"Hallo eperibadeh syalala... lala ...." Suara Zanetha menggema di kelas XI Mipa1.
"Masih pagi ya Neth," ucap Cecilia memperingatkan.
"Santai Bu Kepsek," ucap Zanetha menggoda Cecilia. Gadis berambut kriwil itu mendekati kursinya.
"Ratu php kenapa?" Julukan untuk Arsyilla dari sahabat-sahabatnya, karena gadis itu sering kali mematahkan hati pria tampan di sekolah mereka.
"Tau, dari gue datang udah begini," ucap Cecilia acuh. Sementara Arsyilla masih betah menenggelamkan wajahnya dimeja.
"Oh Tuhan. Aku lupa ngerjain Pr nya Pak Dhika, tolong pinjemin contekan dong!" Zanetha berteriak panik sambil memohon kepada kedua sahabatnya saat mengingat jika dirinya belum mengerjakan tugas dari guru tampan bernama Mahakiller.
"Kebiasaan banget sih lo, Neth." Cecilia mengeluarkan buku matematika dan mencampakkannya begitu saja kearah Zanetha.
"Ya, maaf." Zanetha nyengir kuda lalu secepat kilat menyalin jawaban Cecilia.
Arsyilla memiliki dua sahabat sejati bagai kepompong yang menolak jadi kupu-kupu. Alasannya ntar kalau terbang takut gak balik lagi.
Cecilia Alexandria, si gadis cantik yang super ketus tapi super penyayang juga, dan Zanetha Aliandra, si gadis cantik yang hobynya teriak-teriak dan lemotnya nggak ketulungan, tapi Dia akan menjadi perisai untuk kedua sahabat tercintanya.
Kring
Bel berbunyi tanda masuk tiba, dan pelajaran di mulai, naasnya pelajaran matematika ada di jam pertama di kelas Arsyilla.
"Morning class," sapa suara dingin milik Mahardhika.
"Morning sir," sapa balik seluruh siswa. Para siswi kini sudah menahan air liur ketika melihat pesona Mahardhika yang tidak terbantahkan.
"Kumpulkan tugas, dan yang tidak mengerjakan, tau diri untuk maju kedepan." Semua siswa dan siswi secara serempak mengumpulkan tugas dan hanya Arsyilla yang maju tapi tidak membawa buku. Cecilia dan Zanetha hanya bisa cengok melihat sahabatnya yang tidak membuat Pr.
"Arsyilla Ayunda, apa alasanmu?" Alis Mahardhika naik sebelah, dan suasana kelas menjadi hening.
"Tiba-tiba Saya jadi bego sama pelajaran matematika Pak, karena itu Saya nggak buat Pr." Seluruh siswa menelan ludah karena jawaban Arsyilla yang begitu berani.
"Otakmu sangat lemah ternyata," ucap Mahardhika dingin.
"Iya Pak, karena itu Saya mau pindah ke IPS aja." Arsyilla tidak perduli tatapan kaget teman sekelasnya, asal tidak bertemu lagi dengan pria tua bangka ini, pindah planetpun Arsyilla rela.
Sangat konyol Arsyilla Ayunda bisa bodoh mendadak, sebab dirinya selalu menjadi juara pertama berturut-turut, meskipun gadis itu rada gesrek.
Mahardhika tau saat ini gadis yang enggan menatapnya ini sedang membuat perhitungan dengannya, jangan bilang dirinya tidak tau seperti apa nilai akademis seorang Arsyilla.
"Tidak ada hukuman, kembali ke tempat dudukmu."
"Ya nggak bisa gitu la Pak, kan Saya nggak ngerjain Pr, harus di hukum dong." Arsyilla sungguh ingin minggat dari kelas ini karena kehadiran Mahardhika.
"Duduk," ucap Mahardhika tegas.
Cecilia dan Zanetha sungguh menatap takjub sahabatnya yang berani melawan guru killer dengan sejuta pesona itu. Di Dunia ini hanya Arsyilla yang tidak klepek-klepek sama seorang Mahardhika.
"Udahlah Cia, jangan cari masalah," bisik Zanetha.
"Bisa nggak sih Dia di santet biar nggak usah ngajar disini lagi," gerutu Arsyilla kesal.
"What!" Teriak Zanetha yang membuat seluruh pasang mata menatap kearah mereka begitupun dengan Mahardhika.
"Maaf Pak, ada kecoa lewat." Alasan Zanetha membuat Cecilia ingin memukul keras kepala si lemot. Sekolah seelit ini jangankan kecoa, kuman pun enggan menempel.
"Attention please." Mahardhika mengambil alih fokus para siswa.
