Chereads / LOROLOJO: Lord Rord Lort Journey / Chapter 19 - Vol I 18 『Armor Berbobot』

Chapter 19 - Vol I 18 『Armor Berbobot』

Aku berjalan di kota.

"Rord itu, kemana perginya dia...? Meninggalkanku sendirian begini dan pergi lebih dulu begitu saja, tidak seperti biasanya..."

Aku berjalan di dalam keramaian dan menyatu dengan sendirinya.

Jalanan kota terlihat sangat ramai, seperti biasanya.

Sejak aku tiba di dunia ini, situasi kota belum pernah berubah. Yah, lagi pula tempat ini adalah kota besar sih. Jadi wajar saja, jika tiap hari selalu ramai rasanya.

Pandanganku tertuju pada mereka, manusia-manusia yang ada di dunia ini. Mereka bisa terbilang unik, memiliki warna rambut yang tidak biasa, rambut yang sangat berwarna. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan jika bisa saja mereka dengan sengaja mewarnainya karena alasan tertentu.

Untuk ukuran dunia fantasi, hal ini mungkin sudah dibilang biasa, tetapi, untuk orang baru sepertiku mungkin bisa dibilang untuk sulit 'beradaptasi' dengan lingkungan sekitar.

Telinga hewan: telinga anjing, telinga kucing, dan telinga kelinci, sering kali kulihat setiap harinya, termasuk sekarang ini.

Aku keluar dari keramaian dan memerhatikan seorang wanita bertelinga kelinci sedang memindahkan barang. Sepertinya, ia ingin memindahkan barang tersebut untuk menambah persediaan tokonya.

Barang tersebut kelihatannya berat, dan ia terlihat kesulitan saat sedang mencoba untuk memindahkannya.

Menyadarinya, aku dengan segera menghampiri wanita bertelinga kelinci tersebut, " Biar kubantu, kak."

"Ah, terima kasih. Aku sangat terbantu."

Tidak hanya orang-orang kemonomimi saja yang ada di dunia ini, makhluk yang benar-benar berbentuk seperti hewan pun juga dapat ditemukan. Hanya saja, mereka berdiri dengan kedua kakinya, dan berbicara layaknya seorang manusia.

Aku biasanya menemukan mereka di tempat konstruksi, sedang membangun bangunan baru di kota. Mungkin mereka melakukannya, karena memiliki fisik yang lebih kuat daripada manusia biasa.

Aku melihat mereka yang berada di ketinggian, sedang menaiki bangunan yang tinggi itu hanya dengan tangan dan kakinya tanpa bantuan satu alat pun, sepertinya mereka sedang membangun penginapan baru.

Saat sedang memerhatikannya, tanpa kusadari butiran air dari cat yang salah satu orang itu bawa pun terjatuh dan mengenai wajahku.

Di luar sangat aman karena tidak ada monster yang mengancam keselamatan, jadi anak-anak pun diperbolehkan untuk berkeliaran ke sana kemari.

Dunia yang sedang krisis ya...

Siapa juga yang akan bisa menduga jika dunia ini sedang dalam kondisi krisis saat sedang melihat pemandangan yang penuh dengan kemadaian seperti ini...?

"... Tidak buruk juga."

Tanpa kusadari, wajahku tersenyum saat mengatakannya. Dan aku pun bergegas untuk pergi ke tempat tujuan.

Saat sedang berjalan di keramaian, pandanganku secara tidak sengaja tertuju pada sebuah gang kecil yang ada di sana.

Aku menghentikan langkahku, dan keluar dari keramaian.

Diam selama beberapa detik, di dalam gang tersebut, aku dapat melihat seorang perempuan sedang duduk dan bersandar pada dinding gang.

Aku menggesek-gesek kedua mataku karena merasa tidak percaya dengan apa yang kulihat.

"... Seorang wanita...?

Aku berjalan mendekat ke wanita tersebut dan menghampirinya.

Kelihatannya dia tidak sadarkan diri...

"Bagaimana bisa ada seorang wanita di gang-gang kecil seperti ini...?"

Apa tidak ada yang melihatnya...?

Aku mengalihkan pandanganku ke jalanan tempat orang-orang berlalu lalang.

Sepertinya, tidak.

"Oii..., kakak, bangunlah. Apa kau baik-baik saja...?"

Aku mencoba untuk membangunkannya dengan memanggilnya beberapa kali, namun dia tidak kunjung bangun, sepertinya dia masih belum menyadari keberadaanku.

