HAK!!
Aku menarik napas terkaget, seperti orang yang dipaksa bangun.
"Gelap! Ini terlalu gelap!" pikirku.
Krikk…kriikk..krikkk. Terdengar suara jangkrik dari luar menembus dinding ruangan penyiksaanku..
Ordella??
Ini terlalu gelap! Aku tidak bisa melihat apapun.
"Ordella! Ordella!" teriakku.
Gadis yang kupanggil itu tak menunjukkan tanda-tanda keberadaannya.
"Ordella!! Kau masih disini kah??!" aku berteriak sekali lagi.
"Uhk!!! Apa-apaan ini?!"
Rasa perih mendadak muncul menyelimuti sekujur tubuhku sesaat aku mencoba bergerak sedikit. Ini terlalu menyakitkan meskipun aku baru saja membuka mataku!
Aku merasa seperti lengket dan berat… Aku tidak bisa mencium bau dengan baik, tapi ini pasti bau darah.
Kepalaku pun terasa pusing sebagian, sudah berapa kali mereka memukuliku?
Sayatan-sayatan itu semua masih terasa menganga-nganga, bajingan itu tidak menyembuhkanku ternyata. Pasti mereka ingin meninggalkanku kehabisan darah.
Aku tidak bisa merasakan kedua kakiku, rasanya seperti menggantung pada sebuah tali.
Tapi entah kenapa aku masih hidup. Seharusnya aku sudah mati dari luka-luka ini.
....
"Haaa…. Setelah kami kembali dari perang bunuh diri, kami dituduh menjadi penjahat. Kekasihku dijadikan budak seks, tubuhku dibuat cacat. Ha..ha..ha… Kenapa sekarang aku masih hidup? Semua teman seperjuanganku sudah menjadi mayat sekarang. Apalah arti hidup sekarang? Hah?"
"Hah. Tidak… tidak.. bisa… TIDAK BISA DIMAAFKAN! RAJA ITU! DIA HARUS MEMBAYARNYA! KINGS! ORCUS! Tidak.. hhkkk… hkkk.. tidakk"
Ayolah. Biarkan aku mati.
Tidak ada gunanya lagi menangisi sebuah nasi yang menjadi bubur.
Beberapa saat pun berlalu….
Tatapanku mulai semakin gelap dan pudar.
Sepertinya aku mencium bau busuk berasal dari tubuh bagian bawahku.
"Akhirnya ini semua berakhir…"
"AH! Disini rupanya!" suara seseorang terdengar sayup-sayup.
BRAK!!!
"Ha?" aku menatap seseorang yang muncul dihadapanku.
"Wah.. Mereka benar-benar merusaknya. Tapi segini pun tak masalah selama aku bisa memakainya juga. Hehe" seorang anak laki-laki pendek berdiri dihadapanku.
SRING!! SRING!! BRUK!!
Anak lelaki pendek itu memotong kedua rantai pengunci tanganku dengan belati kecilnya, aku langsung terbanting ke tanah tak berdaya.
Aku langsung menatap keatas. Biarkan aku mati disini, tak usah datang kemari.
Aku tak sanggup mengatakannya.
"Dari tatapanmu aku sudah bisa mengerti semuanya. Aku tidak membiarkanmu mati" balasnya.
Masih gelap, aku tak bisa melihat mukanya.
Sinar rembulan menyinari ruangan ini secara tiba-tiba, aku bisa melihat mukanya sekarang.
Juga, kekasihku itu.
Ia tergeletak di tanah tak bergerak.
Melihatnya seperti itu, entah dari mana aku mendapat kekuatan untuk bergerak mendatanginya dengan gerakan merayap di tanah dengan kedua tanganku.
"Ordella! Ordella!"
Aku menggoyang tubuhnya, dingin? Kenapa dia sedingin ini?
…..
Matanya terbuka, tetapi seperti tidak melihat.
Terlihat banyak cairan putih keunguan membasahi muka lusuhnya.
"Tidak..ti.. Orde…. TIDAK!"
"Ohh, pantas saja aku mencium bau bunga Orx dari tadi. Maaf saja, dia sudah tidak tertolong. Dia pasti diberikan banyak sekali obat candu"
"Hkk?" aku memalingkan mukaku kearahnya.
Sedapat pandanganku, dia memiliki mata hitam lebar dan rambut putih pendek. Itu saja yang mampu kulihat.
