2012
'Uang ...., uang ...., uang! Bagaimana aku bisa dapat kan uang untuk istri dan anak-anakku?' gemuruh riuh suara hati Riadi.
Riadi melonggarkan dasi yang mengikat lehernya yang semula rapi, kini berantakan. Dengan raut wajah yang sangat kesal, Riadi meninggalkan Kantor tempatnya bekerja. Hari itu adalah hari sial bagi Riadi. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Sehingga dilakukan pemecatan bagi seluruh karyawan. Dan parahnya lagi, seluruh karyawan di Perusahaan itu sama sekali tidak mendapatkan pesangon dan semacamnya.
*Rumah
"Mas, kamu sudah pulang?" tanyaku sembari membukakan pintu untuk suamiku.
"Iya, aku pulang cepat hari ini." Wajah kesal Riadi begitu jelas terlihat.
Riadi meletakkan tas di atas meja ruang tamu. Kemudian aku membawakan minum untuk suamiku.
"Ada apa Mas? Kok kelihatan kesal begitu?"
Riadi tahu, aku pasti akan kecewa jika tahu dirinya sudah kehilangan pekerjaan.
"Tidak apa-apa sayang, sungguh," Riadi tersenyum kecil dan mengusap rambutku.
'Aku tidak mungkin menceritakan semua ini pada istriku. Dia pasti akan sangat kecewa.'
Suara hati Riadi berbisik.
~~~
Satu minggu setelah Ia berhenti kerja, Riadi beralasan cuti agar aku tidak curiga dengan keberadaannya di rumah.
Riadi mencoba menghubungi teman-teman lamanya untuk bertanya apakah ada lowongan pekerjaan di tempat mereka bekerja. Namun, tidak satu pun dari mereka membantu Riadi. Semenit kemudian, Riadi teringat akan Anton. Ya, Anton team dekatnya yang sudah lama menghilang dari kehidupannya sejak Riadi menikah denganku.
Riadi mencari Anton lewat sosial media. Saat mengetik nama Anton, muncul beberapa profil di laman pencarian Facebook yang terdapat foto Anton. Riadi membuka profil Anton dan mencari informasi tentangnya.
'Syukurlah, Anton mencantumkan nomornya.' Riadi mengambil nafas panjang ketika menemukan kontak untuk menghubungi teman dekatnya itu.
"Hai Bro! Apa kabar?" sapa Riadi dengan tawa di telepon.
"Halo, maaf. Siapa ini?" tanya Anton kebingungan dengan nomor baru yang meneleponnya itu.
"Gue, Riadi. Masih ingat kan Ton?"
"Riadi?" tanya Anton sedikit gelagapan.
Riadi ingin mengajak Anton bertemu. Sebenarnya, Anton saat ini juga tinggal di Jakarta. Bahkan, tidak jauh dengan tempat tinggal Riadi. Namun, takdir dan waktu belum mengizinkan mereka bertemu kembali selama sebelas tahun ini.
~~~
"Halo, Ton ....," Riadi menelepon Anton lagi.
"Halo, Bro. Apa kita jadi bertemu?" tanya Anton
"Itu yang baru saja mau gue tanya sama lo." Jawab Riadi.
Riadi dan Anton mengatur jadwal untuk bertemu keesokan harinya. Mereka bertemu di salah satu Restoran yang berada tidak jauh dari rumah Riadi. Pertemuan yang penuh haru bagi mereka. Teman yang sudah lama berpisah sejak sebelas tahun yang lalu.
Penampilan Anton berbeda. Ia tampak lebih segar dan terawat. Berat badannya pun bertambah sedikit lebih berisi. Berbalik dengan keadaan Riadi yang tampak kusut meski wajahnya tetap tampan. Duduk bersebelahan dengan teman lama, membuat mereka canggung satu sama lain. Entah memulai percakapan dari mana. Entah pula harus bertanya soal apa.
"Lo apa kabar Ton?" Riadi memulai percakapan dengan bertanya soal kabar.
"Gue, baik. Oh ya, ngomong-ngomong tumben nih lo muncul dihadapan gue sekarang?" Anton masih saja suka menyindir Riadi.
"Begini, Ton. Gue lagi butuh banget pekerjaan. Baru-baru ini, Perusahaan tempat gue bekerja, bangkrut. Kira-kira, lo bisa bantu gue Enggak?" tanya Riadi.
