Chereads / SHEILA : Skate Love / Chapter 2 - Harga Diri Tinggi

Chapter 2 - Harga Diri Tinggi

Menjadi salah satu keturunan yang memiliki darah biru, membuat Sheila tak pernah kekurangan secuil materi pun. Ia selalu bisa mendapat sesuatu apapun yang diinginkan.

Papan skate misalnya. Meskipun harganya menghabiskan uang jutaan rupiah, semua itu tidak akan membuat kekuarganya jatuh miskin.

Aksadana Corporation. Perusahaan terbesar di Indonesia yang memiliki cabang di berbagai penjuru. Beda cabang, beda lagi siapa sang pemiliki.

Aksadana Corp di pimpin oleh keturunan Aksadana sendiri. Tidak melibatkan siapapun untuk mengelola perusahaan terbesar itu.

Kakek Sheila, yaitu Yuda Aksadana, tidak pernah mempercayakan perusahaan yang ia rintis dari nol sejak tahu 70-an kepada orang lain. Ia lebih memilih untuk menunjuk putera-puteranya agar mereka bisa terjun dalam bidang bisnis.

"Kalian adalah calon ayah dan kepala keluarga. Kalian pasti membutuhkan biaya yang sangat banyak, untuk membuat anak dan isteri kalian bahagia." Kiranya seperti itulah pesan Yuda kepada Wisnu Aksadana dan Farel Aksadana.

Kedua putera mahkota yang akan meneruskan perusahaan sang ayah. Mereka sudah diberi bekal dan wejangan sejak usia Wisnu 19 tahun dan Farel 17 tahun.

"Tapi, Pa. Aku sama kak Wisnu baru umur segini, masa kita udah disuruh ngurus perushaan?"

"Kenapa, Farel? Apa kamu keberatan? Kalau kamu keberatan, Papa bisa kasih tanggung jawab ini ke orang lain."

Farel terdiam. Sedangkan Wisnu tidak berkata apapun. Ia tidak ingin membantah apa yang sudah Yuda putuskan.

"Kalau itu yang Papa mau, Wisnu siap" ucap Wisnu tegas.

Yuda tentu saja mengembangkan senyumnya. "Farel, kamu harus belajar dengan Kakak kamu ini. Dia selalu nurut kalau Papa perintahkan"

"Pa, Wisnu itu lebih tua dari Farel. Wajar kalau dia nurut sama Papa"

"Cukup, Farel! Papa nggak mau dengar alasan apapun lagi dari kamu. Pokoknya Papa mau kalian berdua belajar mengurus perusahaan." Yuda pergi begitu saja, meninggalkan kedua putera nya yang sudah beranjak dewasa.

Di usia yang sudah mulai renta, Yuda tidak ingin lagi ikut campur dalam urusan bisnis. Sudah saatnya ia mewariskan semua pada Wisnu dan Farel.

Beruntungnya, Tuhan memberi Yuda dua anak laki-laki yang sudah ia siapkan untuk melanjutkan bisnisnya.

"Maafkan Papa. Bukannya Papa mengusik masa muda kalian. Tapi, Papa ingin kalian hidup bahagia kelak."

***

Seperti hari-hari biasanya, Sheila selalu menghabiskan waktu di arena skate di bilangan City Walk, Palembang.

Ia menghisap permen lolipop yang memenuhi mulut dan membuat pipinya mengembung.

"She, lo liat sepatu gue gak?"

Sheila melirik ke samping kiri. Adi terlihat kebingungan sebari mengedarkan pandangannya dan melihat ke setiap sudut arena latihan.

"Lo punya, kagak?" tanya Sheila dengan nada angkuh.

"Sembarangan! Kalo gak punya, mana mungkin gue tanya sama lo!"

"Emang tadinya lo taro mana, Di?"

"Gue tadi taro sini. Padahal gue tinggal sholat bentar, eh udah ilang aja." Adi menggaruk belakang kepalanya, sebari mengangkat benda-benda yang berada di sana.

"Lo yakin? Mungkin lo lupa, bawa sepatu ke mesjid" tanya Sheila dengan alis mengkerut.

"Astaga! Gue lupa, She!" pekik Adi dan segera berlari meninggalkan Sheila.

"Di" panggil Sheila sebelum Adi berlari semakin jauh.

"Apa?"

"Kayaknya besok lo harus ke panti jompo. Kasian, udah manula masih berkeliaran."