"Tinggalkan kami. Aku akan menyusulnya"
"Tidak. Kau akan ikut dengan-"
"PERGI! SUDAH TIDAK ADA LAGI YANG DAPAT KAU AMBIL DARIKU! PERGI BAJINGAN!"
"..."
"Tidakkah kau ingin balas dendam?"
"Ah?"
"Para bedebah yang hidup dari kesulitan manusia lain, merekalah yang harusnya berada di posisimu"
"Apa maksud-"
"BENCI! DENDAM! RAJA HANYALAH SAMPAH! AKU JUGA BERFIKIR DEMIKIAN! Aku dulunya juga petarung garis depan, pasukan Jendral Trole"
"Kau? Jangan bilang?"
"Betul. Sesuai yang kau pahami"
"Pengirim pesan dari regu pertama itu benar-benar selamat?"
"Aku bukanlah yang pertama. Aku pengganti kelima sekaligus yang terakhir"
"..."
"Kurasa aku tak perlu banyak bicara lagi. Jadi bagaimana? Maukah kau balas dendam? Negeri ini sudah ternodai oleh rajanya sendiri"
"Hmmmph. Untuk apa? Aku sudah tak punya apapun untuk diperjuangkan"
"Itu! Itulah! Karena sudah tidak ada apapun yang dapat diambil lagi dari kita, merekalah yang harus takut dengan kita!"
"Heh, aku tidak peduli."
"Wanita ini…. Apa kau ingin menghidupkannya kembali?"
"Apa maksudmu?"
"Sesuai kata-kataku. Aku bisa menghidupkannya kembali" dia melemparkan kain panjang kearahku, sepertinya dia ingin aku berpakaian sesuatu.
"Benarkah itu? Ordella bisa hidup kembali?"
Setidaknya jika dia bisa kembali, aku sangat menginginkannya! Kita bisa pergi dari negeri bodoh ini!
"Tapi… Untuk apa kau datang repot-repot dan memilih orang semacam aku? Aku ingin tau alasanmu"
"Sebenarnya kita tidak punya banyak waktu, selalu ada yang berjaga disini setiap malamnya. Kita lanjutkan-"
"Hei. Kau dengar sesuatu? Daritadi aku seperti mendengar sesuatu dari arah sini" terdengar gema suara dari seorang pria.
Sepertinya mereka cukup dekat.
"Bawa Ordella! Apapun alasanmu, aku akan ikut selama itu bisa menghidupkan kembali Ordella!"
"Cih, agak sulit jika membawa dua orang sekaligus. Kau cacat, wanita yang sudah meninggal. Aku sendiri yang akan repot. Tapi setelah melihat tatapan semangatmu, aku sepertinya mampu melakukannya."
"Hup!"
Anak pendek ini ternyata memiliki kekuatan yang dahsyat, terlepas dari penampilan pendek dan kurusnya.
Dia menggendongku di bahu kirinya dan Ordella di bahu kanannya.
Anak pendek ini mengangkat kami keluar melalui lubang dia masuk dari langit-langit ruangan ini.
Dia terus berlari membawa kami di tengah-tengah hutan. Itu yang dapat kulihat. Kita mulai menjauh dari tempat tadi.
Sepertinya aku disekap di tempat antah berantah di tengah hutan.
BUGH!!!
Kami semua mendadak jatuh sesudah berlari beberapa menit.
"KENA!!"
"PENYUSUP!"
"SERANG!"
Muncul beberapa orang dari balik semak-semak seolah-olah mereka sudah menunggu kami sejak awal. Bagaimana mungkin? Ini terlalu cepat untuk menjadi sebuah jebakan. Seolah-olah mereka tahu kalau kita akan kabur melalui jalan ini.
Anak pendek itu menatapku tegang dengan kedua bola mata hitamnya.
BUAK!
"Eh?"
Aku melihatnya mengatakan sesuatu tapi aku tidak bisa mendengarnya.
Tatapanku gelap.
"Hmm?"
Aku menatap sekitaranku, sepertinya tadi aku pingsan.
Kau bercanda. Aku diikat seperti kali sebelumnya. Hanya saja aku dapat merasakan kedua kakiku.
Apa yang terjadi?
"UAHK!"
Aku melihat sesuatu yang mengerikan.
Seseorang kucintai itu…. Diperlakukan layaknya seekor rusa hutan.
Digantungkan diatas dinding menghadap tatapanku berada sekarang.
"Inikah gadis yang tergeletak telanjang tadi? Sayang sekali sudah mati, aku bisa memakainya dulu jika dia masih hidup" terdengar suara pria mendekatiku.
