Chereads / Patner For Love / Chapter 6 - 6. Terjadi Pembunuhan

Chapter 6 - 6. Terjadi Pembunuhan

Kehampaan kian bergelayut dalam hati. Entah apa yang membuatnya seakan tengah menelisik. Ruang rindu, kesepian, kebencian, dan juga kegelapan hati. Rangkaian syair kian tersusun dalam alunan memori. Ku torehkan dalam secarik kertas untuk membuat sejarah. Bagaikan tuts piano yang menyusun melodi melodi indah. Angin malam menemani, seakan tak ingin ku tinggalkan

Suara-suara alam berbaur dengan suara-suara drama kehidupan. Tatapan mata begitu kosong, memikirkan sebuah kisah. Kisah Tuhan yang aku tak mengerti di mana ujung akhirannya. Namun, membuatku terus mengikuri arus yang diberikan.

Awan tengah menulis dibuku hariannya.

Suasana Malam Seoul di musim dingin masih cukup ramai, dengan pakai musim dingin mereka masih keluar dan melakukan aktifitas mereka. Mobil melaju di jalan raya, suasana Seoul semakin dingin. Awan tengah nikmati suasana malam sambil memejamkan mataku. Suara sirene terdengar.

Beberapa mobil polisi melaju, diikuti beberapa mobil dibelakangnya terdengar juga suarar sirena membuat malam itu begitu mencengkam. Awan melihat mobil-mobil yang baru saja terjadi itu.

"Apa ada kasus besar yang terjadi?" tanyanya lirih sambil menghela nafas.

"Kenapa Agashii?" tanya sopir taksi, memanggil Awan dengan sebutan Agashii yang artinya Nona.

"Anio," kata Awan mengucapkan tidak sambil menggelengkan kepalanya.

"Agashii tidak keberatan jika aku memutar audio?" tanya sopir taksi melihat ke arah Awan.

"Silahkan," jawab Awan.

Awan melihat layar ponselnya, beberapa pesan di sana, tapi tidak menghiraukan isi pesan tersebut.

Sebuah alunan lagu begitu enak di dengar, musiknya tidak membuat kepala pening, ataupun perasaan tidak enak.

"Agashii, apa benar Apartement Sughin?" tanya sang sopir meyakinkan tujuan dari Awan.

"Iya," jawab Awan.

Mobil itu melaju lambat, membuat Awan merasa ada yang salah.

"Ada apa?" tanyanya.

"Di depan banyak mobil polisi," jawab sang sopir membuat Awan melihat ke arah depan.

Tidak jauh di depan matanya terlihat begitu banyak orang yang tengah berkerumun, beberapa mobil yang tadi lewat pun terlihat di sana. "Aku turun disini saja," kata Awan sambil menyerahkan beberapa lembar uang.

Memang terlihat begitu banyak mobil, dan juga warga yang ada di sana, padahal musim dingin namun tingkat keingintahuan yang tinggi membuat mereka penasaran dan datang melihat.

Begitu banyak warga berkerumunan di depan, ingin tahu apa yang terjadi. Terdengar bisik-bisik dari beberapa warga.

"Kata mereka, seorang gadis," kata seorang wanita paruh baya.

"Benarkah?"

"Aku jadi takut,"

"Ajumma, mengapa banyak polisi?" tanya Kyra pada beberapa wanita paruh baya yang tengah berada di sana dengan sebutan Ajumma artinya Bibi.

"Itu, seorang gadis dibunuh,"

"Gadis?"

"Iya, gadis itu hidup sendiri disini. Orangnya ramah jika bertemu,"

"Aku belum pernah melihatmu," katanya.

"Aku baru pindah disini,"

"Oh begitu ya," katanya sambil tersenyum pada Awan.

Awan melangkahkan kakinya mendekat, terlihat beberapa petugas kepolisian tengah berjaga. Begitu banyak yang ingin melihat apa yang terjadi di dalam kamar tersebut. Kebanyakan adalah wanita paruh baya.

"Agashii, tempat ini tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang," kata seorang petugas.

Awan menunjukan kartu pengenalnya, hingga membuat petugas tersebut memberikan izin untukku masuk. Tidak ada yang mencegah dirinya untuk masuk ke dalam apartement yang tengah di amankan.

