Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 3 - Membuat Kesepakatan Dan Peraturan

Chapter 3 - Membuat Kesepakatan Dan Peraturan

"Pak, udah hampir 1 jam ni Saya berdiri, gara-gara Bapak, Saya ketinggalan pelajaran Fisika kan jadinya." Arsyilla menggerakkan kakinya yang mulai terasa pegal akibat berdiri terlalu lama.

"Saya harus selesaikan pekerjaan Saya lebih dulu." Dhika menjawab dengan mata tetap fokus ke buku yang tersusun rapi di hadapannya, ia sedang mengkoreksi tugas.

"Lah, kalau gitu ngapain saya disini?" Rasanya Arsyilla ingin kesurupan sekarang dan mencekik Mahardhika, agar jika pria ini mati dirinya tidak masuk penjara. Karena Dia tanpa sadar melakukan itu.

Dhika tau jika kaki remaja ini sudah kebas, namun dirinya enggan menawarkan Arsyilla untuk duduk, siapa suruh gadis itu tadi menolak tawarannya.

"Jangan berisik, Saya makin lama jika Kamu recoki," ucap Dhika tanpa melihat Arsyilla.

Saat Arsyilla ingin membalas ucapan guru pikunnya, terasa getaran ponsel dari saku roknya, dengan segera Arsyila melihat pesan yang masuk. Eh, ternyata gebetan 1 dan lima yang mengiriminya pesan.

Geb 1 (Gabriel)

"Hai cantik, ntar istirahat. Kantin bareng ya?" Gabriel si ketua osis sekaligus Most wanted Sj High School.

"Okeh," jawab Arsyilla.

Lalu gadis itu tutup room chatnya bersamaan gebetan 1 beralih ke gebetan lima.

Geb 5 (Alfandi)

"Ci, pulang sekolah bisa temenin Aku ke toko buku?" Alfandi si juara olimpiade yang tampannya buat hati meleleh.

"Bisa dong," jawab Arsyilla dengan emot senyum. Alfandi agak berbeda dari semua gebetannya, cowok ini lebih kalem dan santai, tidak pernah gombal dan selalu to the point, kayaknya Cia bakal naikkan jabatan tu cowok deh.

Dhika merasa aneh dengan kesunyian ruangannya, tidak ada suara remaja yang merecokinya seperti tadi, dengan sedikit mengangkat kepala, Dhika melihat apa yang sedang di lakukan Arsyilla.

Dhika terpana dengan senyum manis Arsyilla, dua lesung pipi yang dalam, wajah kecil berbentuk hati, warna kulit kuning langsat yang bersinar serta rambut hitam lebat yang bergelombang, jika Arsyilla yang tenang seperti ini, itu akan jauh lebih menarik.

Arsyilla tidak sadar jika ada mata yang begitu fokus menatapnya, gadis itu masih sibuk membalas chat Alfandi, sedangkan pesan Gabriel, Dia abaikan.

"Berani buka hp diruangan kepala sekolah?" Arsyilla mendengar namun Dia berlagak tuli dengan sindiran Dhika.

"Arsyilla Ayunda." Suara dingin Dhika mengintrupsi.

"Saya udah boleh keluar?" tanya Arsyilla tanpa rasa bersalah.

"Duduk."

"Tidak."

"Saya bilang duduk." Arsyilla masih diam di tempat, Dia tidak akan mau mengalah apalagi kalah. Sorry to say.

"Jika Kamu keras kepala begini, masalah ini tidak akan selesai."

"Masalah yang mana ni? Kalau masalah Pr tinggal Bapak kasi sa--."

"Perjodohan." Secepat kilat Arsyilla langsung duduk dan merapatkan kursinya kemeja kerja Dhika dengan semangat.

"Di batalin kan, Pak?" Mata Arsyilla berbinar seperti kucing anggora mendapat snack.

"Itu mustahil," jawab Dhika tenang, dan Arsyilla kembali sendu, Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi tanpa daya.

"Saya ataupun Kamu tidak bisa menolak, maka dari itu mari buat kesepakatan."

"Tapi tetap aja kan intinya Kita menikah?" Dhika bisa merasakan jika Arsyilla begitu tertekan dengan perjodohan ini.

"Hem, tapi Kita bisa bercerai di saat Kamu sudah menemukan pria yang baik setelah Kamu benar-benar siap berumah tangga."

"Dan status Saya janda begitu? Laki-laki mana yang mau?" Arsyilla semakin kesal sekarang.

"Jika pria itu benar mencintaimu, Dia tidak akan peduli pada statusmu, lagipula Kita tidak akan melakukan hubungan suami-istri." Arsyilla menegakkan tubuhnya dan menatap pria tua di depannya ini dengan serius.