Aku langsung memelototi orang itu. Dia seorang pria besar dengan pakaian rapi. Mukanya terlihat seperti orang angkuh.
"Yah… karena mukanya lumayan menggoda, kuputuskan untuk kujadikan sebagai pajangan dinding ruangan istimewa ini. Agak disayangkan kita harus memotong wajah cantik ini dari tubuh indahnya." tambahnya.
"BAJINGAN!"
"Oh. Kau sudah bangun? Kebetulan sekali, bagaimana ini menurutmu? Cantik kan? Dengan cara ini kecantikkannya akan terjaga seumur hidupmu dan juga seumur hidupku"
"KAU..!! KAU SUNGGUH MEMUTILASI KEPALANYA?! KAU BUKAN MANUSIA!"
"Ssstt… Ini adalah maha karya, kau pikir mudah untuk mempertahankan sebuah muka manusia yang sudah diputuskan dari tubuhnya? KAU TIDAK TAHU APAPUN!"
Orang ini pasti sakit jiwa.
"Negeri ini sudah dipenuhi manusia gila. Seharusnya aku tidak pernah maju berperang dengan Jendral Orcus"
"Gila? Hah sudahlah. Tak ada gunanya berdebat dengan orang bodoh ini. Kita mulai saja eksperimennya" balas orang gila itu.
"Percobaan obat penyembuh luka kelas berat berhasil. Subjek kembali seperti sedia kala. Memulai percobaan subjek ketahanan racun, kelas ringan" suara bergema terdengar dari atas kepalaku.
Aku ditempatkan di sebuah ruangan bundar, diatas kepalaku terlihat banyak orang berpakaian formal.
Apakah mereka juga termasuk dedemit pengkhianat itu?
PSHHH!!!
Cairan bening ditembakkan kearahku, tak lama kemudian keluar kabut tipis di seluruh ruangan.
"UHK!! PUAH!!" aku tidak bernafas.
Seseorang bertopeng datang menghampiriku dan menusukkan sesuatu ke perut dengan cepat, tak lama kemudian dia langsung pergi.
Diatas ruangan eksperimen Daz.
"Darimana kau temukan orang ini?"
"Entahlah. Tanyakan saja pada Pak Ketua"
"Urusan pengumpulan bahan percobaan dialah ahlinya. Kami hanya membantu dalam pengangkutan"
"Kekebalan racun ringan berhasil. Kondisi stabil, organ vital stabil"
"Untung saja ada penyihir, dia bisa mendiagnosa kondisi subjek tanpa kita mendekatinya"
"Memulai racun tingkat menengah. Mulai"
"Yah.. kejadian dulu agak merepotkan. Tak kusangka anak buah Trole yang sudah hampir mati itu masih mampu mengamuk disini. Tiga orang babak belur dibuatnya"
"Subjek kali ini pasti tidak akan mampu berkutik. Hahahaha!"
"Kekebalan racun menengah berhasil. Kondisi stabil, organ vital stabil"
"Memulai racun tingkat berat. Mulai"
"Wakil Ketua Brez itu kenapa sungguh menyukai kepala manusia ya? Terutama wanita cantik"
"Aku dengar-dengar dia memiliki trauma dengan kekasihnya. Tanpa sengaja dia membunuhnya dengan cara memenggal kepalanya, dari sanalah dia mulai menjadi seperti sekarang. Jangan cerita-cerita ke orang lain lagi ya kalian berdua!"
"Tentu"
"Tenang saja"
"Cerita tentang apa?" orang yang dikatakan trauma itu baru sampai ke kursi mereka duduk.
"Ah! Tentang itu kan? Loi! Itu kan??"
"Iya! Yang kemarin! Tentang Clare tersandung batu dan kepalanya hampir mengenai kotoran anjing! Itu sangat bodoh ya Jix!"
"Apa-apaan itu? Itu tidak pernah terjadi!"
"Yo! Ada yang kulewatkan?" anak pendek berambut putih itu datang memasuki ruangan dari pintu di belakang mereka.
"Ketua Breele! Kami sedang ditengah-tengah-"
"UAHK!!!"
"Kekebalan racun berat gagal. Kondisi teracuni, organ vital mulai melemah"
"Perbaiki! Jangan sampai kita kehilangan dia!" Breele memandangi Daz dari balik kaca tebal ruangan itu.
"Apakah akan merepotkan jika kita harus mencari subjek lain Ketua Breele?"
"Tidak, tidak. Aku ingin dia. Itu karena dia istimewa" balas orang pendek itu.