Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 6 - Gebetan Arsyilla Patah Hati Berjamaah

Chapter 6 - Gebetan Arsyilla Patah Hati Berjamaah

"Jadi lo belum pacaran?"

"Emang ada gue bilang, kalau gue pacaran? Seinget gue, mulai sekarang gue ogah pacaran dan mau eliminasi semua gebetan gue tanpa terkecuali, Neth." Cecilia mengangguk membenarkan ucapan Arsyilla.

"Terus apa alasan lo tobat?"

"Gue nggak mau punya catatan buruk di masa depan, karena sering gonta-ganti pacar." Arsyilla terpaksa berbohong.

"Tumben lo waras?" Zanetha dan Cecilia sebenarnya tidak sepenuhnya percaya.

Arsyilla tanpa pacar dan gebetan kayaknya mustahil.

"Gue cuma mikir, selama ini udah sia-siain waktu untuk hubungan yang gak jelas, di tambah lagi gue belum tentu juga bisa suka atau cinta salah satu di antara mereka, ya kali semuanya harus gue pacarin."

'Kecuali Alfandi, tentunya." Batin Arsyilla sambil cengengesan.

"Terus kenapa lo cengengesan? Pasti ada yang lo sembunyiin dari Kita kan?" Mata Zanetha memicing menatap Arsyilla.

"Serah lo dah, kalau nggak percaya juga nggak apa-apa. Gue cengengesan karena merasa bangga akan keputusan gue yang bijak ini."

Cecilia memutar malas bola matanya, tapi dalam hati ada rasa senang karena Gabriel tidak di pilih oleh Asryilla.

***

Dunia pergebetan Arsyilla gempar karena gadis itu memutuskan semua hubungannya tanpa terkecuali, kini dirinya di hadapkan oleh sembilan cowok yang merasa di php-in padahal baru sebatas gebetan doang.

"Ci, lo kenapa?" tanya Gabriel tanpa semangat.

"Ok, gini. Gue udah mutusin untuk nggak pacaran dengan siapapun di antara kalian. Itu fair kan? Alasannya gue nggak mau buang waktu, gue udah salah gunain masa puber gue untuk hal yang nggak penting gini."

Cuma Arsyilla yang bisa menyatukan cowok-cowok tampan di sekolsh dan membuat mereka patah hati secara berjamaah.

"Ya, tapi lo nggak harus blok nomor gue jugak kan Ci?" Revan si kapten Basket, yang gantengnya Asia banget.

"Bukan cuma lo kok, semua juga gue block setelah pemberitahuan dari gue, gue akan unblock kalau lo nggak berharap lebih. Maksudnya ya hanya temenan aja."

Ruang Osis berubah fungsi menjadi tempat sidang Arsyilla.

"Ok fine, Kita bisa temenan. Gue dan yang lain akan hargain keputusan lo Ci." Ini suara Andi si ketua pentas seni.

"Ya bener, selama ini lo selalu jujur kalau kita ini cuma gebetan lo, dan lo nggak pernah sok iye ngumbar kesemua anak kalau kita pada naksir dan jadi gebetan lo."

Gadis itu justru menyembunyikan fakta berharga tersebut.

"Thanks, karena lo semua ngertiin gue dan nerima keputusan gue. Gue harap Kalian dapat cewek yang lebih baik, kalian layak." Senyum mengembang dari para cowok yang sedang patah hati itu membuat Arsyilla lega.

Paling tidak dirinya selalu bertindak jujur dan fair.

"Ok. Mulai sekarang Kita temenan kalau bisa sahabatan, next buat group mantan gebetan Ci." Celetuk Axel si kapten bola kaki, membuat mereka semua tertawa lepas.

"Cia, gue mau ngomong sebentar. Berdua." Setelah semua orang pergi, kini hanya tinggal Arsyilla dan Gabriel di ruang Osis.

"Kenapa Gab?"

"Lo, nggak niat pertimbangin perasaan gue?"

"Sorry, tapi dari awal pun gue suka sama lo nggak lebih dari temen. Mungkin gue egois Gab, tapi gue udah nyoba, dan nyatanya gagal."

"Apa lo suka sama Fandi?" Sejak awal rival terberat Gabriel adalah Fandi.

"Gue rasa, itu privasi gue Gab. Tapi yang pasti gue juga nggak pacaran sama Dia," ucap Arsyilla sendu.

"Kenapa?"

"Udah gue bilang, gue nggak mau habisin waktu buat pacaran nggak guna, kalau jodoh juga bakal di satuin sama Tuhan."

Arsyilla belagak bijak agar tidak menyakiti perasaannya sendiri.

"Oh, ok. Gue bisa nerima alasan lo."

Meski hatinya sakit sebelum mengembang, kayak judul lagu.

"Thanks." Setelah mengatakan itu Arsyilla pergi dari ruang Osis untuk kembali ke kelasnya.

Masalah satu sudah selesai, pikirnya.

***

"Gimana, udah lo putusin tu semua gebetan lo. Dan sekarang turun ranjang, eh! Maksudh gue turun status." Zanetha cengengesan karena ucapannya sendiri.

