Chereads / LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 20 - Vol I 19 『Peregangan yang Aneh』

Chapter 20 - Vol I 19 『Peregangan yang Aneh』

Di luar toko, aku dan Träger menghadap ke jalan, dimana orang-orang berlalu lalang.

Kami berdiri dengan jarak yang tidak terlalu jauh, bisa dikatakan dengan bersebelahan. Hanya dengan sedikit membuat pergerakan pada tangan kiriku saja, sepertinya lengan kami akan bisa bersentuhan.

Benar-benar dekat. Dan itu membuatku merasa sedikit gugup.

Träger mulai meregangkan tubuhnya yang memiliki postur bagus itu, merentang-rentangkan seluruh anggota badan yang ia miliki seolah-olah sedang bersiap untuk melakukan sesuatu.

Dengan perlahan, ia mengangkat kedua tangannya ke atas dan meluruskannya, dengan tujuan untuk meregangkan tubuh. Dikarenakan posisi itu, aku akhirnya dapat melihat ketiak kanannya yang mulus, tidak tersembunyi, ditutupi seperti ketiak kirinya yang tidak dapat kulihat dari posisi ini.

Setelah itu, ia pun menyentuh lengan kanan bagian bawahnya dengan tangan kirinya.

Dalam keadaan itu, karena perasaan dan reflek dari seorang laki-laki yang hidup di dalam diriku, aku pun mencoba untuk mengamatinya. Ia terlihat seperti sedang melakukan sedikit pergerakan setelahnya sehingga sekujur tubuhnya nampak sedikit bergetar.

Tidak hanya itu saja, saat meregangkan tubuhnya, ia juga mengeluarkan suara-suara aneh yang bisa membuat orang-orang di sekitar kami bisa salah paham karenanya.

Suara-suara yang dia keluarkan dengan mengerang itu membuatku semakin gugup, sehingga membuat diriku dengan spontan menyentuh dadaku sendiri.

( Note: 'Moaning' itu semacam mengerang ( mendesah/merintih ) yang disebabkan karena derita mental atau kenikmatan seksual )

"UMU---mmnMMMmmmnnnnnhh,haaaa,aaa---"

Mengerang dengan suara bernada rendah, ia melakukannya selama beberapa detik.

--Itu cukup panjang.

Meskipun hanya melakukannya dalam beberapa detik saja, suara yang ia keluarkan terdengar cukup erotis dan dapat membuat seorang laki-laki bisa salah paham jika mendengarnya secara langsung.

Ditambah dengan model rambut kuncir kudanya itu, membuat leher bagian belakangnya terlihat dengan jelas.

--Melakukannya di tempat publik seperti ini benar-benar sangat berbahaya. Apa dia tidak menyadarinya?

Namun, sepertinya orang-orang di sekitar tidak dapat mendengar erangannya yang mengundang 'sesuatu' itu karena suara-suara yang timbul dari langkah kaki para pejalan kaki yang melintas menimpa suaranya.

Namun, meskipun suara yang dihasilkan tidak dapat didengar oleh mereka, itu masih tetap bisa terdengar dengan jelas olehku. Suaranya cukup erotis sehingga hal itu berhasil membuat diriku berpikir yang macam-macam, sehingga bisa menimbulkan beberapa kesalahpahaman.

"---AAAAaaaaaahhnnmm..."

Sepertinya ia sudah hampir selesai.

Padahal itu hanya berlangsung selama beberapa detik saja, tapi entah mengapa itu terasa seperti sangat lama...

Menyadari jika ia sudah hampir selesai melakukannya, aku segera kembali mengalihkan pandanganku ke depan, meskipun setelah itu aku dengan diam-diam kembali curi-curi pandang padanya.

Setelah selesai dari proses meregangkan tubuh yang terasa sangat erotis itu, Träger lalu menurunkan kedua lengannya dan melihat ke arahku.

---Kuharap ia tidak menyadarinya... jika aku terus memandanginya sejak tadi.

"Emm... ada apa...? Kenapa kau melihatku seperti itu?"

Dia sedikit menaikkan alisnya, karena bingung denganku.

"Ti--Tidak. Tidak ada apa-apa..."

Aku mengatakannya sembari memandang ke arah lain, mencoba untuk tidak memandang lawan bicaraku itu secara langsung.

Mendengar jawabanku yang terkesan seperti sedang menutup-nutupi sesuatu, Träger sepertinya menyadari tingkahku yang sedikit aneh itu, namun tanpa alasan yang jelas, ia memutuskan untuk mengabaikannya.

Wanita ini... benar-benar memiliki penjagaan yang sangat lemah!

