Yuna masuk ke dalam ruangan staf ditemani bersama dengan salah satu pelayan yang juga bekerja di kafe ini, sepertinya dia adalah teman baiknya. Aku melihat mereka masuk ke dalam ruangan itu dengan perasaan tidak enak.
Träger berdiri di sebelahku, ia juga ikut mengantar Yuna yang sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Aku khawatir padanya--- Maksudku, sebenarnya apa yang baru saja terjadi padanya...?
Aku paham, jika bagian tubuh seperti ekor memanglah merupakan salah satu bagian yang paling sensitif di tubuh.
Meskipun begitu, jika akibat yang ditimbulkan sampai bisa-bisa membuat seseorang menjadi tidak enak badan dan lemas begitu rasanya sangat aneh sekali... bagaimana cara kerja bagian tubuh tertentu seperti ekor di dunia ini...?
Tetapi... mau bagaimanapun juga ini tetap merupakan kesalahanku, akulah yang telah menyentuhnya tanpa menanyakan boleh atau tidaknya terlebih dahulu pada Yuna.
Gerakan ekor mungkin sangat menggemaskan dan 'mengundang' terutama untuk seseorang yang lumayan menyukai bagian tubuh imut mereka sepertiku, namun karena itu jugalah aku dengan reflek langsung menggenggam ekornya Yuna yang menggoda itu.
Aku diam memikirkannya, sembari menyilangkan dadaku dan sedikit mengeluarkan keringat di wajah. Träger yang berada di sebelahku sepertinya menyadarinya dan mulai mengajakku berbicara. "Ada apa? Apa kau khawatir padanya?"
Tanpa menanyakannya pun, aku yakin jika dia seharusnya sudah tahu jika aku memang merasa khawatir. Tapi sepertinya dia dengan sengaja menanyakannya hanya untuk membuatku merasa tidak enak, agar aku dapat menyadari kesalahanku. Meskipun tidak menutup kemungkinan jika dia juga merasa khawatir padaku.
"---Apa dia akan baik-baik saja...?"
Aku tidak menatap Träger saat mengatakannya dengan suara pelan, melainkan menurunkan kepalaku sedikit dan melihat ke bawah. Aku merasa sedikit takut, jika orang yang baru kutemui saja bisa langsung membenciku, itu membuat diriku menjadi pesimis dan akhirnya berakhir ke dalam kondisi ini.
Meskipun kedengarannya kekanak-kanakan, tapi memikirkannya berbelit-belit seperti ini juga pasti akan membuatku semakin merasa bersalah, namun aku juga paham jika diriku sebenarnya telah dengan sengaja terus-menerus melakukannya agar diriku dapat bangkit kembali dengan sepenuhnya nantinya.
"Jangan khawatir. Menurut sepengetahuanku, meskipun para demi-human memiliki bagian tubuh sensitif yang lebih banyak daripada manusia biasa, mereka cenderung memiliki sifat yang baik dan pemaaf. Maka dari itu, bangkitlah ya. Jangan berkecil hati begitu terus. Agak aneh juga jika melihatmu dalam kondisi begini."
Träger menepuk pundakku, dia menenangkan diriku dengan caranya sendiri. Hal itu lalu berhasil membuatku merasa tenang meskipun hanya sedikit.
Kalau kupikir-pikir lagi, aku rasa aku belum pernah merasa seterpuruk ini sejak datang kemari, ke dunia ini. Apa mungkin ini dikarenakan diriku yang mulai beradaptasi dengan dunia ini...? Makanya aku jadi memikirkan semua hal-hal yang tidak terlalu penting untuk dipikirkan.
Perkataan Träger yang barusan sedikit menyembuhkan perasaanku dan aku mulai mencoba kembali untuk tersenyum saat menghadapinya.
"Kau benar. Agak aneh juga rasanya jika melihatku memasang wajah murung begini."
Rasanya sangat tidak cocok dengan karakterku yang biasanya. Aku lalu pergi mendekat ke jendela kaca terdekat yang ada di dalam kafe.