***

Kehidupan Sheila tidak seindah yang orang lain bayangkan. Memang benar ia hidup dalam keadaan ekonomi yang sangat baik. Namun ada satu hal yang membuat Sheila selalu tidak bahagia ketika berada di dalam rumah.

Permintaan orang tuanya. Farel dan Ratna selalu saja meminta Sheila untuk menikah dengan anak dari rekan bisnis mereka. Padahal Sheila sudah menjelaksan, bahwa dirinya telah memiliki seorang kekasih, yaitu Brama.

Permintaan yang tidak mungkin ia kabulkan, membuat beban pikiran Sheila semakin kacau. Ia kerap menjadi seorang gadis yang senang dengan kebebasan. Tidak betah di rumah, bahkan tak mau patuh dengan ucapan kedua orang tuanya.

Meski begitu, Sheila adalah gadis yang baik di mata orang lain. Ia tidak memiliki sifat sombong dan angkuh. Walau hartanya di mana-mana, bahkan tidak terhitung jumlahnya, tapi ia selalu menerapkan sifat rendah hati dan baik terhadap siapapun.

Sheila tidak pernah memilah dan memilih dalam pertemanan. Yang terpenting, tidak ada kemunafikan diantara pertemanan mereka.

"Sheila, Sheila. Lo itu anak orang kaya, tapi liat? Penampilan lo sendiri kayak anak gembel. Celana sobek compang camping, pake kaos longgar. Udah di hapus lo, dari keluarga Aksadana?"

Sheila tersenyum sinis kepada Ayuni, yang merupakan musuh Sheila. Ayuni adalah gadis yang menyukai Brama sejak lama, tapi sayangnya Brama lebih menyukai Sheila.

"Emang kenapa, kalo baju gue kayak gini? Jadi masalah buat lo?"

"Enggak, sih. Tapi apa lo gak malu? Lo itu anak dari keturunan Aksadana, siapa sih yang nggak tau keluarga Aksadana? Tapi, apa mereka bakal tetep memuji keluarga lo, setelah liat penampilan dari salah satu keturunan Aksadana?"

Sheila beranjak dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Ayuni yang sedang berdiri sebari melipat kedua tangan di dada.

"Gue, mau pake baju apapun tetep cantik, dan bisa bikin Brama suka sama gue. Tapi lo, mau pake baju sebagus dan semahal apapun tetep biasa aja. Bahkan gak bisa bikin Brama cinta sama lo."

Pernyataan Sheila sangat memohok hati Ayuni. Gadis berparas ayu tersebut menggeram sambil mengepalkan kedua tangan yang berada di samping tubuhnya.

Sedangkan Sheila, setelah puas menghabisi Ayuni dengan ucapannya, langsung saja berbalik. Mengambil tas punggung yang tergeletak di atas aspal tempat ia berlatih skate.

"Satu lagi. Lo jangan pernah liat seseorang dari penampilannya" sanggah Sheila sebari menoleh dan melempar senyum mengejek pada Ayuni yang masih tertegun.

"Kurangajar!" maki Ayuni dengan pelan.

***

Sheila tidak pernah tahu, apa yang ada di dalam pikiran Ayuni. Orang yang selalu menganggap dirinya musuh, dan tidak pernah bisa untuk tidak menghina dirinya.

"Gue aneh, padahal dia itu cewek cantik. Tapi kenapa malah iri sama gue? Baju gue aja compang camping kayak gini. Anak jaman sekarang emang aneh" Sheila bergumam sebari berjalan menyusuri trotoar. Dengan menenteng papan skate dan sebuah tas ransel di punggungnya.

Beberapa orang kagum kepada Sheila. Ia memiliki Brama, laki-laki paling tampan se arena tempat latihan skate. Tapi Sheila tidak pernah terlihat mesra dengan Brama.

Ia terbilang gadis yang cuek dan memiliki pendirian yang kuat. Sheila kuat dengan pendapat yang menurutnya benar, ia tidak ingin bergantung pada pria, meskipun itu adalah Brama.

Sheila akan mencintai pria dengan sewajarnya. Ia tidak ingin diperlakukan semena-mena oleh siapapun.

"Gue Sheila. Harga diri dan martabat hidup gue tinggi. Gue nggak mau di hina, dilecehekan dan di rendahkan. Gue hidup untuk diri gue sendiri. Gue nggak gampang jatuh cinta, tapi sekalinya jatuh, gue akan sulit untuk mendarat. Meski begitu, gue bukan tipe cewek yang bisa diperlakukan seenaknya, walaupun lo adalah pacar gue."