Tidak bangun ya...

Tetapi..., kakak ini cantik juga ya...

Penjagaannya lemah sekali...

Dalam posisi seperti ini, aku dapat melihat kedua payudaranya dengan jelas, meskipun tertutupi oleh armor baja yang ia pakai.

Ukurannya cukup besar, sepertinya itu hampir sama dengan milik Schmied.

Paras yang cantik, serta payudara yang besar.

Kakak yang sedang tidak sadarkan diri ini, memiliki rambut panjang berwarna abu-abu yang diikat kuncir kuda dengan ikat rambut berwarna hitam.

Dia memakai setengah armor baja wanita dengan manset polos hitam panjang sebagai baju dalamannya.

Serta sarung tangan jari terbuka berwarna hitam pada masing-masing tangannya.

Karena desain armornya, aku dapat melihat pundaknya, terlihat jika bahu kanannya terbuka sehingga aku dapat melihat kulitnya yang mulus itu.

Kakinya yang penuh celah itu ditutupi dengan pantyhose berwarna hitam polos, stocking yang serupa dengan celana pada umumnya.

Terlihat sangat feminim.

Tidak, lebih tepatnya mungkin seksi.

Ini hanya tebakanku saja, tapi kemungkinan besar usianya lebih tua dariku.

Memikirkan itu, pandanganku tiba-tiba saja tertuju pada dua benda yang tergeletak di sampingnya.

Itu merupakan pedang, dua pedang yang memiliki tinggi dan ukuran yang hampir sama.

Bentuk kedua pedang itu berbeda, sepertinya itu disengaja.

Yang satu lebih panjang, dan yang satunya lagi lebih pendek. Ukuran mereka juga berbeda.

Mengapa bisa begitu ya...? Apa mungkin dia salah beli?

Itu benar, bukankah biasanya mereka menggunakan jenis pedang yang sama? Kupikir itu akan sedikit menganggu bagi mereka.

... Tetapi, kakak ini harus kuapakan ya...?

Memikirkannya, diriku seperti mengingat suatu hal yang sangat penting.

Aku melihat ke sekitar, untuk memastikan jika situasinya sudah aman.

Aku semakin mendekatkan diriku pada kakak yang sedang tak sadarkan diri itu, semakin dekat sampai ke depan wajahnya.

Menunjukkan senyuman paman-paman penuh misteri seolah-olah seperti ada sesuatu yang sedang bangkit jauh di dalam diriku.

....

Karena terbawa suasana, pada akhirnya aku malah menggendongnya.

Dalam posisi ini, aku dapat merasakan sensasi kedua dadanya yang lembut itu menempel di punggungku.

Jadi seperti ini rasanya...

Harus kuakui, ini cukup lembut meskipun rasanya terasa sedikit aneh.

Jika ada genre begituan, pasti dia sudah berakhir dari tadi...

Tetapi, kakak ini berat juga. Apa itu dikarenakan armor yang ia pakai berbobot semua...?

Bingung akan apa yang harus kulakukan dalam situasi seperti ini, aku belum pernah mengalaminya, maka dari itulah aku merasa sedikit kebingungan.

Lagi pula, siapa juga yang akan dapat menemukan seorang wanita cantik sedang tak sadarkan diri di gang-gang kecil kota?

Aku bisa saja membangunkannya secara paksa, tapi aku merasa tidak enak untuk melakukannya.

Alasannya, karena bisa saja jika dia nanti malah akan mengira jika aku adalah orang yang jahat.

...! Tu--Tunggu, tunggu! Ini bukan tindakan kriminal kan?

Sepertinya memang benar jika dia sedikit lebih tua daripadaku, jadi kurasa ini aman-aman saja.

Bagus, jika begini situasinya, aku pasti akan bisa melawan balik!

... Eh? Tapi... kalau dia bangun dalam keadaan seperti ini, kira-kira prasangka macam apa yang akan dia pikirkan terhadap diriku ya...?

Mengintip ke belakang, aku memandangi wajah kakak itu, dia telah sadarkan diri, dan kami pun saling menatap satu sama lain selama beberapa detik.

"..."

Wajahnya terlihat lugu...

Kedua matanya berwarna coklat dan itu terlihat sangat cocok dengannya.

"Se--Selamat pagi---?"

Menyadari hal yang sedang terjadi padanya, aku memegangi kedua pahanya dalam menggendongnya, kakak itu memberontak, membuat tubuhku menjadi tidak seimbang dan akhirnya terjatuh ke depan, mengenai tanah yang kasar.