Aku telah membuat seorang gadis menangis, perasaan bersalah itu semakin menghantuiku tiap detiknya.
Melihat pantulan dari wajahku sendiri yang nampak murung di kaca, aku menaikkan kedua tanganku, menyentuh kulit dalam masing-masing sisi bibirku dengan jari telunjuk. Dan mulai mencoba untuk tersenyum meskipun terkesan terpaksa.
"Tapi yang itu tolong jangan dilakukan. Bukannya keren tapi itu malah terkesan menyeramkan. Memangnya kau ini apa? Sad Boy?
"A--A--A--Aku bukan Sad Boy! Aku tidak pernah mengalami cinta tragis ataupun menyedihkan, maka dari itu aku bukanlah seorang laki-laki yang bersedih karena diputus cinta..!"
Aku berteriak pada Träger karena merasa malu karena perkatannya, dan aku mencoba untuk menepis semua perkataannya itu dengan argumen yang baru saja kukumpulkan.
"Ya--Yah, semua orang pasti setidaknya pernah mengalami cinta sepihak, kan?"
Träger mendekat, ia lalu menepuk kedua bahuku dan mengatakannya dengan suara yang sedikit bergetar. Mendengar perkataannya barusan, aku hanya diam tidak bisa menjawab karena merasa jika kata-katanya yang barusan itu tidaklah salah.
Dari depan pintu staf, seseorang tiba-tiba saja keluar dari dalam sana, hal itu membuatku sedikit terkejut. Sedangkan Träger bersikap jika seolah-olah ia sudah tahu pintu itu akan dibuka.
Dari balik pintu yang akan tertutup itu, aku dapat melihat Yuna, wajahnya terlihat sedikit memerah, sepertinya ia masih merasa malu-malu untuk bertemu denganku secara langsung. Yah, itu juga berlaku untukku sih.
Seseorang yang muncul dari balik pintu itu adalah pelayan yang baru saja mengantar Yuna ke dalam ruang staf sebelumnya. Karena dia adalah seorang pelayan, tentunya dia juga bekerja di kafe ini.
Nama dari pelayan tersebut adalah Tasie.
Ia tentunya adalah seorang gadis bertelinga hewan-- tidak, sepertinya bukan. Kurasa aku hanya salah lihat saja. Gaya rambut pendek twintail mininya sekilas terlihat seperti telinga hewan, mungkin karena alasan itulah yang dapat membuatku berpikir seperti itu.
--Itu berhasil membuatku tertipu... dia juga tidak punya ekor.
Aku mencoba untuk melihat bagian belakang tubuh Tasie.
Dia menyadari perbuatanku itu dan langsung membuat candaan mengenainya.
"Aha Ha. Seperti yang Yuna katakan, kakak ini memang sangat dipenuhi rasa penasaran, ya."
Itu sedikit membuatku terkejut, karena tanpa sadar diriku telah berada di sebelahnya.
Kelihatannya dia adalah manusia normal. Jika dilihat dari penampilannya, celemek berwarna merah muda yang ia pakai, kemungkinan besar dia bekerja di dapur. Tidak seperti Yuna yang harus melayani pelanggan secara langsung.
Dia terlihat sedikit lebih tinggi daripada Yuna. Tinggi yang ideal untuk penyuka gadis pendek.
Dadanya tidak terlalu besar maupun kecil-- tidak, mungkin itu sedikit lebih besar. Dari ekspresi yang ia tunjukkan di wajahnya, ia terlihat seperti gadis yang periang.
Aku bisa mengatakannya, jika Tazie adalah tipe gadis idaman yang selalu menjadi pusat perhatian di kelas. Singkatnya, dia sempurna.
Yah, asalkan dia tidak memakai penutup mata begitu sih...
Tasie mengenakan sebuah penutup mata yang ia letakkan di depan mata kanannya. Melihatnya yang seperti itu, membuatku berpikir jika dirinya adalah seorang chuuni akut.
Lagi pula, kurasa dia masih berada dalam usia dimana dirinya selalu berpikir yang berlebihan.
