Chereads / Rivandy Lex : Classical Academy. / Chapter 13 - Siswa Populer : Momen Terdesak

Chapter 13 - Siswa Populer : Momen Terdesak

"...."

"Apa yang terjadi?"

"Ada apa denganku? Apakah aku akan mati?"

"Hei! Hei! Hei!"

"Hentikan! Aku tidak mau! Aku masih mau hidup!"

"Hentikan! Tidak! Tidak!"

Aku bangun, bangkit dari kasur dan memegang wajahku. Aku menarik nafas panjang dan berpikir agar aku baik-baik saja.

"Aku masih hidup ternyata."

Aku berbaring di ranjang. Ruangan yang asing bagiku. Tidak pernah mengunjungi ruangan ini sebelumnya. Kelas, Perpustakaan, dan kantin. Hanya itu yang aku kunjungi.

"Aku dimana?"

Bertanya pada diri sendiri. Tidak percaya dengan penglihatanku. Buruh beberapa saat agar bisa memahami situasi ini.

Tak lama kemudian, ada seorang gadis yang menyelinap sambil menatapku. Dengan rasa bersalah, ia mengecek kondisi emosional. Dia tidak ingin Pangeran Matematika sepertiku marah pada seorang gadis.

"Apa kamu sudah bangun?"

"Iya. Kepala terbentur dan punggungku terasa sakit."

Karena aku baik-baik saja, gadis itu mendekatiku lalu memelukku. Tubuhnya hangat dan harum. Tidak disangka gadis ini sangat agresif.

"Darling! Maafkan aku! Aku pikir aku membunuhmu."

"Tunggu sebentar! Kau terlalu dekat!"

Pelukan gadis yang tidak dikenal membuatku gelisah. Aku tidak pernah dipeluk sebelumnya. Pikiran perempuan memang rumit.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku memelukmu agar kamu terlihat baik."

"Baiklah. Lepaskan pelukan dulu. Aku ingin mengatakan sesuatu."

"Baiklah, Darling!"

Dia melepaskan pelukan dan menatap wajahku. Aku mulai mengajukan beberapa pertanyaan padanya.

"Aku ingin bertanya. Aku dimana? Dan kenapa aku bisa berada di sini?"

Dia menjawab dengan singkat sekaligus menceritakan kejadian tersebut. "Maafkan aku! Karena aku menyerangmu dengan kepalaku, kamu terjatuh di taman. Aku tidak sengaja melakukan itu. Aku takut kalau kamu mati."

"Aku panik dan mengatakan,'Tolong! Pangeran pingsan di taman!' Setelah itu, ada dua gadis yang datang kepadaku dan membantuku untuk membawamu ke ruang kesehatan.

"Begitu yah? Aku di ruang kesehatan."

Aku membaringkan diri dengan tenang. Karena cerita dari gadis itu, aku tidak perlu khawatir. Hanya menunggu beberapa saat sebelum aku pulih.

"Bagaimana dengan Aurora dan Evelyn?"

"Mereka kembali ke kelas dan aku akan merawatmu dengan sepenuh hati."

Gadis berambut violet, bertubuh remaja menaiki ranjang dan menatapku dengan kasih sayang. Terasa seperti punya pasangan kekasih yang perhatian.

"Aku tidak peduli dengan pelajaran matematika. Aku akan menjadi kekasihmu yang indah."

"Ternyata kamu membolos pelajaran matematika."

"Tidak ada pilihan lain! Aku harus bertanggung jawab karena telah membuatmu masuk rumah sakit."

"Kalau seperti itu, aku mengizinkanmu." Sheeran bahagia karena aku mengizinkannya berada di ruang kesehatan ini.

"Oh iya. Namaku Sheeran Chezka, akan menjadi istrimu masa depan." Sheeran memperkenalkan diri sekaligus menembakku.

"Rivandy. Itulah namaku."

"Darling!" Sheeran langsung memelukku dan mencium aroma pangeran yang hangat. Tidak hanya itu, motif gadis ini misterius. Tubuhku terasa sesak. Tidak bisa melepaskan pelukan ini.

"Tunggu! Apa yang kau lakukan?"

"Aku memelukmu dan tidak mau melepaskan pelukanku. Karena kamu adalah belahan hatiku."

"Kenapa?"

"Kamu menciumku di taman. Karena ciumanmu, aku tidak akan berpisah denganmu selamanya. Sepertinya, perutku membesar karena ciumanmu." Sheeran menggosokkan perutnya dan dikira telah hamil.

"Tidak! Kau tidak akan hamil karena aku tidak sengaja menciummu. Dalam pelajaran biologi, ciuman lawan jenis tidak akan membuatmu hamil."

"Jangan begitu! Aku akan menjaga anakku sampai lahir."

Aku tidak mengerti. Sheeran sudah mabuk akan romantis. Karena sebuah ciuman dari seorang pangeran, perasaan asmara Sheeran tumbuh dan mengaku sebagai kekasihku.

"Kalau saja aku tidak menciumnya di taman, tidak akan terjadi seperti ini." Dalam pikiranku, aku mengeluh.

"Jangan khawatir! Aku akan ...."

Di tengah obrolan dengan gadis penuh kasmaran, gadis berambut kuncir dua masuk ke ruang kesehatan seketika dan menutup pintu dengan tergesa-gesa.

Kemudian, ia menoleh kepada pasangan sejoli yang baru berkenalan. Mata kami langsung tertuju pada Aurora. Gadis berkuncir dua menarik nafas setelah berlari kencang.

"Rivandy! Sheeran! Ayo! Keluar dari sini! Para gadis akan mencarimu."

"Tunggu sebentar! Kau kenal dengan Sheeran?"

