jalan masuk rumahnya. Ia dibantu oleh seorang pelayan pribadi yang setia, berhasil meninggalkan rumah dan menyewa sebuah apartemen yang berada tak jauh dari kampusnya.
"Apakah ada masalah?"
Andi yang sejak tadi mengikuti Amira tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Ia ingin sekali mengulurkan bantuan untuk Amira namun Amira menggeleng.
"Aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Terima kasih atas segala bantuan yang akan kau berikan. O iya, sekarang apakah kau masih tetap akan mengikuti langkahku?"
"Ha ha ha, tidak. Aku akan pulang dan bersiap untuk pindah rumah ke dekat apartemenmu."
Amira terpana mendengar penjelasan Andi. Kemarin memang ada satu penghuni apartemen yang mengosongkan tempatnya dan menyewakan pada Andi. Ia tahu semua dari beberapa tetangga yang ia temui saat pulang kuliah. Namun jujur, Amira sama sekali tidak tahu mengapa Andi memilih untuk meninggalkan rumah dan tinggal di apartemen sebelahnya.
"Kau beneran mau menempati apartemen depanku?"
Andi mengangguk mantap. Ini tujuan awalnya mengenal Amira. Disamping ingin dekat, ia juga memiliki misi kemanusiaan yang berhubungan dengan Khalid. Andi tidak ingin gagal untuk yang kedua kalinya dalam tugas. Ia tidak mau kehilangan satu nol di belakang gajinya karena tidak bisa membuat bosnya bahagia.
"Lalu mengapa kau tinggalkan rumahmu hanya untuk tinggal dekat denganku?"
"Aku ingin melindungimu"
"What? Kau ingin melindungiku? Kenapa? Ada masalah apa antara aku dan kamu?"
"Eh, bisa enggak kalau pertanyaanmu satu-satu. Aku bingung mau jawab dari mana dulu."
"Terlambat, semua sudah keluar"
"Ya, paling tidak lain kali jangan membuatku pusing dengan membombardir dengan pertanyaan ya. Kamu itu lucu kalau sedang begitu"
Amira diam. Ia mencoba menetralisir keadaan hatinya atas kekesalannya pada Andi. Ia melangkah meninggalkan tempat itu menuju parkir motornya dan meninggalkan kampus dalam keadaan gelisah.
Di perjalanan, ia melihat seorang laki-laki sedang dikeroyok oleh preman. Amira menghentikan motornya dan mencoba melihat kemungkinan yang akan terjadi pada laki-laki di depannya.
Ia segera turun dan memarkirkan motor di tempat tersembunyi. Ia keluarkan masker orangenya dan mencoba memberikan pertolongan pada laki-laki yang mulai terdesak.
"Hei"
Semua mata memandang ke sumber suara, menyaksikan wanita memakai masker jingga yang kini sedang berdiri tegap di hadapannya. Khalid, laki-laki yang sedang dicengkeram kerahnya oleh preman tersenyum. ia bahagia karena akhirnya gadis yang diimpikannya muncul dan memberikan pertolongan kepadanya. Selama ini ia penasaran dengan cerita Andi yang mengatakan pernah di tolong oleh Mawar Jingga.
"Siapa kamu, Jalang? Mengapa selalu saja kau mengganggu kepentingan kami?' penjahat yang sudha mengenal wanita memakai masker Orange mendesah. Ia sudah tahu bahwa riwayat hidupnya tidak akan lama ketika gadis itu datang. Kalaupun tidak mati, maka mereka akan kehilangan harga diri karena berhasil ditekuk oleh seorang gadis.
"Aku? Kau pasti sudah tahu siapa aku. Aku Mawar Jingga dan aku yakin kau sudah tahu siapa aku dan bagaimana sepak terjangku. Aku sama sekali tidak suka dengan penindasan. Lepaskan laki-laki itu dan kalian kubebaskan!'
"Ha ha ha"
Dua laki-laki yang sedang menyerang Khalid hanya tertawa. Mereka mencoba menetralisir kegundahannya dengan tertawa sekeras-kerasnya sambil mengeluarkan jurus angin beliung lewat suara tawanya, sehingga orang yang mendengarnya akan berputar-putar di udara dan akan mereka tangkap dengan mudah.
Amira sama sekali tidak terpengaruh dengan suara tawa preman-preman di depannya karena ia juga sudah mengeluarkan jurus Menangkis angin. Ia sudah bersiap sejak ia menyembunyikan motornya. Ia melindungi dirinya dengan beberapa jurus yang ia kuasai dari gurunya, Nyai Ageng Sutrimah. Wanita keturunan Sultan Adyaksa yang merupakan adik dari neneknya.
Melihat Amira tak bereaksi sama sekali dengan angin puting beliungnya, dua preman itu melamun memikirkan kemungkinan yang sedang terjadi di wilayah itu. biasanya mereka akan mendengar petir bersahutan, ketika jurus Puting beliung mental tak berpengaruh pada pertahanan orang lain, namun kali ini prediksinya salah.
Tidak ada petir sama sekali. Tidak ada reaksi apapun yang hadir saat itu. Amira tersenyum melihat kegugupan para preman di depannya. Ia segera memasang kuda-kuda depan, bersiap menerima serangan.
"Ampun, Yang Mulia. Kami tidak bermaksud untuk mengganggu Yang Mulia Ratu"
Khalid dan Amira terpana menyaksikan adegan di hadapan mereka. Mereka sama sekali tidak mengira kalau preman yang sejak awal bersikap sangat kasar, kini justru menjatuhkan badannya menyembah kaki Amira.
"Apa yang kau lakukan?"
"Ampun Yang Mulia. Kami tahu kami salah karena berurusan dengan Yang Mulia Ratu. Mulai sekarang kami akan mengabdikan diri kami pada Yang Mulia Ratu."
Amira menggeleng. ia sama sekali tidak tahu mengapa mereka melakukan hal itu padanya. Yang ia tahu, selama ini ia hanya menggunakan jurus silat biasa. tidak ada ilmu yang bisa membuat orang-orang menyembah dirinya seperti apa yang sedang dilakukan preman di hadapannya. Mereka menampakkan wajah ketakutannya dan meninggalkan kegarangannya.
"Bangunlah!"
"Akan kami lakukan kalau Yang Mulia memaafkan kami"
Amira menggeleng. ia sama sekali tidak suka dengan keadaan yang ia hadapi sekarang. Ia tahu ada kekuatan lain yang mengikutinya sehingga ia harus kehilangan jati dirinya saat ini.