Chereads / Hidup Beralaskan Duri / Chapter 5 - Aku ingin Restu Ibu

Chapter 5 - Aku ingin Restu Ibu

Mencintai seseorang adalah satu hal yang sangat indah. Kata mereka, cintaku salah! Pura-pura buta dan pura-pura tuli adalah caraku untuk tidak memedulikan siapa pun yang berkata "kamu mencintai orang yang salah"

Aku percaya pada-Nya yang menganugerahkan rasa ini. Hanya aku dan dia yang dapat merasakan indahnya perasaan ini. Mereka tidak berhak memandang sebelah mata cintaku. Aku mencintaimu, Riadi suamiku

Cerita hidup dipastikan sudah terencana oleh sang Pencipta. Tidak dapat menentang dan tidak dapat menawar. Semua luka dan cacatnya kehidupan, pasti semua umat memilikinya. Sebagaimana, kamu sedang melakukan ujian hitam di atas putih. Dituntut menyelesaikan dengan hasil yang bagus, Itulah hidup. perjalanan hidup yang sukses atau tertinggal, adalah jawaban dari semua ujian sang Maha Kuasa. 

Tuhan, apa aku sanggup?

****

Tragedi penangkapan itu membuat hidupku menjadi tak karuan. Entah apa yang harus aku lakukan untuk kehidupanku selanjutnya. Selalu ada kata 'Andai' di setiap cerita. Cerita yang hancur mendatangkan penyesalan. 

