Chereads / Hidup Beralaskan Duri / Chapter 12 - Rendra Mahardika

Chapter 12 - Rendra Mahardika

Satu tahun yang penuh dengan duka. Terasa begitu menyayat hati ketika melihat wajah anak-anakku yang harus ikut menanggung semua ini.

Orang lain memandang diriku ini seorang yang kuat. Tapi tak memungkiri, bahwa mereka juga mencibirku. Beberapa laki-laki yang mengunjungi rumahku, membuat masalah tidak terselesaikan dengan alasan yang baik. Karena mau bagaimana pun, aku tetap salah dimata mereka. Padahal, semua ini adalah rencana orang tuaku.

*2013, Saat Rendra datang

Rendra Mahardika teman SMP ku mengantar pulang. Aku merasa canggung karena sejak menikah dengan Mas Riadi, aku tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki selain suamiku, walaupun, itu hanya teman. Rendra mempunyai sifat yang hangat, sehingga anak-anakku cepat sekali akrab dengannya.

Setelah sampai di rumah, Rendra pun pamit untuk pulang.

"Oh ya, Arini. Apa kamu menerima pesan dari saya?" tanya Rendra.

"Pesan?"

"Iya, tadi saya kirim pesan teks sama kamu." jawab Rendra.

"Oh jadi yang kirim pesan itu?" Aku menunjuk ke arah Rendra dengan sedikit tawa kecil.

"Betul sekali." Rendra menganggukkan kepalanya.

Rendra memintaku untuk menyimpan nomornya. Dia pulang, dan aku memandangi mobil Rendra yang semakin jauh tak terlihat.

Saat Rendra pergi, aku hendak berpikir. Untuk apa Rendra mengirimiku pesan dengan nada sedikit merayu. Dan sejak kapan Rendra punya nomorku? pertanyaan-pertanyaan yang mulai bermunculan. Tapi, ah sudahlah mungkin memang kebetulan saja.

~~~

Bangun keesokan harinya, ditemani sinar matahari yang menyoroti kamarku. Sangat cerah, tapi tidak secerah perasaanku. Selalu hampa ketika bangun dan membuka mata. Aku rindu suamiku.

Satu minggu lagi, aku mulai bekerja. Aku harus cepat-cepat dapat pengasuh untuk Arinda dan Radit. Setelah semua pekerjaan selesai rumah selesai, aku akan mulai mencari orang yang bersedia membantuku mengurus anak-anakku.

Aku pun melakukan aktivitas seperti biasa. Tidak ada yang berubah, hanya suasana rumah menjadi dingin sejak Mas Riadi tidak ada.

*Telepon berdering*

.

"Halo,"

"Hai, Arini."

"Mas Rendra?" aku mengerutkan alis.

"Iya, Rin. Hari ini kamu ada kegiatan apa?" tanya Rendra

"Enggak ada, memangnya kenapa?"

"Hari ini, boleh kan aku ke rumah?"

"Maaf, Mas. Ada keperluan apa?" tanyaku.

.

"Aku mau mengajak Radit dan Arinda liburan. Boleh kan?"

Aku semakin penasaran, untuk apa Rendra melakukan semua ini? Memang, Rendra sampai sekarang belum menikah. Tapi rasanya aneh jika Rendra melakukan semua ini karena teman.

Dua jam kemudian, Rendra pun datang. Radit dan Arinda menyambut kedatangan Rendra. Tidak ada rasa canggung sedikit pun. Rendra datang membawa mainan untuk mereka. Ya, layaknya seorang ayah yang pulang menemui anak dan istrinya.

~~~

Kedatangan Rendra semakin membuatku penasaran. Aku persilahkan dia masuk dan menungguku siap-siap. Rendra hari itu memakai pakaian yang santai namun enak dipandang. Dia duduk di ruang tamu bersama Radit dan Arinda. Tak lupa aku mengambilkan Rendra minuman. Aku menaruh minuman di atas meja yang berada di depan Rendra. Dia menatapku dengan mengatakan ucapan terimakasih.

Lima belas menit kemudian, aku pun siap keluar dari kamar dan siap untuk pergi. Rendra menatapku kembali. Kali ini terasa berbeda karena tatapannya sangat tajam. Dia melamun sejenak, bahkan tidak mendengarku yang memanggil namanya.