---Apa mungkin jika dia sebenarnya melakukannya dengan sengaja?

"Tetapi... kenyang sekali ya...! Apa kau juga merasa begitu, wahai adikku?"

Träger berseru, ia meletakkan kedua tangannya ke pinggang saat mengatakannya.

Benar, kami baru saja selesai dari makan. Memakan kue yang sangat banyak, yah, meskipun hampir semuanya dimakan olehnya sih.

Tetapi, tidak terduga, jika cemilan yang ada di dunia ini rasanya cukup lezat-lezat semua. Padahal kupikir jika makanannya akan sangat tidak berasa ataupun akan sangat menjijikkan karena dunia ini mengambil setting yang lumayan mirip dengan abad pertengahan.

" 'Adikku' apanya? Aku bukan adikmu, tahu."

"Yah, yah, jangan marah begitu dong."

Meluruskan perkataannya, sepertinya dia hanya bercanda denganku sedari tadi. Dan itu membuatku semakin penasaran jika dirinya juga dengan sengaja atau tidak meregangkan tubuhnya dengan sangat erotis.

Aku mencoba untuk berhenti memikirkannya dan mengabaikannya, karena kupikir akan sia-sia saja jika tetap memikirkan hal yang jawabannya tidak pasti seperti itu.

"... Daripada itu, Träger."

"Hm?"

"Erm... kurasa akan lebih baik jika kau meningkatkan penjagaanmu sebagai seorang wanita... juga... bisa bahaya nantinya jika tiba-tiba saja kau akan diserang..."

Aku mengalihkan pandanganku ke tempat lain saat mengatakannya karena merasa malu, dan suara yang kukeluarkan cukup pelan, sehingga aku sedikit berharap jika dia dapat mendengarnya dengan jelas.

--Sial... kenapa aku malah jadi malu-malu begini untuk mengatakannya sih...!?

Berniat untuk membenarkan kebiasaan buruknya, aku tau jika itu sebenarnya bukan merupakan kewajibanku. Namun karena ini menyangkut perihal keamanan, aku pun memutuskan untuk menyadarkan dirinya agar lebih menjaga dirinya sebagai seorang wanita.

Tapi memang benar jika dirinya tidak terlalu pandai menjaga diri, dari saat pertama kali aku bertemu dengannya saja, dirinya terlihat sangat penuh dengan celah. Aku tidak mau membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika bukan akulah yang menemukannya pada saat itu.

Mendengar perkataanku itu, Träger sepertinya mulai dipenuhi dengan rasa penasaran. Dan rasa penasarannya itu membawa dirinya untuk menatap dan memandangiku dalam jarak yang dekat.

--A--Apa?

Perlahan demi perlahan, senyuman licik mulai muncul dari wajahnya yang dengan sengaja ia dekatkan pada wajahku. Senyuman yang kelihatan penuh dengan tujuan untuk kejahilan, yang sangat penuh dengan niat.

Sesuatu macam apa yang akan ia tunjukkan kali ini...?

"Lort... apa mungkin... kau ini sedang khawatir padaku, ya...?"

Mengatakan itu sembari tetap menatap diriku yang mencoba untuk tidak melihat wajahnya yang penuh senyuman jahil secara langsung, Träger dengan perlahan semakin mendekat.

"Ya ampun, tidak perlu malu-malu begitulah, adikku. Tanpa perlu kau beritahu juga, aku pasti akan menjaga diriku. Aku ini, kakak yang kuat lo!"

Jika itu benar, terus mengapa aku bisa memikirkan semua ini...?

Dasar, kakak yang tidak dapat diandalkan...

Träger sedikit membuat jarak dan menjauh dariku, dan memasang ekspresi senyum penuh kebanggaan pada wajahnya.

Ia mengangkat salah satu lengannya dengan tujuan untuk memperlihatkan lengan kanannya yang terbuka berwarna kuning langsat itu yang memiliki warna yang sama dengan warna kulitnya.

Tapi sayangnya, lengannya itu ditutupi oleh armor, sehingga aku hanya bisa melihat bahu kanannya yang berwarna kuning langsat itu.

Menunjukkan lengan yang ditutupi armor lengan bagian atas itu kepadaku, sepertinya dia sedang mencoba untuk memperlihatkan otot yang ia miliki.

--Sepertinya dia tidak menyadarinya... jika lengan yang dia banggakan itu ditutupi oleh armor lengan yang ia pakai di lengan bagian atasnya...

Lengan kanannya yang ia angkat itu lalu terlihat sedikit bergetar, sepertinya ia sedang mencoba untuk mengeraskan otot-ototnya. Ia melakukannya sembari sedikit berdesis yang ia tunjukkan dengan suara yang keluar dari mulut serta gigi putihnya yang ia buka.

