Chereads / Pernikahan Sementara / Chapter 7 - Menarik Kasar Tangan Arsyilla Dan Menyeretnya Paksa

Chapter 7 - Menarik Kasar Tangan Arsyilla Dan Menyeretnya Paksa

"Kali ini apalagi masalah lo sama Pak Dhika?" tanya Cecilia begitu melihat Arsyilla masuk kedalam kelas.

"Biasalah buat perhitungan, nyuruh gue ulangan dadakan," jawabnya sambil duduk.

Arsyilla layak dapat piala atas actingnya yang bagus.

"Dan lo, bisa?" tanya Zanetha.

"Menurut lo? Gue gitu loh?" Zanetha yang mendengar itu mengerucutkan bibirnya karena sebal.

"Ya gue tau, lo anak pinter," ucap Zanetha sendu.

"Ulu ... ulu ... si kriwil ngambek." Arsyilla memainkan ujung rambut Zanetha yang seperti mi, bedanya rambut sahabatnya ini sangat halus dan wangi.

"Tapi ya Ci, apa yang buat lo nggak suka sama Pak Dhika? Dia baru ngajar, lo udah nggak suka aja."

Arsyilla menatap kedua sahabatnya bergantian.

"Ya nggak suka aja," jawabnya santai.

'Apalagi semenjak di jodohin sama gue, makin benci' batin Arsyilla.

"Eh Ci, lo boleh ya nggak suka sam Pak Dhika tapi jangan ngatain Dia."

Arsyilla memutar bola mata jengah saat suara Maya mengintrupsi pembicaraan mereka bertiga, si centil sekolah.

"Nyamber ja lo, kayak api di siram minyak tanah." Arsyilla menatap malas lawan bicaranya.

"Lo tu kelewatan, gimanapun Dia guru lo!"

"Oh, ya? Apa kabar lo, kalok ngisengin Pak Ramlan nggak pakek otak?" Arsyilla tersulut emosi.

Sudah dirinya sedang kesal, si Maya malah melemparkan diri jadi umpan dengan suka rela.

"Itt--uu,"

"Nggak bisa jawabkan lo? Punya kaca kan lo? Ngaca gih, liat semengerikan apa diri lo!" Bentak Arsyilla.

"Kurang ajar banget lo, apa yang lo anggarin, hah?!"

"Otak gue, mau apa lo?"

"Ci, udah." Cecilia dan Zanetha berusaha menarik tubuh Arsyilla yang hampir beradu dengan si lampir Maya.

Mereka sangat paham watak sahabatnya yang satu ini.

"Lepasin gue." Arsyilla menghempaskan kedua tangan sahabatnya.

"Dasar playgirl, lo berani karena gebetan lo itu most wanted sekolah, lo mikir pasti banyak yang belain lo kan?" Entah most wanted mana yang di maksud oleh si Maya.

"Oh, memang mintak di hajar lo ya." Dengan secepat kilat Arsyilla sudah menjambak rambut yang susah payah di catok oleh Maya agar terlihat curly sempurna.

"AWWWWW, RAMBUT GUE ..., LEPASSS. SAKIT CIAAA!!!." Teriak Maya sambil berusaha melepaskan tangan Arsyilla.

"Lo denger ya? Gue paling nggak suka obrolan gue di sela sama lo, dan juga gue bukan cewek lemot yang ngarep bantuan orang untuk ngelindungin diri."

Semua teman sekelas Arsyilla tidak berani melerai. Ketua kelas pergi keruang guru BP untuk melapor.

"Arsyilla Ayunda lepas, Nak." Guru paruh baya yang bernama Pak Ramlan berusaha melerai.

Dia melihat pertengkaran saat melintas di kelas itu.

"Biarin aja Pak, Saya lagi emosi tingkat dewa ini." Maya semakin menunduk karena tarikan keras Arsyilla, kepalanya bahkan sudah kebas.

"Kamu tidak boleh begini, Dia sudah lemas Arsyilla." Kelasnya semakin di kerumunin oleh para siswa, karena kebetulan sedang ganti jam pelajaran.

Mahardhika yang mendengar jika ada keributan di kelas Arsyilla dengan langkah lebar mendatangi kelas itu, dirinya berpikir siapa yang bertengkar di kelas yang terkenal dengan siswa-siswi yang pintar.

"Apa yang Kalian lihat? Cepat lerai." Tenaga Arsyilla memang sangat kuat jika sudah emosi maksimal.

"Ada apa ini?" Suara Dhika menggema di kelas itu, mendengar itu Maya langsung menangis histeris bahkan mengejutkan seisi kelas yang menyaksikan.

Semua siswa menyingkir dan membiarkan Dhika untuk melihat apa yang terjadi, sementara Arsyilla semakin kuat menjambak Maya karena kehadiran Dhika.

"Lepas." Arsyilla tak menghiraukan perintah Dhika, tiba-tiba suasana menjadi hening dan mencekam.