Yah, meskipun juga tidak menutup kemungkinan jika matanya sedang terkena penyakit sehingga membuat dirinya dengan terpaksa menutup matanya seperti itu.
( Note: Chunni/Chunnibyou = orang yang suka delusi kebanyakan anak kecil yang mengalaminya )
Tapi...
Ini adalah dunia pararel fantasi. Pernyataan itu berhasil membuatku memikirkan beberapa kemungkinan yang ada.
Rasa penasaran muncul dalam benak dan menghantui diriku.
Jangan menanyakannya. Jangan menanyakannya. Jangan menanyakannya. Jangan menanyakannya. Jangan menanyakannya. Jangan menanyakannya!
"Hey, Dik Tasie. Mengapa kau memakai penutup mata seperti itu? Hanya sebelah saja pula."
Dia menanyakannya...
"Ah, soal penutup mata ini, ya? Sebenarnya, aku memakainya atas saran seorang teman. Aku juga tidak terlalu paham mengapa dia ingin diriku untuk memakainya."
Jadi bukan karena dia seorang Chuuni, ya...
Tapi...
Selera temannya itu kurasa boleh juga. Memang benar jika Tasie terlihat sangat cocok dengannya.
Aku merasa sedikit penasaran akan sesuatu dan bertanya padanya.
"Apa kau tidak kesulitan untuk melihat karena memakainya sepanjang waktu begitu?"
"Yah, pada awalnya aku memang mengalami banyak sekali kesulitan. Bahkan aku sampai membuat banyak sekali masalah yang sangat merepotkan. Itu sangat sulit lo... tapi pada akhirnya aku bisa menyesuaikan. Yah, karena dia terlihat sangat senang jadi aku tetap meneruskannya, lagi pula, ini juga terlihat sangat imut... kakak pasti akan tahulah alasannya, ya."
Jadi begitu. Dia tidak ingin melukai perasaan temannya dan berusaha demi yang terbaik.
Aku tidak tahu mengapa ataupun bagaimana bisa...
Diriku tanpa sadar langsung mengelus kepala Tasie.
Dalam beberapa detik saat sedang melakukannya, aku tiba-tiba saja menyadari hal yang baru saja kulakukan.
"Ka--Kau ini gadis yang baik, ya. Aku yakin kau pasti punya banyak teman."
"Ya--Ya, begitulah."
Sepertinya dia tidak menduga jika aku akan mengelus kepalanya seperti itu.
Jujur saja, aku juga sangat tidak menduganya.
Karena diriku tiba-tiba saja melakukan sesuatu yang bukan menjadi kebiasaanku.
Ini berada di luar karakterku.
Träger yang melihat tindakanku mulai melototi diriku yang memasang wajah tidak bersalah.
"Da--Daripada itu, bagaimana dengan kondisi Yuna? Apa dia sudah baikan?"
Aku jadi merasa tidak enak karena malah ikut-ikutan menanyakan hal yang bersifat pribadi seperti ini, maka dari itu aku mengalihkan pembicaraannya.
Yah, walaupun alasanku yang sebenarnya bukan itu, sih...
"Ah. Dia sudah baik-baik saja. Setidaknya, untuk sekarang."
'Untuk sekarang'? Apa maksudnya?
Aku merasa tidak yakin dengan perkataannya yang barusan itu, dan aku pun pergi mendekat ke kaca untuk mengintip Yuna dari luar ruangan tempat ia berada.
Aku baru saja menyadarinya, tapi. Jika baru saja dia terlihat sangat lemas dibandingkan dengan dirinya saat sedang melayani kami tadi.
Perlahan demi perlahan, wajah Yuna yang sedang melihat ke arah meja terlihat menjadi semakin berwarna merah. Dan juga, ia mulai memukul-mukuli meja yang ada di depannya.
--Apa yang sedang dia pikirkan...?
Itu sedikit membuatku bertanya-tanya akan hal yang sedang ia lakukan.
Mulutnya terlihat bergerak, sepertinya ia sedang mengatakan sesuatu, namun perkataannya tidak dapat kudengar dari sini. Sepertinya ruangan itu kedap suara.