Aku bangkit dari bawah dan mulai mendengar tuntutan wanita itu.

"Kau! Apa yang baru saja ingin kau lakukan?!"

"Tu--Tunggu sebentar, sepertinya ada kesalahpahaman di sini!"

"Tidak! Aku tidak akan menunggu! Aku yakin sekali, jika tadi kau ingin mengambil kesempatan di dalam kesempitan kan!?"

Menuduh diriku layaknya hanya aku lah yang salah dalam situasi ini, ia menunjukku dengan jari telunjuknya.

"Astaga. Sudah kuduga jika hal seperti ini pasti akan terjadi. Jadi, apa pembelaanmu? Aku harap kau tidak akan memutar balikkan faktanya di pengadilan nanti."

Pembelaan apanya? Memangnya sudah pasti akan masuk ke situasi itu?

"..."

Mencoba untuk tidak memperburuk situasi, aku bersandar pada dinding.

Mengetahui sikapku itu, kakak itu mendekat padaku dan membuatku terdesak ke belakang.

Dia menampar dengan keras dinding tempatku bersandar.

Ka--Kabe Don?!

Efek dari tamparan itu membuat tembok tersebut retak, dan membuat nyaliku ciut seketika.

Suaranya sangat mengerikan, aku tidak bisa membayangkan jika yang ia tampar barusan adalah diriku.

Melihat ke asal suara tersebut, dinding tersebut telah retak membentuk cetakan tangan dari wanita itu.

Se--Seram...!

"Apa kau punya masalah denganku...!?"

"Ti--Tidak. Aku tidak punya---"

Lemas karena hal tersebut, aku menjatuhkan diriku ke tanah dan melihat kakak tersebut dari bawah.

Aku ingin menangis...

Rasanya aku ingin menangis...!

Dalam situasi yang menegangkan itu, tiba-tiba saja terdengar suara yang berasal dari kakak yang sedang merundung diriku ini.

Perutnya berbunyi. Sepertinya dia sedang lapar.

"... A--Anu, aku tahu toko kue yang lumayan dekat dari sini, apa kakak mau ikut...?"

Singkat cerita, kakak itu pun menerima ajakanku, dan kami pun pergi ke toko kue tersebut.

Niatku yang sebenarnya hanya untuk menghindari masalah, tapi itu sepertinya malah berakhir lebih buruk daripada yang kubayangkan.

Kami memesan makanan yang sangat banyak dan ia pun memakannya dengan lahap.

Makannya banyak juga...

"Permisi-- Aku ingin pesan kue Night Chocho ini lagi!"

Eh? Tambah lagi?

"Ini semua, kau yang bayar kan?"

"Eh?! Eh?! Kenapa malah jadi aku yang kena?!"

"Habisnya, bukankah kaulah yang telah mengajakku? Setidaknya bertanggung jawablah sebagai seorang lelaki."

Sial, itu jawaban jebakan.

Jika aku membalasnya kembali, bisa-bisa dia malah akan kembali memojokkanku.

Kakak ini tidak semenakutkan yang kukira. Mungkin karena pada situasi sebelumnya lah dia terpaksa memakai sifat seperti itu.

"Ahm!"

Aku meletakkan pipiku pada telapak tanganku yang sedang bersandar di meja.

Melihat ke arah dua benda yang kakak itu letakkan di sebelahnya.

Dua pedang...

Ternyata ukuran dan panjangnya benar-benar berbeda...

"Hey Junior."

"Junior?"

"Tidak usah pakai 'Junior' panggil saja dengan namaku."

"Kalau begitu, namamu siapa? Kau belum memberitahunya padaku..."

"Erm... namaku, Lort."

"Lort...? Nama yang aneh..."

Setiap kali selesai berbicara, ia kembali memakan kue yang ada tepat di hadapannya.

Kue yang ada di piringnya sudah habis tidak tersisa dan hanya meninggalkan sedikit potongan kecil dari kue itu saja.

Ia mengambil potongan-potongan kue kecil tersebut dan memakannya.

Menjilat jari-jari dan bibirnya sendiri, itu terlihat sedikit menggoda dan aku pun mengintipinya.

Setelah itu, kakak itu pun berdiri dari kursinya dan memegang kedua sisi pinggulnya dengan tangan.

Memalingkan pandangannya pada diriku dan tersenyum.

...?