"Maksud Bapak?"

"Kita menikah hanya karena perjodohan, dan Saya tidak akan mengambil keuntungan apapun. Sama sepertimu, Saya juga tidak menginginkan pernikahan ini."

"Bapak udah punya pacar ya?" Tebak Arsyilla.

"Tidak ada pembahasan masalah privasi di antara Saya dan Kamu." Arsyilla juga tidak ingin tau sebenarnya, Dia hanya menggoda kenapa pria ini begitu kaku, pikirnya.

"Bagaimana?" tanya Dhika lagi.

"Bagaimana apanya?"

"Syilla, jangan uji kesabaran Saya." Suara Dhika kembali tegas.

"Saya bingung Pak, meskipun ni ya tawaran Bapak itu menggiurkan, tapi ujung-ujungnya ya merugikan Saya juga."

"Ruginya dimana?"

"Rugilah, masa Saya udah berstatus istri di usia 16 tahun, ntar janda di usia dini dong. Kalau Pak Dhika, udah layak menikah dan punya anak malah."

"Memangnya Kamu mau menikah di usia dini?"

"Ya, nggak. Tapi siapa tau Tuhan kasi Saya jodohnya cepet, Pak." Arsyilla membayangkan jika Alfandi lah jodohnya. Wah, pasti tu rumah tangga adem ayem. Pikirnya.

"Hanya itu pilihannya, Saya bisa menjamin pernikahan ini berakhir sampai Kamu benar-benar siap menikah dengan pilihanmu." Bagi Dhika saat ini menikah dulu lebih penting, ia harus mendapat apa yang ia inginkan.

"Kalau Saya terima, Bapak bisa pegang janji nggak akan sentuh Saya apalagi berhubungan suami istri?"

"Dengan nyawa Saya."

"Ok, kalau gitu. Saya terima kesepakatan ini." Lagipula Arsyilla tidak punya pilihan lain, pernikahan ini juga sementara.

"Baik, tapi selama pernikahan ini berjalan. Jangan memiliki hubungan dengan lawan jenis, maksud Saya disini pacaran." Arsyilla mengerutkan keningnya.

"Loh, kok gitu?"

"Itu aturan Saya, Kamu boleh mencintai pria yang akan menjadi suamimu. Itu aturannya."

"Bapak ngatur Saya dong kalau begitu." Arsyilla marah mode on.

"Ya, untuk satu itu. Jadi pastikan pria yang Kamu cintai kelak Dia lah yang akan menjadi suamimu."

"Nggak bisa gitu dong, Pak."

"Kamu mau berpacaran sana-sini, di saat statusmu sebagai seorang istri, dan apa kata orang saat tau Kamu sudah pernah menikah."

Arsyilla terdiam mencerna ucapan Dhika. Benar jua, jika dirinya menjalin hubungan itu sama seperti berselingkuh, meski sekarang tidak ketauan, bisa jadi suatu saat kan? Bangkai tidak akan mampu di simpan lebih lama.

Kepala Arsyilla mau pecah rasanya memikirkan nasibnya, maju-mundur tetap masuk jurang pikirnya.

"Anggap saja pernikahan ini sebagai latihan Kamu untuk lebih dewasa dalam memilah perasaan," ucap Dhika.

Bukan Dia perduli, hanya saja dirinya harus memastikan jika gadis ini setuju untuk menikah.

"Kalau gitu, Saya terima." Arsyilla sudah memutuskan dirinya harus maju. Lagipula dirinya akan muak karena terus di desak oleh kedua orangtuanya. Oh, Arsyilla akan coret mereka dari daftar rollmodelnya mulai sekarang.

"Kamu boleh pergi," ucap Dhika yang mulai sibuk kembali pada berkasnya, Dia sudah mendapat apa yang dirinya inginkan, dan sekarang tidak ada hal lain yang harus di bicarakannya dengan gadis yang menjadi idola para siswa di sekolah miliknya.

Tanpa pamit Arsyilla pergi meninggalkan ruangan Dhika dengan perasaan campur aduk, sungguh dirinya merasa kini seperti sedang syuting sinetron.

***

"Cia!" Teriak Zanetha begitu melihat Arsyilla keluar daei ruanga kepala sekolah.

"Ci, kok lama?" tanya Cecilia, Dia bisa melihat wajah murung sahabatnya.

"Kantin yok, gue laper." Arsyilla mengapit kedua lengan sahabatnya sambil menggeret mereka menuju kantin.

Sumpah demi suara Zanetha yang cempreng, perutnya sedang meronta minta di isi.