Andai aku tak bertemu dengannya,

Andai aku tidak jatuh Cinta padanya,

Andai aku tak bekerja di RS itu,

Andai aku menuruti nasihat Ibu.

~~~

Apakah cinta pernah salah? 

Rasanya begitu egois jika menyalahkan cinta. Sebagai makhluk ciptaan-Nya yang sangat sempurna ini, rasanya salah juga jika menyalahkan yang Maha Kuasa. 

Tragedi penangkapan itu, membuatku mengingat kejadian saat ibu melarangku untuk dekat dengan Riadi. Aku tidak menyesal menikah dengan Riadi. Yang ku sesali hanya, Riadi yang terlalu mencintaku sehingga ia tega berbohong karena tak ingin melihatku terluka.

Jakarta, 2009

Entah pertemuan ini baik atau buruk. Riadi menjemputku dengan dandanan rapi membuat dirinya semakin enak dipandang. Ini kali ke dua aku melihat Riadi menggunakan pakaian bebas setelah yang pertama saat kepulangan Riadi. Dia memang menarik.

Riadi yang tampan dan baik, berhasil membuat hatiku berdegup kencang saat berada dengan dirinya. Aku dan Riadi pergi ke Cafe Aglonema. Di sana, Riadi telah memesan satu meja dengan dekor yang indah seperti candle light dinner. Makanan pun sudah disiapkan. Tidak lupa juga, Riadi memberiku bunga lily Putih yang amat cantik. Sebenarnya, aku masih tidak tahu apa tujuan Riadi melakukan semua ini.

Aku memang sudah lebih dulu menaruh rasa suka terhadap Riadi. Tapi tidak akan menyangka bahwa Riadi pun memiliki rasa yang sama. Dan secepat ini pula dia menyatakan perasaannya padaku. Terkesan sangat buru-buru. Tapi, apa daya. Aku memang menyukainya, jadi Aku putuskan untuk menerima Riadi.

Arah jarum jam pun semakin malam, tak terasa waktu cepat sekali berlalu. Makanan yang penutup yang dihidangkan pun sudah habis. Suasana malam yang penuh dengan bintang bertaburan, melengkapi indahnya kisah cintaku dan Riadi. Di sela-sela pembicaraanku dengan Riadi, telepon genggam milikku berdering. Ibu menelepon.

"Halo, Bu ada apa?" 

"Arini, kamu di mana? Fara sakit, kamu bisa pulang sekarang?" tanya Ibu gelisah.

"Faraa sakit apa Bu? Ya sudah aku pulang sekarang." Dengan tergesa-gesa, aku pun buru-buru pulang.

Fara adalah anak dari kakakku Chintya. Usia Fara delapan tahun. Karena pekerjaanku sebagai perawat, membuatku sangat dibutuhkan ketika ada masalah seperti ini.

Aku pun pulang ke rumah di antar Riadi. Setelah aku sampai rumah, Riadi baru bertemu dengan Ibu. Karena pada saat menjemput tadi sore, Ibuku sedang tidak di rumah.

"Halo tante, saya Riadi. Maaf kita pulang telat tadi sedikit macet di jalan." Riadi mencium tangan Ibu.

"Riadi? Oh iya tidak apa-apa, yang penting sekarang Arini sudah pulang.  Terima kasih ya Sudah mengantar Arini." Ibu menepuk pundak Riadi tanpa mempersilahkannya masuk terlebih dahulu.

"Kalau begitu, saya pamit pulang ya Tante. Arini, sampai jumpa" Riadi pun pulang dan melambaikan tangannya.

Arini menganggukkan kepala sambil melihat Riadi berjalan. Ibu melihat tingkahku yang berbeda malam itu. Kemudian, ibu membalikkan tubuhku dan menyuruhku untuk segera memeriksa keadaan Fara. Keponakan kesayanganku tergeletak lemas di atas ranjang yang penuh dengan boneka-boneka lucu milik Fara. Aku pun memeriksa keadaan Fara dengan ditemani Ibu dan kakakku. Setelah mengobati Fara,  Ibu memanggilku. Aku keluar dari kamar Fara. Ibu sudah menungguku di ruang keluarga.

"Arini ....,"

"Iya, Bu?"

"Laki-laki tadi itu, Riadi yang pernah kamu ceritakan? Pasien di rumah sakit tempat kamu bekerja kan?" tanya ibu.

"Ehm~ iya Bu, itu Riadi yang pernah ku ceritakan"

"Kamu dekat dengan laki-laki itu Arini? Kok bisa?"

"Memangnya, kenapa bu?"

"Arini, bukan ibu ikut campur masalah percintaan kamu, tapi kalau dilihat dari permasalahan hidupnya, apa kamu yakin Riadi cocok buat kamu?"

"Ibu tenang saja ya. Jika ibu takut aku akan berakhir seperti kak Chintya, Riadi bukan orang seperti itu."

"Apa pekerjaannya?"

Celetuk pertanyaan ibu yang membuatku terdiam sejenak. Karena setahuku, Riadi saat ini belum bekerja karena ia baru saja berhenti akibat kecelakaan itu.

"Bu, Riadi saat ini sedang dalam masa pemulihan. Dia secepatnya akan mencari pekerjaan baru." Aku menjelaskannya secara perlahan, berharap ibu akan mengerti.

"Ibu tidak suka kamu dekat dengan Riadi. Bukan karena ia belum mendapat pekerjaan, tetapi masalah hidupnya yang sempat membuat ia depresi, tidak akan mudah baginya untuk hidup normal."

Ibu pergi ke dalam kamar dengan mengerutkan kedua alisnya. Aku sangat gelisah dengan penolakan ibu. Padahal, aku sangat berharap Riadi jodohku.

Secara terang-terangan ibu menolak kedekatanku dengan Riadi. Aku tahu, setiap ibu hanya ingin anak-anaknya bahagia dengan pasangannya masing-masing. Tak rela ia melihat anak yang ia besarkan di hakimi oleh pasangannya. Jika mencintainya adalah sebuah kesalahan, mengapa harus ada pertemuan ini?

Aku tahu alasan ibuku tak suka dengan Riadi. Ya, itu karena Adrian. Adrian mantan suami kak Chintya yang tega meninggalkan anak dan istrinya demi menikah dengan wanita kaya raya. Adrian si laki-laki pemalas yang hanya ingin hidup senang tanpa berusaha.

Mengapa begitu? karena Riadi mempunyai sifat yang buruk di masa lalunya. Dan, semua masa lalu Riadi, aku ceritakan pada Ibu. Dan, ibu mengukur garis hidup Riadi dengan menyandingkan masa lalunya.

Kebahagiaan yang baru saja ku rasakan, berbalik menjadi sebuah kegundahan dalam hati. Seperti ombak yang sedang surut, tiba-tiba pasang. Apa yang harus aku katakan pada Riadi jika suatu saat nanti, ia ingin mengunjungi rumahku? Apa Riadi mau perjuangkan hubungan yang baru seumur jagung ini? Tuhan, beri aku petunjuk-Mu.

~~~

Burung berkicau menandakan pagi telah datang. Since matahari menyongsong lewat jendela yang sudah terbuka. Ibu selalu membuka jendela kamarku saat waktu menunjukkan pukul enam. Angin di pagi hari terasa dingin, akan terbangun jika semilir angin meniup halus wajah ini. Dengan alarm dari alam itu, ibu tidak akan susah lagi membangunkanku.

Aku mengambil ponsel yang berada di atas meja berdekatan dengan bunga lily pemberian Riadi. Satu pesan masuk dari Riadi tadi malam baru sempat ku buka. Ia menyampaikan terima kasih karena telah menerimanya sebagai kekasih.

'Riadi, ada yang mengganjal dalam hubungan kita' suara hatiku berbisik riuh dengan jantung yang berdegup kencang.

****