Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 14 - Seorang Pengawal : Ksatria Legiun Hitam

Chapter 14 - Seorang Pengawal : Ksatria Legiun Hitam

10 Ucheryc 1468, pelajaran kedua telah berakhir. Para guru mata pelajaran mulai memberikan tugas pada siswa kelas 1. Tugas Akademi Spyxtria cukup sulit dikerjakan bagi orang awam, sehingga membutuhkan sedikit referensi di perpustakaan.

Sementara itu, ruangan lorong akademi dipenuhi siswi yang penuh antusias. Materi yang disampaikan semakin matang dan mudah dipahami. Pengetahuan mereka semakin bertambah.

Setelah pembelajaran tambahan, para siswi memberikan perasaan terima kasih. Selain memberikan pelukan hangat, mereka menahan perasaan demi pendidikan.

Tidak hanya itu, Printesta Idol memberikan perhatian khusus. Mereka adalah siswi akademi yang menjadi artis yang berkiprah sebagai penyanyi dan pemain instrumen.

Setelah mengikuti pelajaran, mereka akan mengisi waktu dengan menyanyi dan memainkan instrumen dengan sihir mereka. Keempat gadis itu sudah membuat 2-3 lagu.

Kini, tersisa dua gadis yang tertidur lelap di koridor. Enggan menjauh dari bau harum seorang pangeran.

Rasanya mengajari semua gadis cukup melelahkan.

[***]

Rivandy Lex Point of View

Aku menghela nafas panjang usai mengajari mereka. Bahkan, Printesta Idol yang beranggotakan Krasnya, Zheltya, Zelenya, Sonya berantusias untuk mendapatkan ilmu dariku.

Sekarang, Aurora dan Evelyn tidur di sampingku. Tubuh mereka mulus dan dekat. Jika aku meninggalkan mereka, mereka akan menangis.

"Mereka ini. Tidak mau menjauh dariku. Aku harus membersihkan semuanya lalu membangunkan mereka."

Ketika membereskan semua buku yang berserakan, seorang dengan berpakaian aneh muncul tiba-tiba. Sosok itu mengenakan pakaian ksatria di dalam buku dongeng. Entah apa motif yang ia lakukan.

Topeng ksatria warna hitam, baju zirah hitam tebal, senjata pedang terbuat dari kayu, dan gagah berani mendekatiku. Dengan santai, dia berpose seakan-akan mencari bantuan yang mengalami kesulitan.

"Hei, Pangeran! Apakah kamu mengalami kesulitan?"

Aku menoleh ke arah ksatria itu. Menatap tanpa ekspresi, hening, dan penuh lelah. Lidahku menjawab pertanyaan ksatria itu sambil membereskan buku Fisika dan Kimia.

"Tidak. Aku hanya sedikit kelelahan. Mungkin, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dan pulang ke rumah."

"Kau terlalu memaksakan dirimu." Ksatria itu mendekatiku dengan santai.

"Hmm. Pelajaran Fisika dan Kimia sangat melelahkan kalau aku harus mengajari mereka semua. Jadi, aku harus menahan kantukku untuk sementara." Aku menguap pelan, menjaga etika dan kesopanan sebagai siswa yang beradab.

"Aku dengar kamu diincar oleh banyak gadis. Mereka mungkin akan menculikmu dan berencana untuk menjalani kehidupan yang baik."

"Simpan omong kosong itu! Mereka bukan orang yang jahat."

"Aku sudah menemukan beberapa bukti dan mereka berempat, tergila-gila denganmu. Mereka mulai melukis tubuhmu agar bisa tidur dengan tenang."

"Huh? Yang benar saja! Setidaknya, mereka mengembangkan bakat mereka sebagai pelukis." Aku menolak bukti mentah-mentah. Memberikan jawaban positif adalah pilihan terbaik.

"Lalu, bagaimana dengan kedua gadis ini? Apakah mereka melakukan tindakan yang mencurigakan?"

"Mereka sedang kelelahan. Mempelajari 2 pelajaran sekaligus membuat mereka tertidur."

"Ah begitu. Aku benci matematika. Saking bencinya, aku ingin membakar bukuku."

Ksatria itu menunjukkan kebencian terhadap matematika. Pelajaran yang dibenci sebagian orang. Jadi, perlu pembelajaran intens untuk mengajak mereka.

"Mohon maaf. Aku ingin pulang terlebih dahulu. Lagipula, tugas akademi akan terasa berat. Jadi, perlu ke perpustakaan setiap saat."

"Kalau begitu, tolong bantu aku untuk mengerjakan matematika! Aku tidak bisa mengerjakan tanpa orang yang tepat."

"Maaf. Kerjakan saja sendiri! Aku sudah capek. Para gadis itu menghabiskan tenagaku. Aku perlu istirahat."

"Dasar bodoh! Kau malah menerima gadis lain dengan mudah. Bahkan, kau mengabaikan kesehatanmu hanya untuk mereka."

"Itu ...." Aku berusaha melanjutkan pengucapanku meskipun lidahku bermasalah.

"Itu bukan urusanmu! Aku ..."

Ksatria hitam itu memegang tanganku lalu mulai menepuk bahuku. Sentuhan tangan ksatria menyebabkan keheningan di koridor.

"Sudahlah! Lebih baik terima saja saranku! Aku akan menjadi pengawalmu. Jadi, para gadis tidak akan mendekatimu, termasuk mereka."

"Benarkah? Aku belum mempercayai ksatria sepertimu."