Tapi usahanya itu sepertinya akan sia-sia, karena otot-ototnya itu tidak dapat terlihat karena armor lengan atasnya yang menutupinya.

"Bagaimana...?"

"... Bagaimana... apanya...?"

"Dasar. Kau ini memang lambat sekali pahamnya ya, adikku."

Katakan itu pada dirimu sendiri, kakak.

"ini loh---"

Träger menghetikan kata-katanya di tengah-tengah, sepertinya itu tidak disengaja.

Wajahnya terlihat semakin me-merah sekarang, sepertinya ia merasa malu karena telah menganggap orang lain lebih lambat bereaksi daripada dirinya.

"---"

"Apa ada yang ingin kau katakan... kakak...?"

"Ti--Tidak! Jangan lihat aku sekarang dulu!"

Dia berbalik, dan menutupi wajahnya yang merah merona itu.

"Awa-wa-wa-wa-wa-wa!"

Suara yang ia keluarkan terdengar cukup aneh bagiku, apa suara perempuan saat sedang malu memang terdengar seperti ini semua...?

Aku hendak mencoba untuk mengintip dengan mendekat padanya, tapi aku mengurungkan niatku karena aku sadar jika itu merupakan usaha yang akan sia-sia karena aku tidak akan dapat melihat wajah malunya yang ia tutupi dengan kedua tangannya.

Terlihat imut. Kurasa dia juga bisa bersikap seperti seorang wanita pada umumnya.

Kini, walaupun masih merasa malu, yang dapat terlihat dari wajahnya yang merah merona, Träger berbalik dan menatap wajahku.

---Sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu padaku...

"Ku--Ku---"

"Ku?"

"Kumohon jangan katakan ini pada siapapun...!"

"Ya--Ya, baiklah..."

Apa ini memang se-memalukan itu...?

Tidak, mungkin ini wajar-wajar saja karena biasanya seorang senior selalu berlagak jauh lebih baik daripada junior-juniornya.

Perasaan malu terhadap anak murid didiknya sendiri...

"Berjanjilah! Kalau kau tidak akan mengatakannya pada siapapun!"

"Ya--Ya, aku berjanji..."

Lagi pula, meskipun aku mengatakannya pada seseorang, mana mungkin dia akan memercayainya, jika aku menemukan seorang wanita cantik sedang tak sadarkan diri di gang-gang kecil kota...

"Te--Terima kasih..."

"Ya, sama-sama..."

....

Situasinya sekarang malah jadi canggung...

Kelihatannya Träger tidak menyadarinya... jika aku sudah menyadari dirinya yang curi-curi pandang terhadap diriku sejak tadi.

Melirikku sekali-kali, ia mencoba untuk menutupinya dengan menghadap ke arah depan, melihat ke jalanan.

Aku tidak menyadarinya sebelumnya... tetapi... kami sudah berdiri di depan toko kue ini sejak tadi, akan buruk jadinya jika kami menghalangi pelanggan ataupun staf yang ingin keluar masuk toko.

Aku berinisiatif untuk pergi dari sini daripada tetap menganggu orang sekitar.

"A--Anu---"

"Ya--Ya?!"

... Kenapa dia terkejut begitu...?

"Akan buruk jadinya jika kita menghalangi pelanggan yang ingin masuk, bagaimana jika kita pergi dari sini dulu...?"

"I--Itu ide yang bagus. Ayo. Segera lakukan!"

"---"

***

Tidak seperti sebelumnya, aku tidak berjalan dengan menyatu ke dalam keramaian. Kini, aku berjalan di pinggir, lebih nyaman dan aman, tidak perlu khawatir jika kami berdua akan terpisah.

Tepat di belakangku, Träger ikut berjalan mengikuti, dengan memandang ke bawah, namun juga sedikit melirik ke diriku.

---Dia membututiku ya...

Aku menghetikan langkah kakiku, Träger yang menyadarinya pun juga langsung ikut menghentikan langkah kakinya.

Bagaikan seorang penguntit.

---Tidak. Daripada 'membuntuti', aku rasa 'mengikuti' lebih cocok karena ini secara terang-terangan.

Aku segera berbalik dan berhadapan dengan Träger, menatap matanya secara langsung tanpa ragu.

Ia lalu merespon dengan memasang ekspresi bingung pada wajahnya,

"Kenapa kau mengikutiku, Träger?"

"E--Eh? Bukannya kita sedang berjalan bersama?"

'Berjalan bersama'? Sejak kapan?