Awan menaiki lift, setelah bertanya kamar ditemukannya mayat, dia tersenyum ketika mengetahui jika mayat di temukan itu ternyata tentangga Apartemennya.

Begitu banyak orang yang berkerumun di lantai kamar TKP itu. Membuat Awan pun kesulitan untuk masuk dan melihat TKP.

Kamar Awan nomor 212, sedangkan kamar gadis yang meninggal 211.

Dia begitu penasaran dengan TKP mayat, walaupun dia harus beristirahat malam ini, dengan rasa penasaran, dia memilih untuk masuk ke dalam.

Ketika ia memasuki ruangan kamar, bau lilin aroma terapi tercium menusuk ke hidungnya dalam ruangan terlihat sebuah huruf terukir didinding ruangan tersebut.

RACHE

Huruf-huruf tersebut diukir mengunakan tinta merah darah.

Dibalik rak buku terlihat mayat seorang wanita pucat pasih tengah berbaring sambil mengukir senyum, seakan tidak terjadi apapun, ditangannya dia tengah memegang sebucket bunga.

Awan tengah mengamati mayat tersebut, sambil mengendus bau pada wanita yang tengah kaku. Kemudian matanya kembali melihat sekeliling kamar tersebut. Pandangannya kembali pada tubuh mayat gadis yang meninggal, begitu banyak sayatan di tubuh gadis malang itu. Jika di hitung lebih dari 20 sayatan.

Terdengar sebuah suara dari luar menuju kamar, Awan kembali memakai kacamata hitamnya. Terdengar mereka tengah berbincang-bincang dengan petugas yang tengah berjaga kemudian memasuki TKP.

"Sunbae, ini kasus pembunuhan ruangan terkunci—lagi," kata seorang pria.

Ketika mereka sedang sibuk membahas tentang pembunuhan tersebut, tiba-tiba langkah kaki mereka terhenti ketika melihat Awan.

"Siapa kau?" Tanya seorang pria saat melihat Awan.

Sejenak Awan menatap pria itu. Dia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat pria yang menanyakan tentang identitasnya. Tinggi badannya sekitar 187cm, rambutnya tergerai ke depan menutupi jidat seperti kebanyakan pria di korea selatan, hidungnya mancung, bola matanya bersinar, dengan tatapan yang begitu dingin. Noey Ardanult, pria yang tadi memborgolnya karena mengira jika Awan adalah buronan yang di cari oleh mereka selama ini.

Awan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Noey, namun tetap melihat-lihat TKP.

"Siapa kau?" tanya Noey lagi dengan nada tinggi. "Agashii, ini bukan tempat yang dengan mudah anda kunjungi," kata Noey sambil meraih pergelangan tangan Awan, tapi wanita itu menepisnya.

Noey merasakan jika dia pernah berada pada situasi yang sama, tangannya di tepis oleh seseorang.

"Aku dengar ini pembunuhan, jadi aku datang melihat langsung," kata Awan dengan dingin, membuat semua orang di sana terkejut.

"Apa?" tanya Noey.

"Jika ini pembunuhan, aku ingin melihat genangan darah. Tapi disini tidak ada genangan darah,"

"Apa? Genangan darah?" Tanya Noey dengan nada tinggi pada Awan. "Yak, Agashii, kau pikir tempat ini kolam renang? Keluar. Ku bilang keluar," kata Noey pada Awan lagi dengan nada bicara tinggi. Pria itu begitu kesal dengan apa yang di katakan oleh Awan jika dia datang untuk melihat genangan darah.

Sisi dingin Awan saat berhadapan dengan TKP membuat siapa saja, yang bekerja dengannya sangat kesal.

"Arsen Joon… Arsen Joon-ssi," panggil pria itu kepada salah seorang rekannya. "Keluarkan dia dari sini. Aku tak ingin melihat gadis ini," kata Noey pada temannya.

Karena kesal melihat keberadaan Awan dia malah menarik tangan Awan, namun di tepis kembali oleh gadis itu, hingga membuat kacamata Awan terlepas dan memperlihatkan wajahnya.

"Ka... kau..."

Bersambung ...