"Namaku adalah Träger, seperti yang kau lihat, aku adalah pengguna dua pedang."

Aku sudah tahu...

"Apa tidak ada hal lain yang ingin kau katakan padaku, Träger?"

Seperti minta maaf atau semacamnya...

"A Ha Ha... maaf-maaf. Aku telah menuduhmu yang tidak-tidak, meskipun sebenarnya kau hanya berniat untuk membantuku."

Träger mencoba untuk sedikit tertawa sembari menggaruk kepala belakangnya.

Tindakan itu ia lakukan untuk sedikit menunjukkan rasa bersalahnya pada diriku.

***

Meskipun pada awalnya ia terlihat seperti seseorang yang sangat menakutkan, tapi sikap aslinya ternyata sangat berbeda jauh dengan yang ia sebelumnya perlihatkan.

Polos, lugu.

Tu--Tunggu, sejak kapan ia memesan kue lagi...?

"Oi, kakak, aku tidak punya uang sebanyak itu, tahu."

"Tenang saja, untuk sisanya, aku akan membayarnya sendiri."

Setelah mengatakan itu, kakak itu lalu melihat ke arahku seolah-olah ekspresi pada wajahnya berkata seperti ia sedang mengetahui sesuatu.

"... Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Tidak... hanya saja, pakaian yang kau pakai itu terlihat unik."

Ah, pakaianku ya... wajar saja jika dia berpikir begitu.

"Apa kau ini adalah seorang pengembara, Lort?"

"Tidak. Kenapa kau bisa menyimpulkannya seperti itu...?"

"Eh? Jadi bukan ya? Kalau begitu, apa kau ini seorang petani?"

"Bukan."

"Penebang kayu?"

"Bukan."

"Pemburu?"

"Bukan."

"Ah! Aku tahu! Pasti seorang pengembara kan?"

"Kenapa malah kembali ke situ? Aku ini seorang petualang loh, petualang."

"A Ha Ha...aku tahu kok. Sebenarnya, aku hanya sedikit ingin menggodamu saja. Ehe."

Apa tujuan dia ingin ikut denganku hanya untuk mengejekku saja...?

Träger kembali ke duduk di kursinya dan meminum jus jeruk yang telah ia pesan sebelumnya.

Dia sedikit memandangiku selagi meminum jus jeruknya.

"... Kelihatannya kau sedang patah hati. Ada apa? Kau bisa menceritakannya pada kakak kok."

Bagaimana bisa dia menyimpulkan sesuatu secepat itu?

"Tidak. Aku tidak sedang patah hati kok."

"Eeh...? Padahal kupikir kau sedang dalam masa-masanya..."

Tebakanmu itu salah, kakak yang sok tahu. Masa puberku itu sudah lama sekali, tahu.

"Kalau begitu, apa? Pasti ada sesuatu yang memenuhi isi pikiranmu, kan?"

"Tidak. Tidak ada kok."

"Eeh? Bohong...! Aku yakin pasti ada...! Lagi pula, insting wanita itu tidak pernah salah...!"

Mengeluh layaknya anak kecil, Träger menggeliat seperti kucing yang ingin di manja di kursinya.

Kenapa dia bertingkah seperti anak kecil begitu...?

"Bohong! Bohong! Bohong...! Beritahukanlah pada kakakmu ini kebenarannya...!"

"Oi, oi, kenapa kau bertingkah begitu? Kita jadi dilihatin sama pelanggan lain, tahu."

Aku mencoba untuk berbisik pada Träger yang sedang berbaring dan tidak dapat kulihat karena pandanganku terhalangi oleh meja.

"Setelah semua yang kau lakukan pada kakakmu ini di gang sempit itu---"

"A--"

Menyentuh bibirnya yang lembut itu saat mengatakannya, Träger mengedipkan salah satu matanya yang berbinar-binar itu setelahnya.

"Aah! Aah! Kamu kasar banget sih...! Wahai adikku yang suka main kasar..."

Setelah itu, pandangan semua orang yang berada di dalam toko pun tertuju pada kami. Tidak peduli itu pelanggan, ataupun staf toko. Semuanya, tertuju pada kami berdua.

Orang-orang di sekitar mulai berbisik-bisik setelahnya, membicarakan sesuatu yang sangat tidak ingin kuketahui.

Salah satu staf toko pun menghampiri kami, dan berkata: "Tuan dan nyonya, mohon maaf, tapi bisakah anda pergi dari toko kami?"

Dan kami pun diusir dari toko kue tersebut.