Chereads / SHEILA : Skate Love / Chapter 4 - Mempertanyakan Cinta

Chapter 4 - Mempertanyakan Cinta

"Tunggu! Ini apa? Kok leher kamu merah?"

"A-ah, nyamuk! Ya, nyamuk. Semalem di rumah aku banyak nyamuk, makanya jadi merah-merah gini."

"Oh, gitu. Kasian banget kamu, pasti rasanya gatel, ya?"

Ekspresi wajah Brama berubah kikuk. Ia tidak menyangka kalau Sheila bisa melihat bekas kecupan yang diberikan oleh Aji semalam.

"Iya, She. Aku tidur sampe gelisah banget," elaknya.

"Ya udah, nanti kita pasang sesuatu yang buat ngusir nyamuk," ujar Sheila sebari mengusap rambut Brama yang sedikit berantakan.

"Iya Sayang."

Mereka melanjutkan langkah kakinya menuju ke arena skate yang sudah dua tahun ini menjadi saksi atas cinta dan keseriusan hobi mereka.

BRAK

BRUK

Suara benturan aspal yang berkolaborasi dengan papan skate terdengar saling bersahutan, antara pemain yang tidak terlalu banyak jumlahnya.

Mereka memutar, mengudara dan ada beberapa yang terjatuh. Bagi pemain skate, panasya aspal yang membuat tubuh mereka memar bukanlah hal yang besar. Mereka sudah terbiasa dengan semua itu, bahkan rasanya hampir setiap latihan pasti ada bagian tubuh yang berciuman langsung dengan aspal panas.

"Huhuy... I love you, Sheila!"

Sheila yang tengah berjalan di atas papan skate nya dikejutkan oleh teriakan Brama yang tengah mengudara. Ia merasa malu karena semua orang menoleh ke arah mereka berdua.

Brama selalu memiliki cara untuk membuat hatinya tersanjung, tentu saja dengan cara-cara klasik yang biasa ia lakukan.

"Bram, udah. Malu diliatin orang," tegur Sheila yang berusaha meraih pergelangan tangan Brama. Laki-laki itu berada hanya beberapa centi di depannya.

"Malu kenapa? Biarin aja mereka liat. Biar mereka tau, kalo kamu cuman milik aku."

Lihatlah. Ungkapan sederhana, tapi bisa membuat kedua pipi dan hampir seluruh wajah Sheila memerah karena malu dan tersipu.

"Kan mereka udah tau. Kenapa harus dikasih tau lagi?," tanya Sheila

"Gapapa, dong. Aku bakal terus bilang ke orang-orang, kalo kamu itu cuman milik aku seorang. Sebenernya buat ngingetin mereka aja sih, supaya gak boleh sembarangan kalo mau deketin cewek orang." Brama mengecup puncak kepala Sheila, persis seperti yang sering ia lakukan pada Aji.

"Oke. Apapun itu, semuanya terserah kamu. Karena aku, adalah pacar kamu," Sheila menyerah. Hatinya sudah hancur dan meleleh karena mendengar semua pernyataan-pernyataan yang keluar dari mulut Brama.

"Fine."

Brama meraih tangan Sheila dan mengajaknya berjalan di atas papan skateboard sebari bergandeng tangan. Keduanya saling bersisian dengan senyum merekah bak bunga sakura di musim semi.

Perasaan bahagia Sheila sebenarnya bertolak belakang dengan perasaan Brama. Tidak, bukannya lelaki itu tidak merasa bahagia. Hanya saja ada sesuatu hal yang mengganjal di hatinya, yaitu perasaan bersalah.

Ia salah karena telah mencintai dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda. Niat ingin sembuh membuat Brama harus melupakan perasaan kekasih pertamanya, yaitu Aji.

Brama tidak menceritakan yang sebenarnya pada Aji. Kekasihnya itu hanya tahu kalau Brama memacari Sheila karena keinginan dari kedua orang tua Brama.

Putera sematawayang dari pengusaha besar di kota Palembang itu memang ditekan beberapa kali oleh pihak keluarga. Karena ia yang tidak pernah membawa seorang wanita ke rumah atau bahkan terlihat menelpon seorang kekasih.

Untuk itulah, Brama tidak ingin keluarganya tahu bahwa anak yang selama ini mereka banggakan memiliki kelainan yang tentunya tidak mudah untuk diterima.

Semakin lama Brama berpikir, ia tidak boleh membuat orangtua nya malu dengan kelainannya yang semakin lama semakin besar.