"Arsyilla Ayunda, Kamu tidak dengar!" Karena tidak mendapat respon dengan segera Dhika melepaskan tangan Arsyilla dengan terpaksa, saat Arsyilla berontak semakin kuat tarikan rambut itu, membuat Maya benar-benar menjerit.

Orang yang menyaksikan itu ngeri sendiri.

Dhika membuka genggaman Arsyilla dengan sedikit menekannya agar Arsyilla merasa lemas, saat jambakan itu terlepas, terlihat banyak helaian rambut Maya yang rontok di tangannya, seketika Maya menangis sejadi-jadinya sambil menahan sakit dan malu.

"Kalian keruangan Saya." Dhika menarik kasar tangan Arsyilla dan menyeretnya keruangannya di ikuti Maya yang di papah Miss Viona.

"Cia, kalau udah emosi gila banget ya?" ucap seorang siswi sambil mengelus dadanya.

"Jangan cari masalah sama Cia, liat kan Pak Dhika aja Dia berani lawan," jawab siswi lain.

Hari itu Arsyilla menjadi trending topic.

Bahkan Zanetha dan Cecilia kini sedang di interogasi oleh mantan gebetan Arsyilla di ruang Osis.

***

Dhika bisa melihat Arsyilla yang menahan emosi, tidak ada guru yang berpihak padanya, hanya Pak Ramlan yang memberinya segelas air minum, dengan sopan Arsyilla mengucapkan terima kasih.

"Sudah tenang?" Dhika menatap kedua remaja yang tampilannya berbanding terbalik antara satu dan yang lain.

"Sssuudddahhh, Ppp--ak," jawab Maya sambil sesegukkan, sementara Arsyilla tidak menjawab.

"Arsyilla, Kamu tidak dengar Pak Dhika bertanya," ucap Miss Viona.

"Anda dan Pak Ramlan bisa keluar." Viona terkejut karena Dhika mengusirnya secara halus. Sebelum pergi Pak Ramlan mengelus pelan surai Arsyilla yang di balas anggukan kecil oleh gadis itu.

"Jelaskan singkat dan padat." Pinta Dhika entah pada siapa, namun matanya menatap tajam Arsyilla.

"Saya lagi jelekkin Bapak. Eh, Dia nyamber buat Saya emosi." Pelipis Dhika berkedut sekilas mendengar jawaban Arsyilla, gadis ini tidak pernah basa-basi.

"Benar?" Maya mengangguk pelan. Dia tidak menyangka Arsyilla berkata jujur.

"Menjelekkan guru di belakangnya, itu bukan perbuatan terpuji." Dhika menatap tegas Arsyilla.

"Saya tau, jika yang mengatakan itu lebih baik dari Saya, pasti dengan senang hati Saya terima." Maya sudah ketakutan saat ini.

"Kamu, pergi ke UKS. Dan obati lukamu atau Kamu boleh pulang." Maya mencuri pandang kearah kepala sekolahnya sebelum meninggalkan ruangan itu.

"Kamu tetap disini." Arsyilla merasa dirinya sungguh sial hari ini.

"Kamu tau apa yang Kamu lakukan Syilla? Rambutnya sampai begitu banyak yang rontok." Dhika duduk didepan Arsyilla dengan melipat kedua tangannya di atas dada.

"Saya tau, tapi emosi Saya nggak bisa di tahan." Emosi Arsyilla hampir tersulut

"Belum apa-apa Kamu sudah merepotkan Saya," ucap Dhika tenang.

"Nggak usah repot Pak, jika harus panggil orangtua, ya panggil aja. Saya masih tanggung jawab orangtua Saya." Dada Arsyilla masih naik turun menahan emosi.

"Jangan keras kepala, Kamu itu yang bersalah disini." Dhika menaikkan sedikit nada bicaranya.

"Semua memang tampak salah, jika ingin dilihat dari sudut pandang yang salah." Arsyilla berdiri setelah mengatakan itu, tapi sebelum keluar Dia berkata, "Saya akan menyuruh orangtua Saya kesini."

Dhika menyandarkan tubuhnya di sofa, memijit pelan pangkal hidungnya, kepalanya sakit saat menghadapi gadis itu dengan segala tingkahnya.

"Pak, maaf jika Saya masuk tanpa mengetuk pintu. Saya mendengar suara Anda yang tinggi dan Arsyilla yang keluar dengan emosi. Anak itu selalu begitu," ucap Viona.

"Anda bisa keluar, dan satu lagi jangan pernah masuk tanpa mengetuk pintu, atau izin dari Saya. Ruangan ini bukan toilet umum." Wajah Viona merah padam karena malu dan merasa terhina.

"Maaf, Pak," cicitnya, setelah itu dirinya mengundurkan diri.

Viona wanita yang cantik dan menarik, Dia juga guru yang memperhatikan penampilan, tidak heran jika banyak siswa yang menggombali atau ngefans dengannya, juga ada beberapa guru muda yang naksir padanya.

***

"Ciaaaaa," jerit Zanetha dan Cecilia begitu melihat Arsyilla berjalan kearah kantin yang melewati ruanh Osis.