"Manusia yang berakal itu harus bisa membedakan yang mana urusan sekolah dan pribadi. Di sekolah patuhi rambu-rambunya, jangan menjadi remaja labil yang tidak punya adab."
Setelah mengakatan itu, Dhika kembali fokus pada pelajaran yang ia berikan.
Zanetha bingung kenapa guru tampannya mengatakan hal itu, sementara dirinya hanya tidak sengaja berteriak. Sedangkan Arsyilla tau, itu sindiran untuknya.
"Neth, pleas. Sekali aja jangan buat masalah. Paling nggak, jangan di jamnya Pak Dhika," ketus Cecilia.
"Alah, Bapak itu aja yang baper," sela Arsyilla pelan namun masih bisa di dengar dua sahabatnya yang duduk tepat di depannya.
Sedangkan Arsyilla senang duduk seorang diri.
Cecilia hanya bisa geleng kepala dengan kelakuan dua sahabatnya, yang satu jika sudah tidak menyukai seseorang maka hanya ada keburukan orang itu saja di depan biji matanya, sedangkan yang satu lagi sangat sulit menghentikan kebiasan buruk dengan berteriak tidak berpikir di mana dan kapan.
Selama jam pelajaran yang di lakukan Arsyilla hanya mendengus saja sudah seperti kerbau yang sedang membajak sawah, walau begitu matanya tetap fokus pada pelajaran yang di berikan oleh Mahardhika.
Dhika menjelaskan secara rinci semua rumus yang harus di serap oleh seluruh muridnya, tidak terkecuali Arsyilla yang fokus mendengar walau memasang wajah kesalnya, Dhika hanya bisa mendesah pelan jika sudah berurusan dengan remaja yang masih sangat labil.
Dalam hati Arsyilla tidak berhenti mengumpati Dhika, dirinnya tidak percaya jika di jodohkan dengan pria seperti Dhika, entah lah Dunia begitu lucu menurutnya.
Terdengar suara operator sekolah yang mengintrupsi jika jam pelajaran sudah berakhir dan berganti dengan pelajaran selanjutnya, hati Arsyilla girang bukan main.
"Arsyilla Ayunda, keruangan Saya." Arsyilla menatap tidak percaya guru yang sudah keluar setelah mengucapkan salam itu.
"Mampus lo Cia, lo juga sih! Ngapai coba pakek nantang Pak Dhika minta hukuman!" Suara Zanetha kembali besar karena panik.
"Neth, lo ngerti nggak sih. Suara cempreng lo itu ganggu kuping gue?" Sela Cecilia menatap tajam temannya sebangkunya.
"Nggak bisa di atur la Cil, namanya juga lagi panik." Cecilia memutar bola matanya jengah.
"Lo, mau Kita temenin?" Tanya Cecilia
"Nggak usah, lagian tadi dia sendirikan yang bilang Kalau nggak ada hukuman untuk gue, lah sekarang liat kan. Emang dasar tua bangka pikun." Seisi kelas menatap tajam Arsyilla, ralat. Khusus siswi, mereka tidak suka jika guru kecintaan mereka di katain.
"Nggak usah sok sinis deh lo pada, nggak ngaruh juga di gue," ketus Arsyilla sambil berlalu dari kelas.
"Cia kenapa kayak benci banget sama Papak Tamvan ya?"
"Papak?" Ulang Cecilia karena bingung.
"Iya ganti kata Babang," ucap Zanetha tanpa rasa bersalah. Cecilia malas meladeni Zanetha, Dia memilih fokus untuk pelajaran selanjutnya.
***
"Ada apa, Pak?" tanya Arsyilla begitu masuk ruangan kepala sekolah yang tidak lain ruangan Mahardhika sendiri.
"Duduk," ucap Dhika yang masih fokus pada lembar tugas di hadapannya.
"Nggak usah Pak, Saya nggak niat lama juga." Dhika mengangkat kepalanya dan menatap remaja yang menatapnya kesal namun wajahnya sangat menggemaskan.
"Kamu tidak membuat tugas karena kesal sama Saya? Itu merugikanmu Syilla."
"Panggil nama orang jangan setengah-setengah lah Pak," protes Arsyilla.
"Jangan ngatur Saya."
"Saya nggak suka ya Pak, itu kan nama Saya, kok bapak yang sewot?" Arsyilla tidak menyangka jika guru yang di pikirnya gagu ternyata memiliki lidah yang tajam.
"Saya nggak punya waktu debat sama remaja labil kayak Kamu."
"Saya juga," ketus Arsyilla, sudah hampir sepuluh menit Arsyilla berdiri, tapi guru pikunnya ini belum juga menyampaikan niatnya memanggil Arsyilla kemari.