Chereads / Patner For Love / Chapter 7 - 7. Pembunuhan di Kamar 211

Chapter 7 - 7. Pembunuhan di Kamar 211

Karena kesal melihat keberadaan Awan dia malah menarik tangan Awan, namun di tepis kembali oleh gadis itu, hingga membuat kacamata yang di pakai Awan terlepas dan memperlihatkan wajahnya.

"Ka... kau..." Noey yang melihat Awan merasa heran karena gadis itu bisa masuk ke dalam Tkp.

"Bukankah dia gadis yang tadi?"

"Benar, dia gadis yang letnan Ard borgol... tapi... kenapa kau di sini?"

"Ini bukan pembunuhannya yang pertama," Kata Awan membuat mereka yang berada di sana menatap ke arahnya.

"Permisi, Agashii. Ku bilang keluar dari sini," kata pria itu, namun Awan lagi-lagi tidak memperdulikan apa yang baru saja dikatakan oleh pria itu.

Noey beranggapan jika Awan adalah gadis gila, yang tiba-tiba masuk ke dalam TKP dan membuatnya kesal. Sebenarnya rasa malu Noey yang memborgol gadis itu tanpa sengaja masih membuatnya kehilangan muka.

"TKP nya bersih," kata Awan. "Ruangan ini baru saja dibersihkan. Apa pelakunya sudah tertangkap?" tanya Awan sambil melirik ke arah para dokter forensik yang berada di ruangan itu.

"Sudah," jawab seorang pria yang dipanggil Arsen Joon, bawahan Noey di kantor polisi.

"Kenapa kau menjawab pertanyaannya?" tanya Noey dengan suara kesal.

"Kalian menangkap orang yang salah,"

"Apa? Orang yang salah?"

"Aku tak tahu jika seorang detektif bekerja seperti ini. Kalian pikir anak seusianya mampu melakukan pembunuhan sadis seperti ini?" Awan melirik seorang anak remaja yang telah di borgol oleh mereka, wajah pucat, dan terlihat kedinginan, beberapa memar dan juga luka di sudut bibirnya terlihat. "Bukan anak itu pelakunya," kata Awan.

"Anak itu pelakunya, darah ditemukan di pakaiannya. Semua bukti tertuju padanya. Jangan mengacaukan Tkp dengan argument yang belum tentu benar," kata Noey dengan nada tinggi, "dan juga, kau tidak punya hak untuk mengatakan jika kami menangkap orang yang salah,"

"Bagaimana jika aku menjamin jika anak itu bukanlah pelaku dari pembunuhan ini?" Awan tengah menantang polisi yang tengah menangani kasus itu.

Semua orang yang berada di Tkp melihat ke arah Awan—gadis yang mengunakan kerudung tengah berdebat dengan Noey Ardanult, pria yang selama ini selalu membawa pelaku kejahatan untuk di masukkan ke dalam penjara.

Terlihat dari raut wajah mereka jika sebelumnya tak pernah ada yang berdebat atau beradu argument dengan pria itu.

"Apa yang membuatmu yakin? Aku berani bertaruh jika anak ini adalah pelakunya,"

"Sudah memeriksa Cctv?"

"Sudah,"

"Aku boleh melihatnya?" tanya Awan lagi.

"Ini," kata Arsen memberikan rekamanan Cctv pada Awan.

"Dan anak ini terekam Cctv, sebelum Cctv rusak," kata Noey sambil menunjuk ke arah anak remaja yang di tangkap oleh mereka.

"Buktinya tidak kuat, hanya karena baju yang dipakainya dipenuhi darah dan juga dia terekam Cctv," kata Awan sambil memberikan Ipad kepada rekan kerja Noey.

Ada alasan kuat, Awan tidak boleh membiarkan anak itu masuk ke dalam penjara, dan melihat TKP saja, dia sudah bisa menebak jika pelakunya bukan anak itu, tidak mungkin pembunuhan berantai, akan meninggalkan bukti yang sangat mudah di temukan di dekat TKP, apalagi darah di hodie.

"Mau bertaruh?" tanyanya.

"Dalam agamaku tidak ada yang namanya taruhan," kata Awan.