Pukulan demi pukulan itu terlihat lembut, malahan terkesan sangat imut.
Beberapa detik setelahnya, Yuna akhirnya berhenti memukuli meja yang ada di depannya itu. Wajahnya jatuh ke atas meja, dan ia terlihat semakin lemas dari sebelumnya.
--Serius, apa yang sebenarnya dia lakukan....?
"Kakak ini tidak percayaan, ya. Bagaimana? Dia sudah kelihatan lebih baik kan?"
'Lebih baik'? Darimananya?
Kami berdua mengintip melalui jendela, melihat Yuna yang curi-curi pandang ke arah pintu. Sepertinya ia masih belum menyadari keberadaan kami yang sedang mengintip dirinya.
--Mengapa aku malah merasa bersalah saat melihatnya seperti ini...?
Saat sedang memikirkannya, tiba-tiba saja pandangan Yuna tertuju pada kaca tempat kami sedang mengintip. Yuna melihat ke arah kami, aku dan Tasie yang sedang melihat dirinya berperilaku aneh sedari tadi.
Menyadari kami, Yuna dengan segera langsung mencoba untuk menutupi wajahnya yang merah merona itu dengan kedua tangannya. Kelihatannya ia sedang mencoba untuk mengatakan sesuatu berdasarkan pergerakan dari mulutnya.
"Benar kan?"
'Benar kan'? Apanya?
Aku merasa tidak enak karena telah melihatnya melalui kaca seperti ini, aku pun menjauh dengan segera.
"Lain kali jangalah kau sentuh ekor Yuna sembarangan ya, kakak. Setidaknya, kau harus menanyakannya lebih dulu padanya."
"Menanyakan, apanya?"
"Tentu saja perihal boleh atau tidaknya, kan?Yah, meskipun akan jauh lebih baik jadinya jika kau langsung melamarnya saja sih..."
"Melamar...?"
"Pokoknya, lain kali kau harus bersikap yang baik padanya. Bisa dapat maaf darinya saja sudah beruntung lo."
Tasie mengabaikan pertanyaanku, dan segera lanjut berbicara.
"A--Ah, sekali lagi, aku minta maaf."
"Minta maaf, diterima! Akan kusampaikan padanya nanti!"
***
Setelah itu, kami pun akhirnya pergi dari kafe demi-human itu dan menuju ke tempat-tempat berikutnya. Tempat-tempat yang kami tuju salah satunya adalah tempat konstruksi. Kami sudah pergi ke sana, tapi sayangnya kami tidak diperbolehkan untuk masuk karena tidak memiliki kepentingan khusus.
Träger mencoba untuk memaksa masuk tapi aku dengan segera menghentikannya. Akan bahaya jika kami malah akan merusak properti-properti mereka.
Setelah itu, kami pun pergi ke jembatan yang letaknya berada di pusat kota, lebarnya kira-kira 5m. Tapi tujuan kami pergi ke jembatan itu bukan untuk menelusurinya ataupun melihat pemandangannya saja, melainkan untuk menelusuri parit yang ada di bawahnya.
Parit itu membentang cukup lebar sehingga akhirnya dibuatlah jembatan berbahan batu agar para penduduk dapat melintas dengan lebih mudah.
Aku melepas kedua sepatuku dan turun ke bawah jembatan. Tidak terduga, jika parit yang ada di dunia ini terlihat sangat bersih. Airnya terlihat sangat bening, aku tidak akan heran jika anak-anak di sekitar akan lebih sering pergi ke sini untuk mandi.
Parit ini cukup lebar daripada yang kukira, sehingga aku bisa bergerak dengan leluasa kapanpun aku menginginkannya.
Aku turun dan pergi masuk ke parit, menginjakkan kakiku pada genangan air itu. Rasanya sangat berbeda, ini malah terkesan seperti sungai yang bersih daripada parit.
Pemandangan yang kulihat juga tidak kalah indahnya dari bawah, mungkin karena kota ini dari awal memang sudah terlihat seperti itu. Sangat mengagumkan.