"Mas ....," aku melambaikan tanganku di depan wajahnya.

"Ah, iya. Ayo kita pergi."

Entah apa yang sedang Rendra pikirkan. Saat dalam perjalanan. bunyi telepon genggam milikku berdering. Chintya menelepon. Dia menanyakan apakah aku sudah menemukan pengasuh untuk Radit dan Arinda.

Rendra mengajak kami pergi ke taman wisata yang ada di Jakarta. Tempat wisata ini adalah tempat yang sering aku kunjungi setiap hari libur bersama Mas Riadi dan anak-anak. Saat menginjakkan kaki di tempat itu, aku teringat akan sosok Mas Riadi yang periang. Rasanya, di setiap sudut tempat wisata itu menyimpan kenangan bersama suamiku.

Setelah lebih dari satu jam kami bermain, Rendra mengajakku dan anak-anakku makan. Di Restoran itu, Rendra mengatakan bahwa ia suka padaku sejak masih duduk di bangku SMP. Rendra memegang tanganku, dan menatapku penuh harap. Sikap Rendra membuatku tidak nyaman. Aku melepaskan tanganku dari genggaman Rendra.

"Mas, kamu ini apa-apaan?" tanyaku dengan nada sedikit marah.

"Arini, perasaanku tulus. Bahkan sampai saat ini aku belum menikah karena tidak bisa lupa dengan kamu."

"Kamu tahu kan, aku sudah menikah. Suamiku memang sedang berada di dalam tahanan, tapi tidak sedikit pun aku berniat menceraikannya."

"Maaf, Arini. Aku rasa suami kamu tidak pantas denganmu."

"Kamu sudah keterlaluan Mas."

Aku pergi dari Restoran itu. Aku menarik tangan Radit dan Arinda. Rendra mengejarku hingga ia terjatuh karena tersandung oleh batu yang tidak ia lihat. Aku tetap pergi dan memberhentikan taksi yang lewat.

~~~

Rendra adalah bagian dari rencana orang tuaku

Sejak Riadi mendekam di dalam tahanan, ada sebagian laki-laki yang mencoba mendekatiku. Termasuk Rendra. Entah, mereka tahu dari mana dan dari siapa bahwa suamiku Riadi sedang dalam masa human penjara. Suatu ketika aku pergi mengunjungi kediaman orang tuaku, barulah aku tahu ketika tanpa sengaja aku mendengar percakapan antara ibu dan ayahku.

Aku tidak mengetuk pintu, saat masuk ke dalam rumah orang tuaku karena pintu terbuka. Ruang keluarga di rumah orang tuaku tidak terlihat dari arah pintu depan. Sehingga mereka tidak tahu bahwa aku datang.

"Rendra gagal juga mendekati Arini. Ibu tidak tahu lagi siapa selanjutnya yang akan Ibu pertemukan dengan Arini, Yah." ujar Ibu.

"Kita tunggu saja bu, Ayah yakin Arini akan mendatangi kita dan memutuskan hubungannya dengan Riadi."

Aku terkejut dengan pembicaraan mereka. Ternyata Rendra tahu semua masalahku dari Ibu. Saat mengintip mereka di ruang keluarga, tak sengaja aku menjatuhkan benda yang ada di atas meja saat aku akan membalikkan badan.

Ibu dan Ayah menghampiriku yang sedang jongkok mengambil benda yang jatuh.

"Arini ....," tanya Ibu.

"Sejak kapan kamu di sini?" Ayah juga bertanya.

Aku berdiri dan mencium tangan kedua orang tuaku. Dengan wajah panik, aku menjawab pertanyaan mereka.

"Ah, ini Yah tadi pintu rumah terbuka makanya aku langsung masuk saja. Dan, tidak sengaja aku menjatuhkan barang ini."

"Ada apa Arini, tumben kamu ke sini?" tanya Ibu.

"Aku mau mengambil mainan Arinda yang tertinggal di sini bu."

Aku pura-pura tidak mendengar percakapan mereka. Karena percuma, pasti akan ada perdebatan lagi di antara aku dan orang tuaku

Ini baru tahun pertama Mas Riadi di penjara. Ibu dan Ayahku sangat serius ingin aku menyerah dengan Riadi.

~~~