"Setelah kau tidak sadarkan diri, Sheeran meminta tolong padaku untuk membawamu ke ruang kesehatan. Kau tampak lebih baik sekarang." Aurora menjelaskan dengan aura keimutannya.

"Oh begitu. Tapi, aku ...." Aku ragu pada diriku sendiri.

"Jangan pikirkan dengan tubuhmu. Aku akan bersamamu." Sheeran memeluk tangan kiriku. Memberikan pengobatan dari sang kekasih.

"Apa yang kau lakukan?" Aurora menunjukkan amarah padaku.

"Tidak tahu! Ini terjadi begitu saja."

"Evelyn sedang mencari perhatian. Waktunya kita kabur! Tasmu sudah disimpan di dalam bajuku."

"Baiklah. Eh?! Kenapa disimpan di dalam bajumu?" Aku terkejut dengan tasku disimpan di dalam baju Aurora.

"Itu karena ... Aku ... Tidak bisa membawa tasmu. Aku malu. Jadi aku memutuskan untuk menyimpan tasmu di dalam bajuku."

"Kamu pasti terkena virus Sheeran, kan?" Aku mencurigai Aurora yang akan tertular virus kasmaran.

Raut wajah Aurora menjadi merah. Perasaan yang tersembunyi diungkapkan. Entah disengaja atau tidak. Aurora membuat tindakan yang ceroboh.

"Bukan begitu! Aku ..."

Aurora terdiam. Tidak bisa melepaskan tas dari baju Aurora karena tersangkut dengan kancing atau sejenisnya.

"Tidak bisa lepas! Tasmu tersangkut di tubuhku! Bagaimana ini?" Aurora menjadi panik dan berusaha melepaskan tas dari dalam baju.

"Kenapa aku mendapatkan momen seperti ini?" Aku mengutuk diri sendiri.

Dua gadis ditaklukkan. Sheeran memeluk tangan kiriku dan tidak mau dilepaskan. Tasku tersangkut dan tidak bisa dilepaskan. Aurora harus membuka bajunya agar bisa memberikan tas padaku.

Tapi, aku tidak mau melihat Aurora membuka baju. Rasanya ingin melompat dari jurang karena melihat Aurora membuka bajunya.

"Aurora. Sheeran. Kita pergi sekarang."

"Bagaimana dengan tasmu?"

"Kau bisa membuka bajumu di saat kondisi sudah sepi. Apartemenmu boleh." Aku beranjak dari dan menghampiri Aurora.

"Rivandy. Kamu ...."

Ketika Aurora ingin mengutarakan sesuatu, Sheeran mengganggu momen itu dengan panggilan romantis. Dia ingin mengalihkan perhatianku agar aku melupakan Aurora.

"Darling! Ayo, kita pulang bersama!" Sheeran mengajakku pulang, merayuku seperti seorang kekasih.

"Tunggu aku!" Aurora menghampiriku dan pulang bersama.

[***]

Kami bertiga berjalan sambil bersembunyi di balik lorong. Mengendap-endap dari para gadis yang histeris. Suara dari berbagai tempat terdengar jelas. Membuatku ingin menolong mereka.

Mereka memanggil namaku seolah-olah meminta bantuan yang penting. Tidak peduli kepentingan pribadi atau darurat.

"Pangeran Rivandy! Dimana kamu?"

"Aku lagi tidak enak. Tolong obati aku!"

"Aku tidak bisa mengerjakan tugasku. Tolong aku!"

"Aku mencarimu kemanapun kamu berada."

Namun, Sheeran dan Aurora menyuruhku mengabaikan mereka. Aku menuruti permintaan mereka dan mengikuti jalan Aurora. Hanya beberapa saat sebelum meninggalkan akademi.

Akhirnya, kami sudah meninggalkan mereka. Aku sedikit bersalah dengan mereka. Aku tidak membantu mereka karena kesehatanku lebih penting.

Semoga saja tidak bertemu dengan idol itu.

[***]

Setelah sampai di luar, kedua gadis itu sudah tenang. Menghela nafas panjang demi menjagaku dari para gadis yang mengincarku. Jika Printesta Idol menemukanku, mereka akan menyanyi dan menimbulkan keributan.

Aurora bersembunyi di belakangku dan membuka bajunya untuk melepaskan tasku dari tubuhnya lalu dia mengenakan pakaian kembali dan menyerahkan tas kepadaku.

Tak lama kemudian, Evelyn bertemu dengan kami bertiga. Dia sudah mengalihkan perhatian mereka. Jadi, dapat memberikan waktu pada kami untuk keluar dari sini.

Evelyn menanyakan keadaan mereka berdua. "Aurora! Sheeran! Kalian tidak apa-apa, desu?"

"Ti-Tidak apa-apa. Aku hanya ...."

"Dia sedang malu sekarang. Aku sedang bermesraan dengan Darling-ku!"

"Rivandy! Kau sudah mencium Sheeran, desu. Terus kau membuat Aurora malu karena melihat isi bajunya, desu!"

"Itu tidak sengaja! Aku tidak melakukan hal sekejam itu!"

"Rivandy, tolong tanggung jawab! Aku tidak mau tubuhku dilihat siapapun." Aurora memegang tanganku. Kedua tas gadis dipegang Evelyn.

"Iya. Aku akan tanggung jawab! Lagipula, A-Aku belum melihat tubuhmu."

Akhirnya, aku harus pulang dengan tiga gadis. Aurora memegang tangan kananku dan Sheeran memeluk tangan kiriku. Sementara itu, Evelyn menaiki bahuku, seperti kuda. Aku tidak pernah semalang ini.

Rasanya sangat berat. Ini adalah hukuman yang aku dapat karena membuat kesalahan pada mereka.