"Hey, Träger! Apa barangnya benar-benar ada di sini?"
Aku sedikit mengencangkan suaraku agar dapat didengar oleh Träger yang berada di atas jembatan.
"Ya! Seharusnya ada!"
Träger ikut mengencangkan suaranya, ia berdiri tepat di sisi samping jembatan agar dapat melihatku dengan lebih jelas.
Baguslah jika benar ada... tetapi... kalau dipikir-pikir bukankah seharusnya dia juga ikut turun ke bawah bersamaku...? Agar pencarian ini dapat menjadi lebih cepat dan mudah.
Memikirkannya lebih jauh lagi, aku menjadi semakin tidak yakin akan hal ini...
Aku menaikkan lengan bajuku yang panjang serta celanaku agar mereka tidak basah kuyup sama seperti yang sedang terjadi pada kedua pangkal kakiku sekarang.
"Hmm..."
Lagi pula, sebenarnya yang sedang kami cari itu apa...? Apa bahan untuk meng-enhance sebuah senjata benar-benar dapat ditemukan dengan mencarinya di parit seperti ini...?
Yah, setidaknya aku lakukan saja dulu. Pulang tanpa membawa hasil apapun juga pasti akan sakit rasanya...
Disaat sedang sibuk mencari sesuatu yang sama sekali tidak kuketahui itu, Träger tiba-tiba saja berteriak memanggilku.
"Lo--Lort!"
Dia mengeraskan suaranya dengan sengaja, sepertinya ada sesuatu yang sedang terjadi. Tapi karena aku merasa jika itu terlalu merepotkan untuk melihat ke atas ditambah dengan sinar matahari yang sangat terang akan langsung menusuk mataku, aku pun memutuskan untuk tidak berpaling dari hal yang sedang kulakukan ini.
"Em? Ada apa?"
"Di--Di belakangmu!"
"Belakangku? Ada apa memangnya?"
Aku masih tidak berpaling. Karena aku percaya jika itu hanya akan membuat diriku menyesal karena selalu mengikuti kata-katanya yang selalu tidak jelas itu.
"Sudahlah, lihat saja!"
Sekarang dia mulai memaksaku...
"---Memangnya ada apa sih---"
Dalam sepersekian detik ketika aku sedang mengalihkan pandanganku, dalam sekejap aku bisa langsung menyadarinya. Pancuran air yang keluar dari alat kelamian seseorang yang dinamakan laki-laki.
Air yang keluar dari pedang tak bersarung itu mengalir, menuju ke dalam parit tempatku berpijak.
Ada anak-anak sedang buang air kecil di sini!
Tidak hanya satu orang saja, mereka bahkan membawa satu gengnya kemari.
"Eh!?"
Aku melihat ke bawah, tempatku berpijak. Dan aku menyadari jika terlihat gumpalan air berwarna kuning sedang mengalir ke arahku.
Itu sudah terlambat saat aku menyadarinya.
Tubuhku seketika bergetar hebat. Rasanya seperti ada tegangan listrik yang sangat tinggi baru saja mengalir ke seluruh tubuhku.
"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA...!"
Aku berteriak sangat kencang.
Träger yang sedang melihatku pun berusaha untuk menutup wajahnya karena takut akan hal yang sedang ia lihat.
"Wo--Woi! Dasar anak-anak nakal! Tu--Tunggu! Jangan kabur kalian...!"
Mereka berbondong-bondong lari setelah melihat diriku yang baru saja sadar akan kejahilan yang baru saja mereka lakukan.
Sepertinya, kelompok anak-anak kecil itu dari awal memang sudah mengincar kami yang hendak masuk ke parit ini sejak tadi, tidak, mungkin lebih tepatnya mereka hanya mengincarku saja.
Harus kuakui, jika air ini memang terlihat sangat indah dan bening. Asalkan tidak ada pemandangan yang sangat tidak enak seperti anak-anak yang sedang buang air kecil, tempat ini mungkin seharusnya bisa menjadi sangat sempurna.