"E--Eh? 'Sejak kapan'? A--Aaah---"

Kelihatannya ia kebingungan untuk menjawab pertanyaanku, tapi kalau dipikir-pikir, aku memang serasa seperti mengajaknya tadi, jadi kupikir diriku juga salah di sini.

"---AAaaah, i--itu lo---"

Mencoba untuk menjelaskannya dengan sedikit melakukan gestur tangan yang random, sepertinya ia sedang panik.

Sungguh... padahal sikapnya yang sebelumnya sekalu ia perlihatkan terkesan sangat dewasa meskipun terasa sedikit kekanak-kanakan. Tapi mengapa ia tiba-tiba malah bertingkah jadi seperti seorang kouhai yang punya sifat malu-malu begini...?

"---Nah, apa kau paham?"

... Karena memikirkan hal itu, tanpa sadar aku mengabaikan seluruh kata-kata yang ia ucapkan dan tidak mendengarnya sama sekali.

Lebih baik aku alihkan saja pertanyaannya...

"Disamping itu, Träger. Kenapa pada saat di toko tadi kau malah bertingkah seperti anak kecil begitu? Jika kau tetap melakukannya, nama baikmu bisa-bisa tercemar lo."

Yah, tentu saja aku juga sih...

Aku tidak bisa terus menghabiskan waktu dengannya, dan bisa-bisa aku malah akan terlibat masalah jika terus menerus bersamanya.

Lebih baik aku pergi darinya sekarang.

"... Kau tidak akan menjawabnya...? Kita sudah tidak ada urusan lagi kan? Kalau begitu, aku pergi duluan, dah."

Aku melangkahkan kakiku untuk berjalan, pergi menjauh dari Träger sembari melambaikan tangan tanpa melihat ke belakang.

Saat kupikir aku sudah berhasil lolos darinya, tangan kananku tiba-tiba saja ditahan oleh seseorang, dan secara reflek membuatku berhenti berjalan.

Melihat ke asal tangan yang menahanku, tangan tersebut rupanya adalah milik Träger.

Pandanganku tertuju padanya, wajah yang memasang ekspresi serius itu. Tidak seperti yang kutahu, mungkin ini kali pertamanya aku melihat wajah seriusnya sejak pertama kali aku bertemu dengannya di gang kecil itu.

Kelihatannya dia ingin mengatakan sesuatu...

"Ada apa lagi?"

"Aku tidak berbohong perihal kau boleh curhat padaku mengenai sesuatu, lo."

Kenapa dia tiba-tiba membahas itu lagi...?

Dan juga, wajahnya terlihat sangat serius. Apa yang tiba-tiba terjadi padanya?

Aku merasa sedikit terkejut saat melihat wajah seriusnya itu, tapi aku yakin jika dirinya sebenarnya hanya ingin mengerjaiku lagi dengan kejahilan-kejahilannya yang lain.

"Sudah kukatakan padamu, aku ini sedang tidak patah hati lo."

"---"

... Dia tidak menjawabnya...?

Ada apa dengannya? Tiba-tiba serius begini...

Karena dia tidak membalas kata-kataku, aku pun melanjutkan ucapanku.

"Palingan juga nanti kau hanya ingin mengerjaiku lagi, kan?"

Kedua alis yang ia turunkan itu tiba-tiba saja ia naikkan, dan ekspresi serius yang ia pasang dari tadi ia ganti dengan senyuman ramah.

"Yah, itu mungkin saja sih."

Sudah kuduga...

"Tapi. Yah, pokoknya, anggap saja ini sebagai hadiah kecil karena telah mencoba untuk menolongku di gang kecil itu tadi. Mungkin aku bisa sedikit membantumu, hal yang sepertinya sedang 'menganggu' pikiranmu itu."

Sepertinya kali ini dia benar-benar serius.

"Bagaimana? Bukan penawaran yang buruk kan? Hitung-hitung sebagai rasa terima kasihku padamu. Tidak enak juga rasanya jika aku harus berhutang padamu."

Tindakan yang ia lakukan ini terkesan terlalu dipaksakan, sepertinya ada sesuatu yang mendorongnya untuk melakukan hal ini.

Tapi aku memiliki perasaan jika aku tetap mencoba untuk mengabaikannya lagi, dia akan tetap datang kembali padaku.

"... Ma--Mau bagaimana lagi, jika kau terlalu memaksa..."

Setidaknya, aku akan membicarakan hal itu saja padanya. Karena jika kulihat dari penampilan dan pedang yang ia bawa, sepertinya ia juga merupakan seorang petualang.

***

"Jadi, senjatamu tidak bisa di-enhance karena dibuat dengan bahan khusus?"