Setelah penolakan itu, Ksatria Hitam itu semakin keras kepala. Tidak mau kalah dengan keraguanku.

"Sudahlah! Jangan begitu! Aku tidak mau kamu dirayu para gadis dengan mudah."

"Baiklah! Aku menerimanya. Asalkan, jangan pernah membuat rencana jahat pada mereka! Bagaimana? Sepakat?"

"Tentu saja sepakat."

Aku dan ksatria itu membuat kesepakatan. Kedua tangan kami saling berhubungan dan berjabat tangan untuk memenuhi kesepakatan kami.

"Sepertinya, aku pergi dulu. Kalau kamu butuh bantuanku, pakai lonceng ini! Aku akan mengawasimu." Dia memberikan lonceng padaku sebelum berpisah.

Ksatria itu pergi, menghilangkan jejaknya agar tidak diketahui selain aku.

Setelah membangunkan Aurora dan Evelyn, kami memutuskan untuk pulang dan singgah di suatu tempat. Kurasa cafe di perempatan jalan adalah pilihan tepat.

[***]

Pagi yang cerah pada musim gugur meski sebentar. Bangunan apartemen terasa hening karena matahari baru terbit. Tidak ada siapapun yang berada di luar apartemen.

Seorang gadis dengan berpakaian rapi. Baju hitam lengkap dengan atributnya. Rok mini hitam dan sebuah drum kecil yang digenggam. Ia berpakaian seperti prajurit parade kerajaan. 

Rambut cokelat terurai sampai bahu, mata cokelat musim gugur, dan ekspresi wajah ceria mengawali hari. Mulai membunyikan drum dengan tongkat.

Dentuman drum kecil memecahkan keheningan apartemen. Memancing seseorang keluar dari apartemen dengan suara kebisingan itu.

"Berisik! Siapa yang ribut sepagi ini?"

Seseorang keluar dari apartemen dengan membuka pintu. Mengeluhkan bunyi drum daei gadis berpakaian prajurit parade kerajaan. Itu adalah aku, remaja yang menutup telinga.

"Fure! Fure! Pa-nge-ran!"

Setelah menelusuri, aku mulai menatapnya. Melepaskan genggaman tangan di telinga dan mulai protes.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku adalah seorang prajurit yang akan menjagamu dari para gadis yang sudah tergila-gila denganmu."

"Huh? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Kau tidak mungkin lupa apa yang kau lakukan kemarin."

Dia mengarah tongkat drum padaku. Seolah-olah mengetahui semua yang kulakukan kemarin siang.

"Tunggu! Bukankah kau adalah ..."

"Jangan berkata seperti itu! Kau tidak akan berpikir dengan otak isi matematika mu."

"Lalu, apa yang kau inginkan?"

"Aku memerintahkan padamu untuk segera ke akademi sekarang juga!"

"Aku menolak! Kenapa aku harus berangkat sekarang juga? Ini terlalu pagi."

"Aku tidak akan membiarkanmu diserang para gadis dengan bunga dan kasih sayang. Itu hanya omong kosong."

"Aku kurang percaya denganmu. Kau mengenakan pakaian prajurit. Seharusnya, kau ...."

"Oh yang ini?" Dia menunjuk dirinya sekaligus memegang kerah baju. "Ini hanyalah kostum. Aku bisa mengganti baju  akademi begitu sampai di akademi. Asalkan, tidak ada yang melihatku."

"Baiklah. Jadi, aku harus berangkat secepatnya agar aku tidak menarik perhatianku mereka. Begitu?"

"Iya."

Rasanya, aku ingin membunyikan lonceng pemberian ksatria itu. Namun, aku mengurungkan niat itu. Mungkin aku akan menggunakannya lain waktu.

"Oh iya. Aku Akishima. Akishima Renji."

"Kau boleh memanggilku Rivandy."

Kami berdua berjabat tangan. Satu tangan bersentuhan adalah ikatan yang berkembang. Ikatan gadis ini cukup rumit.

"Baiklah! Waktunya beraksi!"

Tiba-tiba Akishima memasuki apartemenku secara sembrono. Aku masuk ke dalam dan menegur Akishima.

"Hei! Apa yang kau lakukan? Keluar dari apartemenku!"

"Tapi, apartemenmu rapi sekali. Ruanganku sedikit berantakan."

"Aku mandi dulu. Jangan sentuh apapun!"

Aku sudah mengambil handuk dan bergegas mandi. Namun, ketika masuk ke kamar mandi, Akishima sudah ada di depan mataku.

"Apa yang kau lakukan? Kau seharusnya tidak melihatku mandi!"

"Cepatlah! Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi."

Tidak ada pilihan lain. Aku harus mandi dengan gangguan gadis dan suara bising itu. Dentuman drum dan sorakan itu mengganggu aktivitasku. Setidaknya, aku bisa menahan dan menghela nafasku.

Setelah sarapan, aku meninggalkan apartemen bersama dengan Akishima.  Tidak ada Maid Classic, pengurus apartemen yang bekerja hari ini.

"Ayo, Rivandy! Jangan sampai terlambat!"

"Terus berjalan!"

"Hei! Apakah kau terus berteriak dan memainkan drum setiap hari?"

"Tentu saja tidak! Aku tidak mau melakukan itu."

Di tengah perjalanan dengan obrolan, seorang gadis yang datang menghampiriku. Dengan amarah yang tidak bisa ditahan, dia mulai bertindak agresif dan menyingkirkan Akishima dariku.

"Jangan pernah merebut Darling dariku!"

"Eh?! Sheeran?"

"Sedang apa dia disini?"