Sebelum mengenal Sheila, Brama merupakan seorang bucin akut. Ia sangat tergila-gila pada Aji, seorang gay yang juga menjadi kekasih pertamanya.

Brama bertemu Aji di dalam komunitas pelangi di sebuah halaman web. Awalnya ia tidak berani karena takut identitasnya diketahui orang-orang, tapi tidak lama kemudian ia berkenalan dengan Aji yang ternyata berada di kota yang sama.

Hubungannya dengan Aji sudah menginjak usia tiga tahun. Lebih dulu dari hubungannya dengan Sheila.

"Sayang, mataharinya makin naik. Kita minum dulu yuk, aku haus"

Suara Sheila membuyarkan lamunan Brama. Ia terkesiap dan segera menatap gadis cantik yang berada di depannya.

"Boleh. Kita duduk di sana," ujar Brama sebari menunjuk tempat duduk yang terbuat dari kayu.

"Ya ampun, panas banget!," Sheila terlihat mengibas-ngibas lehernya dengan telapak tangan miliknya.

"Kamu tunggu sini. Aku beli minum dulu."

Sheila mengangguk dan membiarkan Brama pergi ke sebuah warung.

"Aw!"

Sheila terperanjat ketika merasakan sebuah benda dingin yang menempel di pipi kirinya.

"Adi? Lo ngapain di sini?"

"Nih minum"

Gadis itu menerima minuman dingin pemberian Adi sebari melirik Adi yang duduk di sampingnya.

"Brama mana?" tanya Adi

"Dia lagi beli minum"

"Ah, dia pasti marah karena lo minum air pemberian gue"

"Nggak mungkin, lah. Niat lo kan, baik. Mana mungkin Brama marah"

Adi hanya mengangkat bahu acuh, dan mengambil sebatang rokok dari dalam bungkusnya.

"Lo cinta sama Brama?"

Sheila melirik dan tersenyum sebari terkekeh, "Pertanyaan konyol tau, nggak. Ya jelas gue cinta sama Brama."

"Fyuhh.. Baguslah. Gue pikir, lo gak cinta sama dia. Atau mungkin, dia yang nggak cinta sama lo"

Sontak kepala Sheila menoleh ke arah Adi dengan tatapan yang sangat menakutkan.

"Maksud lo apa?" tanya Sheila datar.

"Nggak. Gak ada maksud apa-apa," jawab Adi sambil mengepulkan asap rokok.

"Sayang, ini minumnya."

Sheila menoleh kedepan. Brama datang dengan dua botol minuman dingin di tangannya.

"Lho, Adi. Ngapain lo di sini?," tanya Brama sinis.

"Emang kenapa? Ini tempat umum. Siapa pun boleh di sini."

"Udah, Brama. Adi cuman numpang duduk doang," sela Sheila. Ia hafal, kalau Brama dan Adi bertemu pasti keduanya akan bertengkar.

"Oke. Numpang duduk doang, jangan sampe lo godain Sheila!"

Adi tersenyum sinis dan mematikan rokoknya, "Brama, Brama. Cewek lo gak boleh digodain sama orang, tapi lo sendiri malah gak ada perasaan apa-apa sama dia."

"Di! Maksud lo apa, sih? Dari tadi lo ngomong kayak gitu, apa lo tau sesuatu?"

"Sayang, kamu jangan dengerin omongan Adi, ya. Dia itu kayaknya pengen kita berdua pisah, makanya dia selalu fitnah aku"

"Haha.. Urusin aja deh masalah kalian. Gue cabut." Adi pergi bersama dengan papan skate nya. Perkataannya barusan membuat tanda tanya besar, terutama bagi Sheila.

"Bram, apa yang Adi bilang itu bener? Kamu nggak ada perasaan apa-apa sama aku?"

"Adi sialan!," hardik Brama dalam hati.

"Nggak, Sayang. Masa sih, aku nggak cinta sama kamu? Kamu kan pacar aku, orang yang udah nemenin aku dari setahun yang lalu." Brama meraih kedua tangan Sheila yang terbebas. Ia menatap manik mata gadis itu dalam-dalam, mencoba membaca isi pikiran Sheila yang masih termangu.

"Tapi bener kan, kamu sayang dan cinta sama aku?" tanya Sheila dengan suara pelan.

"Bener, Sayang. Aku berani sumpah. Aku sayang dan cinta sama kamu."