"Ada sih, Bro. Tapi, gue Enggak yakin lo bisa dan mau sama pekerjaan ini."
"Apa saja deh Ton, gue benar-benar butuh kerjaan." Riadi memohon pada Anton.
"Oke, nanti gue atur lagi pertemuan kita. Gue usahakan secepatnya."
Setelah Anton dan Riadi berbincang, mereka menyantap makanan yang telah dihidangkan oleh pelayan Restoran. Anton pun membayar semua makanan yang mereka pesan. Sejam kemudian, Anton dan Riadi berpamitan pulang.
~~~
Anton menghubungi Riadi dua hari kemudian. Mereka pun bertemu kembali di Restoran yang sama. Anton menawarkan pekerjaan yang sangat sulit untuk diterima. Anton memberikan pekerjaan pada Riadi sebagai seorang sopir. Tapi, bukan sembarang sopir.
Sopir yang dimaksud Anton adalah, sebagai kurir barang haram narkotika. Selama ini, Anton menjadi kaki kanan seorang bandar narkoba. Anton menawarkan pekerjaan itu pada Riadi. Anton yakin, Riadi pasti mau.
"Oke ....," tanpa basa-basi, Riadi mengiyakan tawaran Anton. Meski hatinya menolak. Riadi tergiur dengan bayarannya yang lumayan tinggi.
~~~
Pekerjaan itulah yang membuat Riadi berada di dalam penjara. Sungguh malang nasib Riadi. Setelah dia ditangkap oleh Kepolisian, Anton sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya di depan Riadi. Ada yang mengganggu pikiran Riadi setelah penangkapan itu terjadi. Bagaimana bisa pekerjaannya sebagai kurir bocor pada Polisi. Karena, selama satu tahun Ia bekerja, tidak ada hal yang membuat Ia dicurigai oleh siapa pun.
(Kantin Rs. Harapan Kita)
Aku terkejut karena laki-laki yang membicarakan suamiku itu adalah Anton, Anton Wibisono! Teman dekat Riadi. Aku bergegas pergi dari Kantin itu, tidak lupa aku merekam percakapan mereka.
Aku pergi menemui Mas Riadi di Kantor Polisi. Kunjunganku kali ini tidak lama. Saat akan berpamitan, aku memeluk Mas Riadi dengan menyelipkan sebuah surat di saku seragam tahanan Mas Riadi. Sebelum aku pergi ke Kantor Polisi, aku pulang ke rumah sebentar dan menulis sepucuk surat untuk Mas Riadi.
*Isi surat*
Mas, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Apa kamu ingat, laki-laki yang sering kamu ceritakan dulu padaku? Ya, Anton Mas. Saat aku sedang mencari pekerjaan di salah satu Rumah Sakit, aku pergi ke Kantin RS itu. Lalu, tanpa disengaja, aku mendengar nama kamu disebu-sebut oleh Anton dan teman-temannya. Mereka bilang bahwa masuknya kamu ke dalam penjara itu, ada hubungannya dengan bos mereka. Bagaimana Mas? Apa memang betul? Apa selama ini kamu ada hubungan dengan mereka?)
Riadi, bingung dan takut. Dia mencoba mengingat-ingat lagi saat dia masih bekerja dengan Anton. Rasanya tidak ada yang aneh dengan Anton maupun bos besarnya itu.
~~~
Aku kembali pada Rumah sakit itu esok harinya. Karena sore kemarin, aku dapat telepon bahwa akan ada interview. Di Sana, aku melihat Anton lagi. Dia sedang berdiri di depan ruangan VIP menunggu bos nya yang sedang mendapat perawatan intensif dari Dokter. Aku sengaja menjatuhkan sebuah bolpoin di depan Anton. Anton pun membantuku mengambilnya. Aku dan Anton saling bertatapan. Sorot mataku sedikit tajam dan terkesan menggoda Anton.
"Maaf, Pak ....," Aku merundukkan kepala di depan Anton.
"Ah, iya tidak apa-apa" Anton tersenyum padaku.
"Saya permisi dulu, Pak."
Aku melanjutkan perjalananku menuju Ruang Interview. Bukan tanpa alasan, aku mempunyai ide untuk mencari jawaban atas semua ini. Apa yang sebenarnya terjadi pada suamiku Riadi? Aku harus menyelidikinya.