"Udah turun jadi sahabat. Ntar mau buat group, namanya 'mantan gebetan'." Mereka bertiga tertawa keras kerene kebegoan mereka.

"Terus, Fandi gimana?" Cecilia menatap serius sahabatnya.

"Nggak tau, semenjak gue eliminasi doi belum ada hubungi gue, pesan gue cuma di read doang, ya udah karena lama gue block aja nomornya." Arsyilla merasa jika Fandi marah padanya.

"Arsyilla Ayunda dari kelas XI MIPA1, di minta untuk keruang kepala sekokah." Suara operator menggema.

Arsyilla yang sedang mengobrol dengan dua sahabatnya berdecih kesal mendengar itu.

"Gue rasa tu Pak tua suka banget cari masalah sama gue," gerutu Arsyilla, tiba-tiba moodnya anjlok.

"Jodoh kali," celetuk Zanetha tanpa sadar.

"Amit-amit jabang bayi." Arsyilla mengetuk tangannya bergantian dari kepala kemeja kelasnya.

Arsyilla segera berlalu dari kelas menuju ruang kepala sekolah.

"Napa ya, tu anak kayaknya jijay banget sama calon suami gue?" Zanetha menghayal terlalu tinggi.

"Awas jatoh Neth, sakit banget, sumpah." Zanetha menatap bingung Cecilia.

"Kalau ngehalu jangan ketinggian, ntar jatuh remuk baru tau rasa lo," jelas Cecilia.

"Lo kebangetan banget ya sama sohib, bukannya di aminin malah di sumpahin." Sungut Zanetha yang di abaikan Cecilia.

***

Tok ... Tok ... Tok ...

Arsyilla mengetuk pintu kepala sekolah yang memang terbuka lebar, namun Arsyilla tidak serta merta langsung masuk, sopan santunnya tinggi.

"Masuk." Suara khas laki-laki terdengar oleh Arsyilla.

Arsyilla berpapasan dengan guru bahasa inggrisnya yang masih muda, Miss Viona namanya, herannya kenapa Dia menatap tak suka pada Arsyilla.

Padahal mereka tidak pernah bermasalah, PMS mungkin. Pikir Arsyilla.

"Ada apa Bapak manggil Saya?" Tanya Arsyilla to the point.

"Biasakan duduk sebelum bicara Syilla." Dhika mengingatkan.

"Kalau duduk lama, Pak," jawabnya tak suka.

"Kamu sudah menyelesaikan masalahmu dengan para gebetan tidak jelasmu itu?"

"Kok kepo?"

"Sopan sedikit." Nada tegas Dhika tidak membuat Arsyilla takut.

"Ya Bapak jangan nanyak masalah privasi Saya lah." Sewot Arsyilla menatap Dhika tak suka.

"Saya tidak berniat tau masalah pribadimu, hanya saja Saya ingin memastikan Kamu telah menyelesaikan semua sebelum hari pernikahan."

"Tenang aja Pak, urusan Saya. Aman terkendali." Arsyilla mengucapkannya dengan bangga.

"Bagus, Saya tidak mau ada drama murahan," ucap Dhika.

"Dih, Bapak kira Saya tukang drama?"

"Maybe, remaja labil seperti Kamu biasanya suka membuat drama yang merepotkan."

Apa yang di katakan Dhika benar adanya, semua yang labil merepotkan.

"Santai Pak, jika pun Saya merepotkan. Bukan Bapak orang yang akan Saya repotkan," jawab Arsyilla santai.

"Bagus, karena Saya tidak mau di repotkan oleh mu."

"Saya juga ogah." Baru kali ini Dhika bertemu orang yang berani membalas ucapannya, dan sialnya itu calon istrinya.

"Setelah menikah, Kita akan tinggal di apartemen, jadi kemasi barangmu dari sekarang."

"Kok harus tinggal di apartemen Bapak?"

"Jadi mau dimana?" Ucap Dhika tidak sabar.

Arsyilla diam sambil berpikir, mana mungkin tinggal dirumahnya apalagi di kamarnya, ya pasti ogah lah.

"Emang mau nikahnya kapan?"

"Minggu depan."

"Oh, masih lama Pak. Ngapaen juga buru-buru." Sesantai itu mereka membahas pernikahan, buat mereka pernikahan ini tidak penting.

"Jangan sepele, seminggu itu tidak lama."

"Oh, tenang Pak. Bagi Saya lama, tujuh hari." Arsyilla membuat angka tujuh dari kesepuluh jari tangannya lalu di angkatnya di depan wajah Mahardhika.

"Kamu bisa serius?" Dhika menatap tajam Arsyilla yang begitu berani padanya.

"Buat apa? Pernikahan ini hanya status Pak, jadi jangan di buat sulit. Bapak cuma perlu ijab qobul, dan Saya pura-pura terharu."

Mahardhika tidak menyangka jika gadis remaja ini bisa menguji kesabarannya.

"Lagipula buat apa Bapak bahas ini di sekolah?"

"Selain disini di mana menurutmu yang bisa?

"Kok nanyak balik? Nggak kreatif ih ...."