"Ya, kira-kira begitu."

Aku menjelaskan situasinya pada Träger. Kupikir akan bagus rasanya jika bisa membicarakannya dengan seseorang yang sepertinya merupakan seorang petualang kelas atas. Tetapi, alasan sebenarnya juga karena aku tidak terlalu tahu ingin membahas apa dengannya.

Ini satu-satunya ide yang kupikirkan.

Dari armor, dan senjata yang ia pakai, itu sudah cukup untuk membuatku menyimpulkannya seperti itu. Armor baja dengan beberapa corak merah, dan dua pedang yang memiliki ukuran dan panjang yang berbeda.

Lagi pula, kurasa tidak ada salahnya juga jika meminta sedikit saran dari seorang senior.

"Heeh, itu kasus yang cukup langka."

"Kasus langka?"

"Benar. Biasanya, seorang petualang tidak membuat senjatanya sendiri. Mereka hanya memesan untuk dibuatkan secara khusus oleh para penempa, ataupun membelinya secara langsung seperti biasa."

Jadi begitu. Yah, membuat senjata sendiri selagi berpetualang sepertinya juga akan sulit sih.

"Jadi, apa kau bisa memperlihatkan 'senjata' yang kau bicarakan ini, adikku?"

Aku jadi merasa terbiasa dengan tingkahnya yang selalu memanggilku seperti itu...

Mengambil pisau kecil yang sedari tadi kami bicarakan dari kantung celanaku, aku lalu menunjukkannya pada Träger, dengan meletakkannya di atas meja kosong yang ada di dekat kami agar ia dapat melihatnya dengan lebih jelas.

"... Benar-benar pisau yang kecil ya..."

Dia jujur sekali...

Dan entah mengapa, perkataanya itu serasa seperti telah menusuk diriku...

"A--Apa ada masalah dengan itu, Träger?"

Mencoba untuk mengatakannya dengan nada ramah dan sedikit senyuman, aku melakukannya agar wajah kesalku tidak terlalu terlihat.

"Tidak... hanya saja, aku jarang menemukan seorang pengguna pisau kecil."

"E--Eh... benarkah...?"

"Ya, benar. Biasanya orang-orang sekarang lebih sering menggunakan senjata semacam pedang pendek. Bukan jarang lagi... mungkin ini yang pertama kalinya."

Ya--Yah, pengguna pisau kecil sepertiku pasti selalu dianggap rendah ya... yah, itu sudah wajar sih.

Pengguna senjata langka ya... apa mungkin itu yang dia maksud? Yah, ini seharusnya tidak tergolong ke situ sih...

Tetapi, kalau dipikir-pikir, memangnya ada yang menggunakan pisau kecil seperti ini untuk melawan monster? Secara logis, ini benar-benar tidak masuk akal...

"Hmm... rasanya aku pernah melihatnya."

"Em? Ada apa?"

Aku tidak terlalu mendengar perkataannya karena sedang memikirkan sesuatu yang lain.

"Pisau ini... rasanya aku pernah melihatnya... di suatu tempat."

"Eh? Benarkah?"

"Benar, aku sangat yakin."

"100%?"

"Ya, 100%."

Tapi dimana dia pernah melihatnya...? Tidak, daripada itu, bagaimana bisa dia pernah melihatnya? Bukankah ini senjata pasukan raja iblis?

"Apa kau tahu sesuatu mengenainya?"

"Ya, begitulah."

Seriusan!? Setidaknya, walaupun itu hanya sekedar sedikit informasi saja, itu mungkin bisa sedikit membantu. Tidak, itu akan sangat membantu!

Hebat. Ini sangat tidak terduga, senior!

Sudah kuduga jika dia sebenarnya sangat dapat diandalkan!

"Ka--Kalau benar begitu, maka bantulah aku ya. Setidaknya, sebagai balas budi, aku akan membantumu juga di lain waktu."

"Hm? Ma--Mau bagaimana lagi! Anak muda memang semangat sekali ya! Baiklah! Kakak akan membantumu dengan sepenuh hati!"

Träger menyilangkan kedua tangannya di dada, terdengar jika ia sedikit terbata-bata di awal kalimatnya, namun tetap saja jika ia juga merasa percaya diri dan lumayan besar kepala karena diriku yang meminta bantuan padanya.

Meskipun begitu... gawat, aku jadi merasa bersemangat. Jika benar dia mengetahui sesuatu soal pisau kecil ini, mungkin hal itu bisa membawa kepada rahasia senjata ini.

Lagi pula, pisau kecil ini kan adalah senjata pemberian dari salah satu pasukan raja iblis!