Islam tidak ada mengajarkan bertaruh, sama saja dengan berjudi.

"Jika kau tidak mau berarti kau takut kalah," kata Noey lagi.

"Baiklah aku terima, namun ada baiknya bukan taruhan namanya. Bagaimana kita namakan perlombaan untuk menangkap pembunuhnya, sebelum tahun baru," kata Awan. "Hadiah dalam perlombaan. Yang kalah harus menuruti perintah yang menang selama tiga bulan, bagaimana?"

"Terlalu mudah, bagaimana jika seperti ini, jika aku kalah, aku akan menikahimu, sedangkan jika kau kalah kau akan menjadi pelayan di rumahku selama beberapa Tahun," kata Noey membuat semua orang yang mendengar apa yang dia katakan terkejut.

Awan hanya diam, tidak memberikan ekspresi terkejut dengan apa yang di katakan oleh pria itu.

"Akra... kau gila?" tanya patnernya.

"Tidak. Aku tidak gila, dan aku tidak akan kalah darinya..." kata Noey begitu bersemangat.

"Semoga saja, kau tidak kalah. Aku tidak akan tahu, bagaimana jika kau kalah taruhan dari gadis sepeti dia," gumam batin salah seorang patnernya.

"Baiklah," kata Awan setuju. "Bagaimana kalian menangkapnya?" tanya Awan ingin tahu, bagaimana mereka bisa menangkap anak remaja itu.

"Mudah saja, pakaiannya berlumuran darah, dia terekam Cctv, dan juga sidik jarinya terdapat dalam pakaian korban,"

"Bagaimana dengan pernyataannya,"

"Dia menyangkal jika melakukan telah pembunuhan padahal dia selalu terekam di tempat kejadian,"

"Sebelum itu, tolong lepaskan dia. Untuk menangkap pelakunya, aku membutuhkannya,"

"Melepaskannya? Apa kau sudah gila ingin melepaskan tersangka?" tanya Noey dengan kesal.

"Aku menjamin dia tidak akan kabur," kata Awan. "Ini, Aku adalah walinya," kata Awan lagi sambil memberikan sebuah berkas dan sebuah rekaman blackbox mobil.

Dalam black box mobil seorang anak tengah mengambil sebuah pakaian dari tempat sampah kemudian memakainya.

"Apa kita boleh mulai?"

"Memulai apa?" tanya Arsen.

"Reka adegan pembunuhan," kata Awan sambil tersenyum.

Dia menyukai hal yang seperti saat ini, ketika dia menempatkan dirinya sebagai seorang kriminal, untuk memecahkan kasus yang tengah di tangani.

"Baiklah, pertama mari kita mulai dari Tkp," kata Awan sambil mulai menjelaskan."Pembunuhan yang terjadi tidak lepas dari sebuah pembalasan dendam. Ruangan ini, seseorang pasti telah membersihkannya lebih dulu,"

"Pertama kalian lihat buku-buku ini tertata dengan sangat rapi, seakan korban tidak pernah membaca buku ini, namun ketika kita mengamati lebih teliti jika buku ini telah dibersihkan. Bahkan tidak ada debu di dalam rak ini,"

"Kedua, lihat bagian bawah rak ini. Rak buku ini tergeser atau seperti seseorang pernah menabraknya atau lebih tepatnya telah tergeser. Goresan dilantai ini baru saja terjadi. Jika telah beberapa hari, goresan ini pasti telah hilang," kata Awan sambil menunjuk kearah lantai.

"Ketiga, bak mandi disana, dipenuhi dengan begitu banyak darah yang telah bercampur dengan air. Kemudian ditaburi dengan kelopak bunga mawar, lilin-lilin aroma terapi di nyalakan untuk menghilangkan bau dari darah yang terurai dengan air. Keempat begitu banyak bukti yang tertinggal di tubuh korban," kata Awan.

"Bagaimana dengan tulisan di dinding. Korban pasti menulis di dinding agar kita mengetahui pelakunya," kata Arsen yang usianya sekitar 25tahun.

Pertanyaan Arsen membuat Noey melihat ke arahnya dengan tatapan sinis.

"Maaf, sunbae-nim," ucap Arsen meminta maaf dengan terbata-bata.

Bersambung …